KESABARAN SEORANG ULAMA

 Pasir Putih Situbondo - Harga Tiket, Rute Lokasi & Spot Terbaru 2023

Al Mubaarok bin Al Mubaarok Adh Dhoriir seorang ulama ahli nahwu yang digelari Al Wajiih. Beliau dikenal seorang yang elok akhlak dan perilakunya, lapang dada, penyabar dan tidak pemarah. Sehingga ada sebagian orang-orang jahil yang berniat mengujinya dengan memancing kemarahannya.

Maka datanglah orang ini menemui Al Wajiih, kemudian bertanya kepadanya tentang satu masalah dalam ilmu nahwu. Syaikh Al Wajiih menjawab dengan sebaik-baik jawaban dan menunjukan kepadanya jalan yang benar.

Lantas orang itu berkata kepadanya, “Engkau salah’.

Syaikh kembali mengulangi jawabannya dengan bahasa yang lebih halus dan mudah dicerna dari jawaban pertama, serta ia jelaskan hakekatnya.

Orang itu kembali berkata, “Engkau salah hai syaikh, aneh orang-orang yang menganggapmu menguasai ilmu nahwu dan engkau adalah rujukan dalam berbagai ilmu, padahal hanya sebatas ini saja ilmumu!”.

Syaikh berkata dengan lembut kepada orang itu, “Ananda, mungkin engkau belum paham jawabannya, jika engkau mau aku ulangi lagi jawabannya dengan yang lebih jelas lagi dari pada sebelumnya”.

Orang itu menjawab, “Engkau bohong! Aku paham apa yang engkau katakan akan tetapi karena kebodohanmu engkau mengira aku tidak paham”.

Maka syaikh Al Wajiih berkata  seraya tertawa, “Aku mengerti maksudmu, dan aku sudah tahu tujuanmu. Menurutku engkau telah kalah. Engkau bukanlah orang yang bisa membuatku marah selama-lamanya.

Ananda, konon ada seekor burung duduk di atas punggung gajah, ketika dia hendak terbang ia berkata kepada gajah, “Berpeganglah kepadaku, aku akan terbang!”.  Gajah berkata kepadanya, “Demi Allah hai burung, aku tidak merasakanmu ketika bertengger di punggungku, bagamaimana aku berpegang kepadamu saat engkau terbang!”.

Demi Allah hai anakku! Engkau tidak pandai bertanya tidak pula paham jawaban, bagaimana aku akan marah kepadamu?!”.

(Mu’jamul Udaba’ : 5/44).

Menjadi guru, juga seorang da’i memang harus banyak belajar bersabar, lapang dada dan berakhlak mulia .. semoga Allah Ta’ala memudahkan hal itu untuk kita, aamiin.

Penulis: Ustadz Abu Zubair Al-Hawary, Lc.

sumber: https://kisahmuslim.com/294-kesabaran-seorang-ulama.html

Via HijrahApp

Share:

Kisah Juraij dan Doa Jelek Orang Tuanya

 Pesona Wisata 3 Pantai Cilacap Pasir Putih yang Indah dan Eksotis

By Muhammad Abduh Tuasikal, MSc

Ada kisah menarik yang bisa diambil pelajaran akan ampuhnya do’a jelek seorang ibu pada anaknya, yaitu pada kisah Juraij. Jika tahu demikian, sudah barang tentu seorang anak kudu memuliakan orang tuanya. Jangan sampai ia membuat orang tuanya marah, sehingga keluar kata atau do’a jelek yang bisa mencelakakan dirinya.

Dari Abu Hurairah, ia berkata, ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا تَكَلَّمَ مَوْلُوْدٌ مِنَ النَّاسِ فِي مَهْدٍ إِلاَّ عِيْسَى بْنُ مَرْيَمَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ [وَسَلَّمَ] وَصَاحِبُ جُرِيْجٍ” قِيْلَ: يَا نَبِيَّ اللهِ! وَمَا صَاحِبُ جُرَيْجٍ؟ قَالَ: “فَإِنَّ جُرَيْجًا كَانَ رَجُلاً رَاهِباً فِي صَوْمَعَةٍ لَهُ، وَكَانَ رَاعِيُ بَقَرٍ يَأْوِي إِلَى أَسْفَلِ صَوْمَعَتِهِ، وَكَانَتْ اِمْرَأَةٌ مِنْ أَهْلِ الْقَرْيَةِ تَخْتَلِفُ إِلَى الرَّاعِي، فَأَتَتْ أُمُّهُ يَوْمًٍا فَقَالَتْ: يَا جُرَيْجُ! وَهُوَ يُصّلِّى، فَقَالَ فِي نَفْسِهِ – وَهُوَ يُصَلِّي – أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ، ثُمَّ صَرَخَتْ بِهِ الثَّانِيَةَ، فَقَالَ فِي نَفْسِهِ: أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ. ثُمَّ صَرَخَتْ بِهِ الثَالِثَةَ فَقَالَ: أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ. فَلَمَّا لَمْ يُجِبْهَا قَالَتْ: لاَ أَمَاتَكَ اللهُ يَا جُرَيْجُ! حَتىَّ تَنْظُرَ فِي وَجْهِ المُوْمِسَاتِ. ثُمَّ انْصَرَفَتْ فَأُتِيَ الْمَلِكُ بِتِلْكَ الْمَرْأَةِ وَلَدَتْ. فَقَالَ: مِمَّنْ؟ قَالَتْ: مِنْ جُرَيْجٍ. قَالَ: أَصَاحِبُ الصَّوْمَعَةِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: اِهْدَمُوا صَوْمَعَتَهُ وَأْتُوْنِي بِهِ، فَضَرَبُوْا صَوْمَعَتَهُ بِالْفُئُوْسِ، حَتىَّ وَقَعَتْ. فَجَعَلُوْا يَدَهُ إِلَى عُنُقِهِ بِحَبْلٍ؛ ثُمَّ انْطَلَقَ بِهِ، فَمَرَّ بِهِ عَلَى الْمُوْمِسَاتِ، فَرَآهُنَّ فَتَبَسَّمَ، وَهُنَّ يَنْظُرْنَ إِلَيْهِ فِي النَّاسِ. فَقَالَ الْمَلِكُ: مَا تَزْعُمُ هَذِهِ؟ قَالَ: مَا تَزْعُمُ؟ قَالَ: تَزْعُمُ أَنَّ وَلَدَهَا مِنْكَ. قَالَ: أَنْتِ تَزْعَمِيْنَ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: أَيْنَ هَذَا الصَّغِيْرُ؟ قَالُوْا: هَذَا فِي حُجْرِهَا، فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ. فَقَالَ: مَنْ أَبُوْكَ؟ قَالَ: رَاعِي الْبَقَرِ. قَالَ الْمَلِكُ: أَنَجْعَلُ صَوْمَعَتَكَ مِنْ ذَهَبٍ؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: مِنْ فِضَّةٍ؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: فَمَا نَجْعَلُهَا؟ قَالَ: رَدُّوْهَا كَمَا كَانَتْ. قَالَ: فَمَا الَّذِي تَبَسَّمْتَ؟ قَالَ: أَمْراً عَرَفْتُهُ، أَدْرَكَتْنِى دَعْوَةُ أُمِّي، ثُمَّ أَخْبَرَهُمْ

“Tidak ada bayi yang dapat berbicara dalam buaian kecuali Isa bin Maryam dan (bayi di masa) Juraij” Lalu ada yang bertanya,”Wahai Rasulullah siapakah Juraij?” Beliau lalu bersabda, ”Juraij adalah seorang rahib yang berdiam diri pada rumah peribadatannya (yang terletak di dataran tinggi/gunung). Terdapat seorang penggembala yang menggembalakan sapinya di lereng gunung tempat peribadatannya dan seorang wanita dari suatu desa menemui penggembala itu (untuk berbuat mesum dengannya).

(Suatu ketika) datanglah ibu Juraij dan memanggil anaknya (Juraij) ketika ia sedang melaksanakan shalat, ”Wahai Juraij.” Juraij lalu bertanya dalam hatinya, ”Apakah aku harus memenuhi panggilan ibuku atau meneruskan shalatku?” Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya lalu memanggil untuk yang kedua kalinya.  Juraij kembali bertanya di dalam hati, ”Ibuku atau shalatku?” Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya memanggil untuk kali ketiga. Juraij bertanya lagi dalam hatinya, ”lbuku atau shalatku?” Rupanya dia tetap mengutamakan shalatnya. Ketika sudah tidak menjawab panggilan, ibunya berkata, “Semoga Allah tidak mewafatkanmu, wahai Juraij sampai wajahmu dipertontonkan di depan para pelacur.” Lalu ibunya pun pergi meninggalkannya.

Wanita yang menemui penggembala tadi dibawa menghadap raja dalam keadaan telah melahirkan seorang anak. Raja itu bertanya kepada wanita tersebut, ”Hasil dari (hubungan dengan) siapa (anak ini)?” “Dari Juraij”, jawab wanita itu. Raja lalu bertanya lagi, “Apakah dia yang tinggal di tempat peribadatan itu?” “Benar”, jawab wanita itu. Raja berkata, ”Hancurkan rumah peribadatannya dan bawa dia kemari.” Orang-orang lalu menghancurkan tempat peribadatannya dengan kapak sampai rata dan mengikatkan tangannya di lehernya dengan tali lalu membawanya menghadap raja. Di tengah perjalanan Juraij dilewatkan di hadapan para pelacur. Ketika melihatnya Juraij tersenyum dan para pelacur tersebut melihat Juraij yang berada di antara manusia.

Raja lalu bertanya padanya, “Siapa ini menurutmu?” Juraij balik bertanya, “Siapa yang engkau maksud?” Raja berkata, “Dia (wanita tadi) berkata bahwa anaknya adalah hasil hubungan denganmu.” Juraij bertanya, “Apakah engkau telah berkata begitu?” “Benar”, jawab wanita itu. Juraij lalu bertanya, ”Di mana bayi itu?” Orang-orang lalu menjawab, “(Itu) di pangkuan (ibu)nya.” Juraij lalu menemuinya dan bertanya pada bayi itu, ”Siapa ayahmu?” Bayi itu menjawab, “Ayahku si penggembala sapi.”

Kontan sang raja berkata, “Apakah perlu kami bangun kembali rumah ibadahmu dengan bahan dari emas?” Juraij menjawab, “Tidak perlu”. “Ataukah dari perak?” lanjut sang raja. “Jangan”, jawab Juraij. “Lalu dari apa kami akan bangun rumah ibadahmu?”, tanya sang raja. Juraij menjawab, “Bangunlah seperti sedia kala.” Raja lalu bertanya, “Mengapa engkau tersenyum?” Juraij menjawab, “(Saya tertawa) karena suatu perkara yang telah aku ketahui, yaitu terkabulnya do’a ibuku terhadap diriku.” Kemudian Juraij pun memberitahukan hal itu kepada mereka.”

(Disebutkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod) [Dikeluarkan pula oleh Bukhari: 60-Kitab Al Anbiyaa, 48-Bab ”Wadzkur fil kitabi Maryam”. Muslim: 45-Kitab Al Birr wash Shilah wal Adab, hal. 7-8]

Pelajaran dari Kisah Juraij

1- Hadits ini menunjukkan keutamaan orang berilmu dibanding ahli ibadah. Seandainya Juraij seorang alim (yang berilmu), maka tentu ia akan lebih memilih untuk menjawab panggilan ibunya dibanding melanjutkan shalat. Baca artikel: Keutamaan Belajar Islam.

2- Seorang anak harus berhati-hati dengan kemarahan orang tuanya. Karena jika ia sampai membuat orang tua marah dan orang tua mendoakan jelek, maka itu adalah do’a yang mudah diijabahi. Lihat kisah Juraij di atas, ia tahu akan hal itu, sehingga membuatnya tersenyum.

3- Bukti do’a jelek dari ibu terkabul karena Juraij akhirnya dipertontonkan di hadapan wanita pelacur sebagaimana do’a ibunya.

4- Berbakti pada orang tua adalah akhlak mulia, lebih-lebih lagi berbakti pada ibu.

5- Juraij menunjukkan sikap yang benar ketika menghadapi masalah yaitu harus yakin akan pertolongan Allah.

6- Zuhudnya Juraij karena hanya meminta tempat ibadahnya dibangun seperti sedia kala. Ia tidak minta diganti dengan emas atau perak. Baca artikel: Memiliki Sifat Zuhud.

7- Ketika musibah menimpa, barulah orang ingat akan dosa, ada juga yang mengingat akan do’a jelek yang menimpa dirinya seperti dalam kisah Juraij ini.

8- Bakti pada orang tua adalah wajib, termasuk di antaranya adalah memenuhi panggilannya. Sedangkan shalat sunnah hukumnya sunnah, artinya berada di bawah bakti pada ortu.

9- Do’a ibu Juraij tidak berlebihan yaitu tidak sampai mendoakan Juraij terjerumus dalam perbuatan keji (zina). Ia hanya do’akan agar Juraij dipertontonkan di hadapan para pelacur, tidak lebih dari itu.

10- Tawakkal dan keyakinan yang tinggi pada Allah akan membuat seseorang keluar dari musibah.

11- Jika ada dua perkara yang sama-sama penting bertabrakan, maka dahulukan perkara yang paling penting. Seperti ketika bertabrakan antara memenuhi panggilan ibu ataukah shalat sunnah, maka jawabnya, memenuhi panggilan ibu.

12- Allah selalu memberikan jalan keluar (jalan kemudahan) bagi para wali-Nya dalam kesulitan mereka. Baca pula artikel: 1 Kesulitan Mustahil Mengalahkan 2 Kemudahan.

13- Hadits ini menunjukkan adanya karomah wali, berbeda halnya dengan Mu’tazilah yang menolak adanya karomah tersebut.

Hanya Allah yang memberi taufik pada ilmu dan amal.

 Referensi:
Syarh Shahih Al Adabil Mufrod lil Imam Al Bukhari, Husain bin ’Uwaidah Al ’Uwaisyah, terbitan Maktabah Al Islamiyah, cetakan kedua, tahun 1425 H.

Rosysyul Barod Syarh Al Adabil Mufrod, Dr. Muhammad Luqman As Salafi, terbitan Darud Daa’i, cetakan pertama, tahun 1426 H.

 
Sumber https://rumaysho.com/3382-kisah-juraij-dan-doa-jelek-orang-tuanya.html

Share:

Barshisha, Ahli Ibadah yang Berzina, Membunuh, Akhirnya Sujud pada Setan

 Uniknya Pantai Pasir Putih (Lhok Mee), Aceh Besar - Backpacker Jakarta

By Muhammad Abduh Tuasikal, MSc

Bedanya dengan kisah Juraij, kisah ini adalah tentang seorang rahib yang tergoda dengan wanita akhirnya menzinainya.

Ibnu Jarir menceritakan, telah menceritakan kepadaku Yahya bin Ibrahim Al-Mas’udi, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari bapaknya, dari kakeknya, dari Al-A’masy, dari ‘Umarah, dari ‘Abdurrahman bin Yazid, dari ‘Abdullah bin Mas’ud mengenai ayat,

كَمَثَلِ الشَّيْطَانِ إِذْ قَالَ لِلْإِنْسَانِ اكْفُرْ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ, فَكَانَ عَاقِبَتَهُمَا أَنَّهُمَا فِي النَّارِ خَالِدَيْنِ فِيهَا ۚوَذَٰلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ

“(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) shaitan ketika dia berkata kepada manusia: “Kafirlah kamu”, maka tatkala manusia itu telah kafir, maka ia berkata: “Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta Alam”.  Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa sesungguhnya keduanya (masuk) ke dalam neraka, mereka kekal di dalamnya. Demikianlah balasan orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hasyr: 16-17)

Ibnu Mas’ud menceritakan bahwa ada seorang wanita menjadi pengembala kambing dan ia memiliki empat orang saudara. Suatu saat ia tinggal di shawma’ah (pertapaan rahib atau rumah ibadah seorang biara). Waktu berlalu, akhirnya rahib tadi menghampiri wanita tersebut, hingga ia hamil. Setan pun menghampirinya. Setan berkata kepada rahib tersebut, “Sudahlah bunuhlah dia, lalu kuburkanlah. Engkau adalah orang yang dikenal jujur dan ucapanmu pasti didengar.” Lantas rahib tersebut membunuh wanita tadi, lalu ia menguburkannya.

Diceritakan bahwa setan lantas mendatangi saudara-saudaranya dalam mimpi mereka. Setan berkata kepada mereka dalam mimpi, “Rahib tersebut yang biasanya berada di rumah ibadahnya tega berzina dengan saudara kalian, hingga ia hamil, lantas ia membunuhnya, kemudian menguburkannya di tempat ini dan ini.” Ketika datang pagi, salah seorang dari empat saudara tersebut mengatakan, “Demi Allah, semalam aku telah bermimpi suatu mimpi yang baiknya aku ceritakan kepada kalian ataukah tidak.” Mereka berkata, “Jangan, tetap ceritakan kepada kami.” Lantas diceritakanlah hal tadi. Salah seorang dari mereka berkata, “Demi Allah, aku juga sama telah bermimpi seperti itu.” Salah seorang dari mereka berkata lagi, “Demi Allah, aku bermimpi yang sama pula.” Mereka berkata lagi, “Demi Allah, ini pasti telah terjadi sesuatu.” Akhirnya mereka bergerak dan meminta tolong kepada raja mereka untuk mengatasi rahib tersebut. Mereka lantas mendatangi rahib tadi, kemudian mendudukkannya lantas membawanya pergi.

Kemudian setan mendatangi rahib tadi lantas berkata, “Aku yang telah menjerumuskan engkau dalam kejahatan ini, tentu yang bisa menyelamatkanmu darinya hanyalah aku. Maka sekarang sujudlah padaku dengan sekali sujud, maka aku akan menyelamatkanmu dari masalah besarmu.” Kemudian rahib tadi sujud kepada setan. Ketika raja mereka datang, setan pun berlepas diri dari rahib tersebut. Rahib tersebut tetap dikenakan hukuman atas tindakan kejahatannya, ia pun dibunuh.

Demikian pula riwayat yang sama dari Ibnu ‘Abbas, Thawus, dan Muqatil bin Hayyan.

Ada juga riwayat dari Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dengan versi yang lain. Ibnu Jarir berkata, telah menceritakan kepada kami Khallad bin Aslam, telah menceritakan kepada kami An-Nadhr bin Syumail, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Abu Ishaq, aku mendengar ‘Abdullah bin Nahik, aku mendengar ‘Ali berkata, “Ada seorang rahib (pendeta) yang dikenal rajin ibadah, sudah berlangsung selama 60 tahun. Setan ingin menggoda dan menjauhkannya (dari ibadah). Setan lantas pergi kepada seorang wanita dan membuat wanita itu menjadi gila. Wanita tersebut memiliki beberapa saudara. Setan berkata kepada saudara-saudaranya, “Coba kalian bawa saudara perempuan kalian kepada pendeta ini, di mana ia bisa mengobati saudara perempuan kalian.”

Lantas mereka membawa saudara perempuan mereka kepada rahib, kemudian diobatilah oleh rahib. Wanita itu terus berada dalam proses pengobatan dan berada di sisi rahib. Suatu saat, rahib tersebut berada di sisi wanita tadi. Lantas ketika itu ia tertarik dengannya, kemudian ia mendatangi dan menghamilinya. Kemudian tak berpikir lama, rahib tersebut membunuhnya. Saudara-saudara dari wanita tersebut pun datang. Setan lantas berkata pada rahib tersebut, “Aku ini temanmu, aku bisa membantumu, aku bisa melakukan sesuatu untukmu, namun taatlah padaku, aku akan lepaskan engkau dari masalahmu. Cukup engkau sujud kepadaku dengan sekali sujud.” Rahib tadi pun akhirnya sujud kepada setan. Setelah itu setan pun berkata, “Aku berpaling darimu. Aku sendiri sangat takut kepada Allah Rabbul ‘Alamin.” Itulah yang disebutkan dalam ayat,

كَمَثَلِ الشَّيْطَانِ إِذْ قَالَ لِلْإِنْسَانِ اكْفُرْ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ, فَكَانَ عَاقِبَتَهُمَا أَنَّهُمَا فِي النَّارِ خَالِدَيْنِ فِيهَا ۚوَذَٰلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ

“(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) shaitan ketika dia berkata kepada manusia: “Kafirlah kamu”, maka tatkala manusia itu telah kafir, maka ia berkata: “Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta Alam”.  Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa sesungguhnya keduanya (masuk) ke dalam neraka, mereka kekal di dalamnya. Demikianlah balasan orang-orang yang zalim.”(QS. Al-Hasyr: 16-17).LihatAl-Bidayah wa An-Nihayah. Cetakan Tahun 1436 H. Al-Hafizh Abul Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir Al-Qurasyi Ad-Dimasyqi. 3:44-46.

Pelajaran dari Kisah

Pertama: Jangan ikuti langkah setan

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (168) إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (169)

“Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah: 168-169)

Kedua: Setan adalah musuh manusia sehingga tidak boleh dijadikan teman, tidak boleh diikuti.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain.” (QS. Al-Maidah: 51)

Dalam ayat lain disebutkan pula,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang.” (QS. Al-Mumtahanah: 1)

Berarti dari sini, kita diperintahkan untuk mencari teman yang baik, bukan teman yang buruk yang menjadi temannya setan.

Ketiga: Setan mengajak pada dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar.

Yang dimaksud dengan as-suu’ dalam surah Al-Baqarah 168-169 adalah amalan kejelekan di bawah al-fahsya’. Adapun al-fahsya’ adalah dosa-dosa besar yang dianggap jelek oleh akal dan syari’at. Berarti as-suu’ adalah dosa kecil, sedangkan al-fahsya’ adalah dosa besar.

Kalau dalam diri kita ada niatan untuk melakukan dosa kecil maupun dosa besar, maka ketahuilah, itu adalah jalan setan. Maka mintalah pada Allah perlindungan dari maksiat atau dosa tersebut. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan maka berlindunglah kepada Allah.” (QS. Al-A’raf: 200)

Keempat: Setan sudah bersumpah akan menyesatkan manusia dari berbagai macam arah.

Allah Ta’ala berfirman,

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ﴿١٦﴾ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْۖوَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ

“Iblis menjawab, ‘Karena Engkau telah menghukumku tersesat, maka saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (QS. Al-A’raf: 16-17)

Kelima: Ada enam langkah setan dalam menyesatkan manusia.

Langkah pertama: Diajak pada kekafiran, kesyirikan, serta memusuhi Allah dan Rasul-Nya

Inilah langkah pertama yang ditempuh oleh setan, barulah ketika itu ia beristirahat dari rasa capeknya. Setan akan terus menggoda manusia agar bisa terjerumus dalam dosa pertama ini. Jika telah berhasil, pasukan dan bala tentara iblis akan diangkat posisinya menjadi pengganti iblis.

Langkah kedua: Diajak pada perbuatan bidah

Jika langkah pertama tidak berhasil, manusia diajak pada perbuatan bidah. Perbuatan ini lebih disukai oleh iblis daripada dosa besar atau pun maksiat lainnya. Karena bahaya bidah itu:

(1) membahayakan agama seseorang,

(2) membahayakan orang lain karena yang lainnya akan ikut-ikutan berbuat sesuatu yang tidak ada tuntunan,

(3) orang yang berbuat bidah akan sulit sadar untuk taubat karena ia merasa amalannya selalu benar,

(4) bidah itu menyelisihi ajaran Rasul,

(5) bidah juga mengajak untuk menyelisihi ajaran Rasul, hingga seseorang bisa terjerumus dalam kekafiran dan kesyirikan.

Setan yang menggoda seperti ini pun akan diangkat sebagai pembantu iblis jika telah berhasil menyesatkan manusia dalam hal ini.

Langkah ketiga: Diajak pada dosa besar (al-kabair)

Kalau langkah kedua tidak berhasil, setan akan mengajak manusia untuk melakukan dosa besar dengan berbagai macam bentuknya. Lebih-lebih jika pelaku dosa besar adalah seorang alim (berilmu) dan diikuti orang banyak. Setan lebih semangat lagi menyesatkan alim semacam itu supaya membuat manusia menjauh darinya. Maksiat semacam itu pun akan mudah tersebar. Bahkan akan dirasa pula bahwa maksiat itu malah mendekatkan diri kepada Allah.

Yang berhasil menyesatkan manusia dalam hal ini, dialah yang nanti akan menjadi pengganti iblis, tanpa ia sangka. Dosa besar lainnya yang dilakukan oleh orang lain masih lebih ringan dibanding dosa besar yang dilakukan oleh seorang alim. Jika bukan seorang alim beristigfar kepada Allah dan bertaubat, maka Allah akan menerima taubatnya, bahkan kejelekan yang ia perbuat akan diganti dengan kebaikan. Adapun dosa besar yang diperbuat seorang alim, maka kezaliman itu berlaku juga pada orang beriman lainnya, aurat dan kejelekannya akan terus dibuka. Ingatlah bahwa Allah dapat melihat apa yang ada dalam setiap jiwa.

Langkah keempat: Diajak dalam dosa kecil (ash-shaghair)

Jika setan gagal menjerumuskan dalam dosa besar, setan akan mengajak pada dosa kecil. Dosa kecil ini juga berbahaya.

Dalam hadits disebutkan, “Jauhilah oleh kalian dosa-dosa kecil. (Karena perumpamaan hal tersebut adalah) seperti satu kaum yang singgah di satu lembah…” (HR. Ahmad, 5:331, no. 22860. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih). Maksudnya adalah setiap orang dari kaum tersebut datang dengan kayu bakar hingga apinya pun menyala dan bertambah besar. Maka dosa kecil jangan dianggap remeh. Bisa jadi pelaku dosa besar yang penuh rasa takut lebih baik keadaannya dari pelaku dosa kecil (yang menganggap remeh dosa).

Langkah kelima: Disibukkan dengan perkara mubah (yang sifatnya boleh, tidak ada pahala dan tidak ada sanksi di dalamnya)

Karena sibuk dengan yang mubah mengakibatkan luput dari pahala. Jika setan tidak berhasil menggoda dalam tingkatan kelima ini, maka seorang hamba akan benar-benar tamak pada waktunya. Ia akan tahu bagaimanakah berharganya waktu. Ia pun tahu ada nikmat dan ada akibat jelek jika tidak menjaganya dengan baik.

Jika tidak mampu dalam langkah kelima, maka setan beralih pada langkah yang keenam.

Langkah keenam: Disibukkan dalam amalan yang kurang afdal, padahal ada amalan yang lebih afdal

Setan akan menggoda manusia supaya ia luput dari pahala amalan yang lebih utama dan ia terus tersibukkan dengan yang kurang afdal. Ia akan luput dari hal yang utama dan luput dari amalan yang utama. Setan akan mendorong untuk melakukan amalan yang kurang afdal, akhirnya ia menganggapnya itulah yang baik.

Langkah setan yang keenam ini jarang yang mau memperhatikannya. Karena kita ketika terdorong melakukan suatu kebaikan, maka pasti menganggapnya itu baik dan dianggap sebagai suatu qurbah (pendekatan diri kepada Allah). Hampir-hampir kita mengatakan bahwa hal semacam ini tidak mungkin didorong oleh setan karena setan tidak mungkin mengajak kepada kebaikan. Akhirnya kita menganggapnya pun baik dan menganggap bahwa ini semua didorong oleh Allah.

Kita bisa jadi tidak mengetahui kalau setan itu bisa mengajak pada 70 pintu kebaikan. Dari pintu-pintu tersebut ada satu pintu yang diarahkan pada kejelekan. Dan bisa pula kita dilalaikan dari kebaikan yang lebih besar dari 70 pintu tersebut, yaitu ada yang lebih utama dan ada yang lebih afdal. Yang mengenal hal ini hanyalah yang mendapatkan cahaya petunjuk dari Allah sehingga bisa mengenal bagaimanakah cara mengikuti Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan baik, juga bisa mengenal bagaimanakah tingkatan-tingkatan beramal secara prioritas.

Jika seorang hamba tidak mampu menjaga diri dari enam hal di atas, maka pasukan setan dari kalangan manusia dan jin akan mengganggunya dengan berusaha membuatnya kafir, sesat, dan terjerumus dalam bidah. Waspadalah!

Pembahasan di atas disarikan dari Badai’ Al-Fawaid karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, 2:799-802.

Keenam: Berobat dengan lawan jenis hanya ketika darurat.

Tetap didahulukan yang melakukan pengobatan pada pria adalah dari kalangan pria, begitu pula wanita dengan sesama wanita. Ketika aurat wanita dibuka, maka yang pertama didahulukan adalah dokter wanita muslimah, lalu dokter wanita kafir, lalu dokter pria muslim, kemudian dokter pria kafir. Jika cukup yang memeriksa adalah dokter wanita umum, maka jangalah membuka aurat pada dokter pria spesialis. Jika dibutuhkan dokter spesialis wanita lalu tidak didapati, maka boleh membuka aurat pada dokter spesialis pria.

Lihat penjelasan Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid dalam Fatawa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 5693.

Ketujuh: Kita jangan merasa percaya diri dengan ibadah kita yang banyak, apalagi jika jauh dari ilmu.

Kedelapan: Ahli ibadah dapat ditaklukkan dengan wanita.

Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا تَرَكْتُ بَعْدِى فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Aku tidak meninggalkan satu godaan pun yang lebih membahayakan para lelaki selain fitnah wanita.” (HR. Bukhari, no. 5096 dan Muslim, no. 2740)

Berdasarkan hadits di atas, Ibnu Hajar mengatakan bahwa wanita adalah godaan terbesar bagi para pria dibanding lainnya. (Fath Al-Bari, 9:138). Hal ini dikuatkan oleh firman Allah Ta’ala,

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita.” (QS. Ali Imran: 14)

Kesembilan: Berdoalah kepada Allah agar tidak terjerumus dalam zina.

Contoh yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamuntuk meminta perlindungan pada Allah agar tidak terjerumus dalam zina atau perselingkuhan.

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ سَمْعِى وَمِنْ شَرِّ بَصَرِى وَمِنْ شَرِّ لِسَانِى وَمِنْ شَرِّ قَلْبِى وَمِنْ شَرِّ مَنِيِّى

“ALLOHUMMA INNI A’UDZU BIKA MIN SYARRI SAM’II, WA MIN SYARRI BASHARII, WA MIN SYARRI LISANII, WA MIN SYARRI QALBII, WA MIN SYARRI MANIYYI”

(artinya: Ya Allah, aku meminta perlindungan pada-Mu dari kejelekan pada pendengaranku, dari kejelekan pada penglihatanku, dari kejelekan pada lisanku, dari kejelekan pada hatiku, serta dari kejelekan pada mani atau kemaluanku). (HR. An-Nasa’i, no. 5446; Abu Daud, no. 1551; Tirmidzi, no. 3492. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Semoga Allah beri taufik dan hidayah.

Referensi:

    Ahkam Al-Qur’an Al-Karim. Cetakan pertama, tahun 1428 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Madar Al-Wathan.
    Al-Bidayah wa An-Nihayah. Cetakan Tahun 1436 H. Al-Hafizh Abul Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir Al-Qurasyi Ad-Dimasyqi.
    Badai’ Al-Fawaid. Cetakan ketiga, Tahun 1433 H. Ibnul Qayyim. Penerbit Dar ‘Alam Al-Fawaid.
    Fatawa Al–Islam Sual wa Jawab. Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid.

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Sumber https://rumaysho.com/20536-barshisha-ahli-ibadah-yang-berzina-membunuh-akhirnya-sujud-pada-setan.html
 

Share:

💦💦TERSINGKAPNYA BETIS BIDADARI💦💦

Macam-macam Alasan Dinikahkan dengan Bidadari di Surga – IslamposPada zaman Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa aali wasallam, hiduplah seorang pemuda yang bernama Zahid, yang berumur 35 tahun, namun belum juga menikah.
Dia tinggal di Suffah (teras) masjid Madinah.

Ketika sedang mengasah pedangnya, tiba-tiba Rasulullah Saw datang dan mengucapkan salam. Zahid kaget dan menjawabnya agak gugup.

“Wahai saudaraku Zahid…selama ini engkau sendiri saja,” Rasulullah Saw menyapa.

“Allah bersamaku ya Rasulullah,” kata Zahid, sambil tertunduk tak kuasa melihat kharismatik wajah Beliau.

“Maksudku kenapa engkau selama ini membujang saja, apakah engkau tidak ingin menikah…,?” Tanya Rasulullah Saw.

Zahid menjawab, “Ya Rasulullah, aku ini seorang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap dan wajahku tak tampan, siapa yang mau dengan diriku ya Rasulullah?”

”Asal engkau mau, itu urusan yang mudah.” Kata Rasulullah Saw sambil tersenyum.

Kemudian Rasulullah Saw memerintahkan Sahabatnya untuk membuat surat yang isinya adalah melamar wanita yang bernama Zulfah binti Said, anak seorang bangsawan Madinah yang terkenal kaya raya dan terkenal sangat cantik jelita.

Setelah surat itu selesai ditulis, maka Rasulullah memberikan surat tersebut kepada Zahid dan memerintahkan agar segera mendatangi rumah Said dan menyerahkan surat lamaran tersebut kepadanya.

Disebabkan di rumah Said sedang ada tamu, maka Zahid setelah memberikan salam kemudian memberikan surat tersebut dan diterima di depan rumah Said.

“Wahai saudaraku Said, aku membawa surat dari Rasulullah yang mulia diberikan untukmu saudaraku.”

Said menjawab, “Wah, ini adalah suatu kehormatan buatku.”

Lalu surat itu dibuka dan dibacanya. Ketika membaca surat tersebut, Said agak terperanjat karena tradisi Arab perkawinan yang selama ini biasanya seorang bangsawan harus kawin dengan keturunan bangsawan dan yang kaya harus kawin dengan orang kaya.

Akhirnya Said bertanya kepada Zahid, “Wahai saudaraku, betulkah surat ini dari Rasulullah?”

Zahid menjawab, “Apakah engkau pernah melihat aku berbohong...”

Dalam suasana yang seperti itu Zulfah datang dan berkata, “Wahai ayah, kenapa sedikit tegang terhadap tamu ini… bukankah lebih baik di persilahkan masuk?”

“Wahai anakku, ini adalah seorang pemuda yang sedang melamar engkau supaya engkau menjadi istrinya,” kata ayahnya.

Di saat Zulfah melihat Zahid, sambil menangis ia berkata,
“Wahai ayah, banyak pemuda yang tampan dan kaya raya semuanya menginginkan aku, aku tak mau dengan dia ayah..!”

Zulfah merasa dirinya terhina.

Maka Said berkata kepada Zahid, “Wahai saudaraku, engkau tahu sendiri anakku tidak mau…bukan aku menghalanginya dan sampaikan kepada Rasulullah bahwa lamaranmu ditolak.”

Mendengar nama Rasul disebut ayahnya, Zulfah berhenti menangis dan bertanya kepada ayahnya, “Wahai ayah, mengapa membawa-bawa nama Rasulullah?”

Akhirnya Said berkata, “Lamaran kepada dirimu ini adalah perintah Rasulullah.”

Zulfah kaget kemudian beristighfar beberapa kali,
أَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ الْعَظِيْمَ...أَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ الْعَظِيْمَ...أَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ الْعَظِيْمَ...
Ia menyesal atas kelancangan perbuatannya itu. Seketika ia berkata kepada ayahnya, “Wahai ayah, kenapa tidak sejak tadi ayah berkata bahwa yang melamar ini Rasulullah, kalau begitu segera aku harus dinikahkan dengan pemuda ini.
Karena aku ingat firman Allah dalam Al-Qur’an surah An Nur:

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (النور ٥١)
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka diminta Allah dan Rasul-Nya agar Rasul yang mengadili (mengambil keputusan ) diantara mereka, ucapan yang muncul hanyalah : Kami mendengar, dan kami patuh/taat”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."
(QS. An Nur 24:Ayat 51)”

Zahid pada hari itu merasa jiwanya melayang-layang ke angkasa dan baru kali ini merasakan bahagia yang tiada taranya, dan segera melangkah pulang.

Sampai di masjid ia bersujud syukur. Rasulullah yang mulia tersenyum melihat gerak-gerik Zahid yang berbeda dari biasanya.

“Bagaimana Zahid?”

“Alhamdulillah lamarannya diterima ya Rasulallah,” jawab Zahid.

“Apakah sudah ada persiapan?”

Zahid menundukkan kepala sambil berkata, “Ya Rasulallah, aku tidak memiliki apa-apa.”

Akhirnya Rasulullah menyuruhnya pergi ke beberapa sahahbat untuk membantunya mendapatkan uang untuk menikah.

Setelah mendapatkan uang yang cukup banyak, Zahid pergi ke pasar untuk membeli perlengkapan perkawinan.

Tak lama kemudian setibanya di pasar, bersamaan itu pula ada pengumuman Jihad untuk perang melawan orang kafir yang mau menyerang masyarakat muslim Madinah.

Zahid Mulai bingung untuk menentukan sikap, menikah atau berjuang demi Agama Allah.

Akhirnya dia mencoba kembali lagi ke masjid. Ketika Zahid sampai di masjid, dia melihat kaum Muslimin sudah siap-siap dengan perlengkapan senjata, Zahid bertanya, “Ada apa ini?”

Sahabat menjawab, “Wahai Zahid, hari ini orang kafir akan menghancurkan kita, apakah engkau tidak mengetahui?”

Zahid istighfar beberapa kali sambil berkata, “Wah jika begitu uang untuk menikah ini akan aku belikan baju besi dan kuda yg terbaik, aku lebih memilih jihad bersama Rasulullah dan menunda pernikahan ini."

Para sahabat menasihatinya, “Wahai Zahid, nanti malam kamu berbulan madu, tetapi engkau malah hendak berperang?”

Zahid menjawab dengan tegas, “Hatiku sudah mantap untuk bersama Al Musthafa Rasulullah pergi berjihad.”

Lalu Zahid membacakan ayat AlQur'an di hadapan sahabat Nabi:

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ (التوبة ٢٤)
“Katakanlah, Jika bapak -bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum kerabatmu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu kuatiri kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai , itu semua lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya (dengan) berjihad di jalan-Nya. Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. At Taubah, 9:24).

Akhirnya Zahid maju ke medan pertempuran. Dengan hebatnya beliau bertempur, banyak dari kaum kafirin tewas di tangannya dan pada akhirnya beliau mendapatkan syahid. Gugur demi membela agama Allah dan Rasulullah. . .

Peperangan telah usai, kemenangan direbut oleh Rasul dan pasukannya.

Senja yang penuh dengan keberkahan ketika Rasullullah memeriksa satu persatu yang telah gugur di jalan Allah, sebagai Syuhada Allahu azza wajalla.

Nampak dari kejauhan sosok pemuda yg bersimbah darah dengan luka bekas sasatan pedang.

Rasulullah menghampiri jasad pemuda itu sambil meletakkan kepalanya di pangkuan manusia agung ini. Habiballah
memeluknya sambil menangis tersedu-sedu, "Bukankah engkau ya Zahid yg hendak menikah malam ini ??"
Tapi engkau memilih keridhaan Allah, berjihad bersamaku."

Tak lama kemudian Rasulullah tersenyum sembari memalingkan muka ke sebelah kiri karena malu.
Disebabkan karena ternyata sesosok bidadari cantik dari Surga menjemput Ruh mulia pemuda ini, dan tak sengaja gaunnya tersingkap hingga betisnya yang indah terlihat.
Ini yang membuat Rasulullah malu.

Rasulullah berkata, “Hari ini Zahid berbulan madu dengan bidadari yang lebih cantik daripada Zulfah.”

Lalu Rasulullah membacakan Al-Qur’an;

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ * فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (آل عمران ١٦٩ - ١٧٠)
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, sejatinya mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka dalam keadaan bahagia disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal dibelakang yang belum menyusul mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati."
(QS. Ali Imran, 3:169-170.)

Pada saat itulah para sahabat meneteskan air mata, dan Zulfah pun berkata,
“Ya Allah, alangkah bahagianya calon suamiku itu, jika aku tidak dapat mendampinginya di dunia, maka izinkanlah aku mendampinginya di akhirat.”
 
 
 
Waallahu A'lam
Semoga bermanfa'at.
Share:

Mengenal Mariyah Al-Qibtiyah

Inilah 16 Taman Bunga Yang Indah di Jepang Yang Wajib Dikunjungi Wisatawan  | Japanesestation.com
Seorang wanita asal Mesir yang dihadiahkan oleh Muqauqis, penguasa Mesir, kepada Rasulullah tahun 7 H. Setelah dimerdekakan lalu dinikahi oleh Rasulullah dan mendapat seorang putra bernama Ibrahim. Sepeninggal Rasulullah dia dibiayai oleh Abu Bakar kemudian Umar dan meninggal pada masa kekhalifahan Umar.


Dari Mesir ke Yastrib

Tentang nasab Mariyah, tidak banyak yang diketahui selain nama ayahnya. Nama lengkapnya adalah Mariyah binti Syama’un dan dilahirkan di dataran tinggi Mesir yang dikenal dengan nama Hafn. Ayahnya berasal dan Suku Qibti, dan ibunya adalah penganut agama Masehi Romawi. Setelah dewasa, bersama saudara perempuannya, Sirin, Mariyah dipekerjakan pada Raja Muqauqis.

Rasulullah mengirim surat kepada Muqauqis melalui Hatib bin Abi Baltaah, rnenyeru raja agar memeluk Islam. Raja Muqauqis menerima Hatib dengan hangat, namun dengan ramah dia menolak memeluk Islam, justru dia mengirimkan Mariyah, Sirin, dan seorang budak bernama Maburi, serta hadiah-hadiah hasil kerajinan dari Mesir untuk Rasulullah. Di tengah perjalanan, Hatib rnerasakan kesedihan hati Mariyah karena harus meninggalkan kampung halamannya. Hatib menghibur mereka dengan menceritakan tentang Rasulullah dan Islam, kemudian mengajak mereka memeluk Islam. Mereka pun menerirna ajakan tersebut.

Rasulullah telah menerima kabar penolakan Muqauqis dan hadiahnya, dan betapa terkejutnya Rasulullah terhadap budak pemberian Muqauqis itu. Beliau mengambil Mariyah untuk dirinya dan menyerahkan Sirin kepada penyairnya, Hasan bin Tsabit. Istri-istri Nabi yang lain sangat cemburu atas kehadiran orang Mesir yang cantik itu sehingga Rasulullah harus menitipkan Mariyah di rumah Haritsah bin Nu’man yang terletak di sebelah masjid.

Ibrahim bin Muhammad

Allah menghendaki Mariyah al-Qibtiyah melahirkan seorang putra Rasulullah setelah Khadijah radhiallahu ‘anha. Betapa gembiranya Rasulullah mendengar berita kehamilan Mariyah, terlebih setelah putra-putrinya, yaitu Abdullah, Qasim, dan Ruqayah meninggal dunia.

Mariyah mengandung setelah setahun tiba di Madinah. Kehamilannya membuat istri-istri Rasul cemburu karena telah beberapa tahun mereka menikah, namun tidak kunjung dikaruniai seorang anak pun. Rasulullah menjaganya dan kandungannya dengan sangat hati-hati. Pada bulan Dzulhijjah tahun kedelapan hijrah, Mariyah melahirkan bayinya yang kemudian Rasulullah memberinya nama Ibrahim demi mengharap berkah dari nama bapak para nabi, Ibrahim ‘alaihissalam. Lalu beliau memerdekakan Mariyah sepenuhnya. Kaum muslimin menyambut kelahiran putra Rasulullah dengan gembira.

Akan tetapi, di kalangan istri Rasul lainnya api cemburu tengah membakar, suatu perasaan yang Allah ciptakan dominan pada kaum wanita. Rasa cemburu semakin tampak bersamaan dengan terbongkarnya rahasia pertemuan Rasulullah dengan Mariyah di rumah Hafshah, sedangkan Hafshah tidak berada di rumahnya. Hal ini menyebabkan Hafshah marah. Atas kemarahan Hafshah itu Rasulullah mengharamkan Mariyah atas diri beliau. Kaitannya dengan hal itu, Allah telah menegur lewat firman-Nya (yang artinya),

“Hai Muhammad, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “ (Q.S. At-Tahriim:1)

Aisyah mengungkapkan rasa cemburunya kepada Mariyah, “Aku tidak pernah cemburu kepada wanita kecuali kepada Mariyah karena dia berparas cantik dan Rasulullah sangat tertarik kepadanya. Ketika pertama kali datang, Rasulullah menitipkannya di rumah Haritsah bin Nu’man al-Anshari, lalu dia menjadi tetangga kami. Akan tetapi, beliau sering kali di sana siang dan malam. Aku merasa sedih. Oleh karena itu, Rasulullah memindahkannya ke kamar atas, tetapi beliau tetap mendatangi tempat itu. Sungguh, itu lebih menyakitkan bagi karni.” Di dalam riwayat lain dikatakan bahwa Aisyah berkata, “Allah memberinya anak, sementara kami tidak dikaruni anak seorang pun.”

Beberapa orang dari kalangan golongan munafik menuduh Mariyah telah melahirkan anak hasil perbuatan serong dengan Maburi, budak yang menemaninya dari Mesir d

an kemudian menjadi pelayan bagi Mariyah. Akan tetapi, Allah membukakan kebenaran untuk diri Mariyah setelah Ali radhiallahu ‘anhu menemui Maburi dengan pedang terhunus. Maburi menuturkan bahwa dirinya adalah laki-laki yang telah dikebiri oleh raja.

Pada usianya yang kesembilan belas bulan, Ibrahim jatuh sakit sehingga meresahkan kedua orang tuanya. Mariyah bersama Sirin senantiasa menunggui Ibrahim. Suatu malarn, ketika sakit Ibrahim bertambah parah, dengan perasaan sedih Nabi bersama Abdurrahman bin Auf pergi ke rumah Mariyah. Ketika Ibrahim dalam keadaan sekarat, Rasulullah bersabda, “Kami tidak dapat menolongmu dari kehendak Allah, wahai Ibrahim.”

Tanpa beliau sadari, air mata telah bercucuran. Ketika Ibrahim meninggal dunia, beliau kembali bersabda,

“Wahai Ibrahim, seandainya ini bukan penintah yang haq, janji yang benar, dan masa akhir kita yang menyusuli masa awal kita, niscaya kami akan merasa sedih atas kematianmu lebih dari ini. Kami semua merasa sedih, wahai Ibrahim… Mata kami menangis, hati kami bersedih, namun kami tidak akan mengucapkan sesuatu yang menyebabkan murka Allah.”

Demikianlah keadaan Nabi ketika menghadapi kematian putranya. Walaupun tengah berada dalam kesedihan, beliau tetap berada dalam jalur yang wajar sehingga tetap menjadi contoh bagi seluruh manusia ketika menghadapi cobaan besar. Rasulullah mengurus sendiri jenazah anaknya kemudian beliau menguburkannya di Baqi’.

Saat Wafatnya

Setelah Rasulullah wafat, Mariyah hidup menyendiri dan menujukan hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah. Dia wafat lima tahun setelah wafatnya Rasulullah, yaitu pada tahun ke-46 hijrah, pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Khalifah sendiri yang menyalati jenazah  Mariyah al-Qibtiyah, kemudian dikebumikan di Baqi’. Semoga Allah menempatkannya pada kedudukan yang mulia dan penuh berkah. Amin.

Sumber: Buku Dzaujatur-Rasulullah, karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh (ahlulhadist.wordpress.com)



Share:

UMAR bin KHATTAB di KOTA JERUSALEM (PALESTINA)

Morocco's Sahara Desert in January: Travel Tips, Weather, and More | kimkim
Tahun 638 Masehi pasukan Muslim dibawah pimpinan 3 orang panglima mengepung Jerusalem  selama 3 bulan. Uskup kota Jerusalem akhir nya mengutus kurir menemui panglima muslim dan menyatakan bhw mereka akan membuka gerbang kota dan menyerahkan Jerusalem ke tangan muslim dengan syarat, bahwa kunci kota Jerusalem hanya akan diserahkan kepada pimpinan muslim yg tertinggi (khalifah).

Dibawah ini adl kisah Umar bin Khattab (yang saat itu adalah khalifah umat muslim) menerima kunci kota Jerusalem.

----------------
Musim dingin di tahun 638 Masehi masih membekukan udara, namun warga kota Jerusalem sejak pagi hingga siang tak mempedulikan rasa dingin. Hampir seluruh warga Jerusalem telah mengerti bahwa mereka akan baik baik saja. Penakluk yang baru ini justru memberi mereka harapan yang sebelum nya tak pernah terpikirkan ketika berada dibawah kekuasaan Romawi.

Hati mereka gembira, dan membayangkan iring iringan "Kaisar Arab" akan memasuki kota dengan gagahnya.. Kuda kuda terbaik yang ditunggangi tentara berbaju besi. Gambaran dramatis setiap penaklukan telah lebih dulu terbayang dikepala orang orang.

Lalu..... inilah yg terjadi kemudian.

Apa yg kemudian nampak sama sekali tak pernah terbayang dalam mimpi yg paling miskin sekalipun. Dari pintu gerbang kota yg tinggi menjulang, muncul sang Khalifah yg menjadi syarat utama jika Jerusalem hendak menyerah (Uskup pernah menyampaikan syarat kepada pasukan Muslim yang berada di luar Dinding kota Jerusalem, bahwa Jerusalem baru akan membuka pintu apabila yang menerima penyerahan adalah Khalifah Umar).

Seekor keledai melenggang perlahan menuju bukit Golgota dengan seorang tua yang berjalan di depannya sambil menebar senyum ke orang orang yg berjejalan. Orang tua itu berbaju sederhana penuh tambalan dan berserban berwarna suram. Masyarakat yang melihat pemandangan ini langsung bertanya dalam hati "Inikah Lelaki yang paling berkuasa di Timur dan Barat? Penakluk Persia dan Romawi?"

Di bukit GOLGOTA Uskup Sophoronus terdiam tubuh nya. Pelupuk matanya berlinang air mata, kemudian dia berkata kepada orang disekitarnya "Sungguh ini adalah kesahajaan dan kegetiran yg telah di khabarkan oleh Nabi Daniel ketika dia datang ke tempat ini ".

Sang Khalifah segera sampai di depan Gereja Makam Kristus. Sang Uskup menghampirinya. "Salam untukmu, wahai Khalifah".. Umar pun balas menjawab "Begitu juga bagimu, Wahai Uskup".

Dari tempat nya berdiri Umar menatap ke arah penduduk Palestina yg berkumpul dikejauhan yg senyap suaranya. Barulah ketika Umar melambaikan tangan sebagai ungkapan salam, orang orang yang semula tak berani bersuara, bersorak gembira… Telah lepas seluruh beban di dada, …. Keterkekangan sepanjang usia mereka,….  lolos dari pendudukan Romawi.

Umar bertanya kepada Uskup,"Telah pahamkah penduduk Jerusalem terhadap surat yang aku kirim." Sophoronus, sang Uskup menjawab,"Benar Khalifah, telah tersebar kabar tentang murah hatinya engkau dan pasukan mu. Ini sungguh sebuah perjanjian damai yang Indah".

Umar diajak meninjau Gereja Makam Kristus, Umar mengangguk mengiyakan tawaran Uskup. Mereka lantas berjalan beriringan memasuki gereja. Umar mencermati detail bangunan sambil mendengarkan penjelasan Uskup.. Tak lama kemudian Umar menimbang waktu dan berkata, “Kurasa sudah tiba waktunya bagi kami untuk sembahyang Zhuhur, Uskup". "Sembahyang? Uskup tampak tanggap dan tidak Kikuk. "Silahkan pergunakan ruangan yang engkau mau Khalifah, kami tidak berkeberatan”.

"Terimakasih atas tawaranmu Uskup" Umar tersenyum sambil geleng geleng kepala "Tapi, jika aku mendirikan sholat di dalam gereja ini, aku khawatir orang orang Islam nantinya akan menduduki gereja ini dan menjadikan nya sebagai mesjid, Bukan itu tujuan kami kesini".

Apakah diantara para pembaca ada yang mau tau apa isi surat yg dikirim Khalifah Umar kepada Uskup Jerusalem? Inilah surat nya ::
------------------------------------
Bismillahirrahmanirrahim.
Ini adalah jaminan yang telah diberikan hamba Allah,Umar, pemimpin umat Muslim, kepada penduduk Jerusalem.

Bahwa Umar  telah memberi jaminan mengenai keamanan bagi jiwa mereka, untuk harta mereka, untuk gereja dan salib mereka, untuk sakit dan sehatnya kota, serta untuk ibadah mereka.

Gereja gereja mereka tidak akan ditempati oleh orang orang Muslim, juga tidak akan pernah dirusak, tidak boleh ada satu apapun yang dikurangi dari dalam gereja itu atau dari lingkungan disekitarnya, baik Salib, harta benda, dan semua harta milik mereka.

Kaum Nasrani tidak akan dipaksa untuk beralih memeluk agama Islam, dan tidak pula orang Yahudi yang hidup bersama mereka di Jerusalem. Penduduk Jerusalem harus membayar Jizyah (pajak) sebagaimana penduduk kota lainnya.

Jerusalem harus mengusir orang orang Byzantium dan para perampok. Para penduduk Jerusalem yang ingin pergi membawa harta mereka akan dijamin sampai tujuan dengan selamat.

Para penduduk desa boleh tinggal di kota bila mereka menginginkannya, dengan ketentuan membayar Jizyah sebagaimana warga lainnya. Jizyah mereka tidak boleh ditarik sebelum tiba masa panen.

Yang tertera dalam surat ini adalah perjanjian Allah, dibawah tanggung jawab Nabi, sang Khalifah, dan orang orang Mukmin.
---------------------------------------

Umar benar benar menatap Uskup Sophoronus dengan penuh perhatian. "Teruskanlah hidup dan beribadah sesuka kalian, tetapi ketahuilah bahwa mulai sekarang, kami umat Islam akan hidup diantara kalian. Beribadah dengan cara kami, dan menetapkan contoh yg baik. Jika kalian menyukai yang kalian lihat, bergabunglah dengan kami, jika tidak tak mengapa, Allah telah mengatakan kepada kami, tidak ada paksaan dalam Agama"

Siang itu Umar sholat di sebuah tempat dimana terdapat reruntuhan Haikal Nabi Sulaiman. Reruntuhan Khenizah Allah telah begitu dilupakan, padahal dia mendengar Nabi berkisah tentang diri Nya menjadi imam bagi para nabi dalam sebuah mesjid ditempat itu yang disebut Nabi sebagai Mesjid Aqsha.

Umar segera membersihkan tempat itu dan sholat di tempat itu. Ditanah Kristen itu, Umar menemui Tuhan nya dengan cara sang Nabi mengajarinya.

SELESAI

Sebagai informasi tambahan :

Beru baru ini saya berkesempatan mengunjungi Palestina / Jerusalem di Negara Israel. Dan berkesempatan juga sholat di Mesjid Al Aqsha.

Mesjid al Aqsha ternyata ber kubah warna hitam, sedangkan di dekat mesjid ada Bangunan berkubah emas yg dikenal dengan nama Bangunan As Shakra (kubah Batu / Dome Of The Rock). Kedua bangunan tsb, mesjid dan qubah batu berada di dalam reruntuhan Haikal Nabi Sulaiman yg skrg di sebut sbg wilayah Al Haram Al Syarif.

Banyak umat muslim zaman sekarang menyangka bahwa bangunan ber kubah emas itulah yg merupakan mesjid Al Aqsha. Padahal ketika saya kesana, melihatndengan mata kepala sendiri tak ada ruangan didalam bangunan kubah emas itu yg cukup besar utk melakukan Shalat berjemaah.

Wktu Umar bin Khattab berniat membangun kembali Mesjid Al Aqsha, beliau menarik poros antara Mesjid Al Haram di Mekkah dan Batu As Shakrah (saat itu belum ada bangunan kubah emas, yang ada hanyalah batu yang dijadikan tempat berpijak nabi ketika mau melaksanakan perjalanan Miraj.

Dinporos antara mesjid al Haram (mekkah) dan batu As shakrah itulah Umat membangun Mesjid al Aqsha. Dan mengarahkan kiblat nya ke Mesjid al Haram (Kabbah). Krm menghadap ke Mesjid al Haram di Mekkah maka otomatis memunggungi As-Shaqrah Bangunan berkubah emas.

Dengan demikian orang yg sholat di dalam Mesjid Al Aqsha mengarah ke Kabbah sbg kiblat nya. 
Share:

Hafshah binti Umar bin Khaththab

Mawar, Bunga yang Indah Dipandang dan Enak Dimakan
Hafshah binti Umar bin Khaththab adalah putri seorang laki-laki yang terbaik dan mengetahui hak-hak Allah dan kaum muslimin. Umar bin Khaththab adalah seorang penguasa yang adil dan memiliki hati yang sangat khusyuk. Pernikahan Rasulullah dengan Hafshah merupakan bukti cinta kasih beliau kepada mukminah yang telah menjanda setelah ditinggalkan suaminya, Khunais bin Hudzafah as-Sahami, yang berjihad di jalan Allah, pernah berhijrah ke Habasyah, kemudian ke Madinah, dan gugur dalam Perang Badar. Setelah suami anaknya meninggal, dengan perasaan sedih, Urnar menghadap Rasulullah untuk mengabarkan nasib anaknya yang menjanda. Ketika itu Hafshah berusia delapan belas tahun. Mendengar penuturan Umar, Rasulullah memberinya kabar gembira dengan mengatakan bahwa beliau bersedia menikahi Hafshah.

Jika kita menyebut narna Hafshah, ingatan kita akan tertuju pada jasa-jasanya yang besar terhadap kaum muslimin saat itu. Dialah istri Nabi yang pertama kali menyimpan Al-Qur’an dalam bentuk tulisan pada kulit, tulang, dan pelepah kurma, hingga kemudian menjadi sebuah kitab yang sangat agung.

Nasab dan Masa Petumbuhannya

Nama lengkap Hafshah adalah Hafshah binti Umar bin Khaththab bin Naf’al bin Abdul-Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurt bin Rajah bin Adi bin Luay dari suku Arab Adawiyah. Ibunya adalah Zainab binti Madh’un bin Hubaib bin Wahab bin Hudzafah, saudara perempuan Utsman bin Madh’un. Hafshah dilahirkan pada tahun yang sangat terkenal dalam sejarah orang Quraisy, yaitu ketika Rasullullah . memindahkan Hajar Aswad ke tempatnya semula setelah Ka’bah dibangun kembali setelah roboh karena banjir. Pada tahun itu juga dilahirkan Fathimah az-Zahra, putri bungsu Rasulullah dari empat putri, dan kelahirannya disambut gembira oleh beliau. Beberapa hari setelah Fathimah lahir, lahirlah Hafshah binti Umar bin Khaththab. Mendengar bahwa yang lahir adalah bayi wanita, Umar sangat berang dan resah, sebagaimana kebiasaan bapak-bapak Arab Quraisy ketika mendengar berita kelahiran anak perempuannya. Waktu itu mereka menganggap bahwa kelahiran anak perempuan telah membawa aib bagi keluarga. Padahal jika saja ketika itu Umar tahu bahwa kelahiran anak perempuannya akan membawa keberuntungan, tentu Umar akan menjadi orang yang paling bahagia, karena anak yang dinamai Hafshah itu kelak menjadi istri Rasulullah. Di dalam Thabaqat, Ibnu Saad berkata, “Muhammad bin Umar berkata bahwa Muhammad bin Zaid bin Aslam, dari ayahnya, dari kakeknya, Umar mengatakan, ‘Hafshah dilahirkan pada saat orang Quraisy membangun Ka’bah, lima tahun sebe1um Nabi diutus menjadi Rasul.”

Sayyidah Hafshah radhiallahu ‘anha dibesarkan dengan mewarisi sifat ayahnya, Umar bin Khaththab. Dalam soal keberanian, dia berbeda dengan wanita lain, kepribadiannya kuat dan ucapannya tegas. Aisyah melukiskan bahwa sifat Hafshah sama dengan ayahnya. Kelebihan lain yang dimiliki Hafshah adalah kepandaiannya dalarn membaca dan menulis, padahal ketika itu kemampuan tersebut belum lazim dimiliki oleh kaum perempuan.

Memeluk Islam

Hafshah tidak termasuk ke dalam golongan orang yang pertama masuk Islam, karena ketika awal-awal penyebaran Islam, ayahnya, Umar bin Khaththab, masih menjadi musuh utama umat Islam hingga suatu hari Umar tertarik untuk masuk Islam. Ketika suatu waktu Umar mengetahui keislaman saudara perempuannya, Fathimah dan suaminya Said bin Zaid, dia sangat marah dan berniat menyiksa mereka. Sesampainya di rumah saudara perempuannya, Umar mendengar bacaan Al-Qur’an yang mengalun dan dalam rumah, dan memuncaklah amarahnya ketika dia memasuki rumah tersebut. Tanpa ampun dia menampar mereka hingga darah mengucur dari kening keduanya. Akan tetapi, hal yang tidak terduga terjadi, hati Umar tersentuh ketika meihat darah mengucur dari dahi adiknya, kemudian diambilnyalah Al Qur’an yang ada pada mereka. Ketika selintas dia membaca awal surat Thaha, terjadilah keajaiban. Hati Umar mulai diterangi cahaya kebenaran dan keimanan. Allah telah mengabulkan doa Nabi yang mengharapkan agar Allah membuka hati salah seorang dari dua Umar kepada Islam. Yang dimaksu

d Rasulullah dengan dua Umar adalah Amr bin Hisyam atau lebih dikenal dengan Abu Jahl dan Umar bin Khaththab.

Setelah kejadian itu, dari rumah adiknya dia segera menuju Rasulullah dan menyatakan keislaman di hadapan beliau, Umar bin Khaththab bagaikan bintang yang mulai menerangi dunia Islam, serta mulai mengibarkan bendera jihad dan dakwah hingga beberapa tahun setelah Rasulullah wafat. Setelah menyatakan keislaman, Umar bin Khaththab segera menemui sanak keluarganya untuk mengajak mereka memeluk Islam. Seluruh anggota keluarga menerima ajakan Umar, termasuk di dalamnya Hafshah yang ketika itu baru berusia sepuluh tahun.

Menikah dan Hijrah ke Madinah

Keislaman Umar membawa keberuntungan yang sangat besar bagi kaum muslimin dalam menghadapi kekejaman kaum Quraisy. Kabar keislaman Umar ini memotivasi para muhajirin yang berada di Habasyah untuk kembali ke tanah asal mereka setelah sekian lama ditinggalkan. Di antara mereka yang kembali itu terdapat seorang pemuda bernama Khunais bin Hudzafah as-Sahami. Pemuda itu sangat mencintai Rasulullah sebagaimana dia pun mencintai keluarga dan kampung halamannya. Dia hijrah ke Habasyah untuk menyelamatkan diri dan agamanya. Setibanya di Mekah, dia segera mengunjungi Umar bin Khaththab, dan di sana dia melihat Hafshah. Dia meminta Umar untuk menikahkan dirinya dengan Hafshah, dan Umar pun merestuinya. Pernikahan antara mujahid dan mukminah mulia pun berlangsung. Rumah tangga mereka sangat berbahagia karena dilandasi keirnanan dan ketakwaan.

Ketika Allah menerangi penduduk Yatsrib sehingga memeluk Islam, Rasulullah menemukan sandaran baru yang dapat membantu kaum muslimin. Karena itulah beliau mengizinkan kaum muslimin hijrah ke Yatsrib untuk menjaga akidah mereka sekaligus menjaga mereka dan penyiksaan dan kezaliman kaum Quraisy. Dalam hijrah ini, Hafshah dan suaminya ikut serta ke Yatsrib.

Cobaan dan Ganjaran

Setelah kaum muslimin berada di Madinah dan Rasulullah berhasil menyatukan mereka dalam satu barisan yang kuat, tiba saatnya bagi mereka untuk menghadapi orang musyrik yang telah memusuhi dan mengambil hak mereka. Selain itu, perintah Allah untuk berperang menghadapi orang musyrik sudah tiba.

Peperangan pertama antara umat Islam dan kaum musyrik Quraisy adalah Perang Badar. Dalam peperangan ini, Allah telah menunjukkan kemenangan bagi hamba- hamba-Nya yang ikhlas sekalipun jumlah mereka masih sedikit. Khunais termasuk salah seorang anggota pasukan muslimin, dan dia mengalami luka yang cukup parah sekembalinya dari peperangan tersebut. Hafshah senantiasa berada di sisinya dan mengobati luka yang dideritanya, namun Allah berkehendak memanggil Khunais sebagai syahid dalam peperangan pertama melawan kebatilan dan kezaliman, sehingga Hafshah menjadi janda. Ketika itu usia Hafshah baru delapan belas tahun, namun Hafshah telah memiliki kesabaran atas cobaan yang menimpanya.

Umar sangat sedih karena anaknya telah menjadi janda pada usia yang sangat muda, sehingga dalam hatinya terbetik niat untuk menikahkan Hafshah dengan seorang muslim yang saleh agar hatinya kembali tenang. Untuk itu dia pergi ke rumah Abu Bakar dan meminta kesediaannya untuk menikahi putrinya. Akan tetapi, Abu Bakar diam, tidak menjawab sedikit pun. Kemudian Umar menemui Utsman bin Affan dan meminta kesediaannya untuk menikahi putrinya. Akan tetapi, pada saat itu Utsman masih berada dalam kesedihan karena istrinya, Ruqayah binti Muhammad, baru meninggal. Utsman pun menolak permintaan Umar. Menghadapi sikap dua sahabatnya, Umar sangat kecewa, dan dia bertambah sedih karena memikirkan nasib putrinya. Kemudian dia menemui Rasulullah dengan maksud mengadukan sikap kedua sahabatnya. Mendengar penuturan Umar, Rasulullah bersabda, “Hafshah akan menikah dengan seseorang yang lebih baik daripada Utsman dan Abu Bakar. Utsman pun akan menikah dengan seseorang yang lebih baik daripada Hafshah.” Semula Umar tidak memahami maksud ucapan Rasulullah, tetapi karena kecerdasan akalnya, dia kemudian memahami bahwa Rasulullah yang akan meminang putrinya.

Umar merasa sangat terhormat mendengar niat Rasulullah untuk menikahi put

rinya, dan kegembiraan tampak pada wajahnya. Umar langsung menernui Abu Bakar untuk mengutarakan maksud Rasulullah. Abu Bakar berkata, “Aku tidak bermaksud menolakmu dengan ucapanku tadi, karena aku tahu bahwa Rasulullah telah menyebut-nyebut nama Hafshah, namun aku tidak mungkin membuka rahasia beliau kepadamu. Seandainya Rasulullah membiarkannya, tentu akulah yang akan menikahi Hafshah.” Umar baru memahami mengapa Abu Bakar menolak menikahi putrinya. Sedangkan sikap Utsman hanya karena sedih atas meninggalnya Ruqayah dan dia bermaksud menyunting saudaranya, Ummu Kultsum, sehingga nasabnya dapat terus bersambung dengan Rasulullah. Setelah Utsman menikah dengan Ummu Kultsum, dia dijuluki dzunnuraini (pemilik dua cahaya). Pernikahan Rasulullah dengan Hafshah lebih dianggap sebagai penghargaan beliau terhadap Umar, di samping juga karena Hafshah adalah seorang janda seorang mujahid dan muhajir, Khunais bin Hudzafah as-Sahami.

Berada di Rumah Rasulullah

Di rumah Rasulullah, Hafshah menempati kamar khusus, sama dengan Saudah binti Zum’ah dan Aisyah binti Abu Bakar. Secara manusiawi, Aisyah sangat mencemburui Hafshah karena mereka sebaya, lain halnya Saudah binti Zum’ah yang menganggap Hafshah sebagai wanita mulia putri Umar bin Khaththab, sahabat Rasulullah yang terhormat.

Umar memahami bagaimana tingginya kedudukan Aisyah di hati Rasulullah. Dia pun mengetahui bahwa orang yang menyebabkan kemarahan Aisyah sama halnya dengan menyebabkan kemarahan Rasulullah, dan yang ridha terhadap Aisyah berarti ridha terhadap Rasulullah. Karena itu Umar berpesan kepada putrinya agar berusaha dekat dengan Aisyah dan mencintainya. Selain itu, Umar meminta agar Hafshah menjaga tindak-tanduknya sehingga di antara mereka berdua tidak terjadi perselisihan. Akan tetapi, memang sangat manusiawi jika di antara mereka masih saja terjadi kesalahpahaman yang bersumber dari rasa cemburu. Dengan lapang dada Rasulullah mendamaikan mereka tanpa menimbulkan kesedihan di antara istri – istrinya. Salah satu contoh adalah kejadian ketika Hafshah melihat Mariyah al-Qibtiyah datang menemui Nabi dalam suatu urusan. Mariyah berada jauh dari masjid, dan Rasulullah menyuruhnya masuk ke dalam rumah Hafshah yang ketika itu sedang pergi ke rumah ayahnya, dia melihat tabir kamar tidurnya tertutup, sementara Rasulullah dan Mariyah berada di dalamnya. Melihat kejadian itu, amarah Hafshah meledak. Hafshah menangis penuh amarah. Rasulullah berusaha membujuk dan meredakan amarah Hafshah, bahkan beliau bersumpah mengharamkan Mariyah baginya kalau Mariyah tidak merninta maaf pada Hafshah, dan Nabi meminta agar Hafshah merahasiakan kejadian tersebut.

Merupakan hal yang wajar jika istri-istri Rasulullah merasa cemburu terhadap Mariyah, karena dialah satu-satunya wanita yang melahirkan putra Rasulullah setelah Siti Khadijah radhiallahu ‘anha. Kejadian itu segera menyebar, padahal Rasulullah telah memerintahkan untuk menutupi rahasia tersebut. Berita itu akhirnya diketahui oleh Rasulullah sehingga beliau sangat marah. Sebagian riwayat mengatakan bahwa setelah kejadian tersebut, Rasulullah menceraikan Hafshah, namun beberapa saat kemudian beliau merujuknya kembali karena melihat ayah Hafshah, Umar, sangat resah. Sementara riwayat lain menyebutkan bahwa Rasulullah bermaksud menceraikan Hafshah, tetapi Jibril mendatangi beliau dengan maksud memerintahkan beliau untuk mempertahankan Hafshah sebagai istrinya karena dia adalah wanita yang berpendirian teguh. Rasulullah pun mempertahankan Hafshah sebagai istrinya, terlebih karena tersebut Hafshah sangat menyesali perbuatannya dengan membuka rahasia dan memurkakan Rasulullah.

Umar bin Khaththab mengingatkan putrinya agar tidak lagi membangkitkan amarah Rasulullah dan senantiasa menaati serta mencari keridhaan beliau. Umar bin Khaththab meletakkan keridhaan Rasulullah pada tempat terpenting yang harus dilakukan oleh Hafshah. Pada dasarnya, Rasulullah menikahi Hafshah karena memandang keberadaan Umar dan merasa kasihan terhadap Hafshah yang ditinggalkan suaminya. Allah menurunkan ayat berikut ini sebagai antisipasi atas isu-isu yang t

ersebar.

“Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang telah Allah menghalalkannya bagimu,- kamu mencari kesenangan hati istri -istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dan sumpahmu; dan Allah adalah pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dan istri-istrinya (Hafshah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafshah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (semua pembicaraan antara Hafshah dengan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberiitakan Allah kepadanya) dan rnenyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafshah). Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafshah dan Aisyah) lalu Hafshah bertanya, ‘Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?’ Nabi menjawab, ‘Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah pelindungnya (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukrnin yang haik; dan selain itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula. Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda, dan yang perawan.” (Qs. At-Tahrim:1-5)

Cobaan Besar

Hafshah senantiasa bertanya kepada Rasulullah dalam berbagai masalah, dan hal itu menyebabkan marahnya Umar kepada Hafshah, sedangkan Rasulullah senantiasa memperlakukan Hafshah dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang. Beliau bersabda, “Berwasiatlah engkau kepada kaum wanita dengan baik.” Rasulullah pernah marah besar kepada istri-istrinya ketika mereka meminta tambahan nafkah sehingga secepatnya Umar mendatangi rumah Rasulullah. Umar melihat istri-istri Rasulullah murung dan sedih, sepertinya telah terjadi perselisihan antara mereka dengan Rasulullah. Secara khusus Umar memanggil putrinya, Hafshah, dan mengingatkannya untuk menjauhi perilaku yang dapat membangkitkan amarah beliau dan menyadari bahwa beliau tidak memiliki banyak harta untuk diberikan kepada mereka. Karena marahnya, Rasulullah bersumpah untuk tidak berkumpul dengan istri-istri beliau selama sebulan hingga mereka menyadari kesalahannya, atau menceraikan mereka jika mereka tidak menyadari kesalahan. Kaitannya dengan hal ini, Allah berfirman,

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, jika kalian menghendaki kehidupan dunia dan segala perhiasannya, maka kemarilah, aku akan memenuhi keinginanmu itu dan aku akan menceraikanmu secara baik-baik. Dan jika kalian menginginkan (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di kampung akhirat, sesungguhnya Allah akan menyediakan bagi hamba-hamba yang baik di antara kalian pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab)

Rasulullah menjauhi istri-istrinya selama sebulan di dalam sebuah kamar yang disebut khazanah, dan seorang budak bernama Rabah duduk di depan pintu kamar.

Setelah kejadian itu tersebarlah kabar yang meresahkan bahwa Rasulullah telah menceraikan istri-istri beliau. Yang paling merasakan keresahan adalah Umar bin Khaththab, sehingga dia segera menemui putrinya yang sedang menangis. Umar berkata, “Sepertinya Rasulullah telah menceraikanmu.” Dengan terisak Hafshah menjawab, “Aku tidak tahu.” Umar berkata, “Beliau telah menceraikanmu sekali dan merujukmu lagi karena aku. Jika beliau menceraikanmu sekali lagi, aku tidak akan berbicara denganmu selama-lamanya.” Hafshah menangis dan menyesali kelalaiannya terhadap suami dan ayahnya. Setelah beberapa hari Rasulullah menyendiri, belum ada seorang pun yang dapat memastikan apakah beliau menceraikan istri-istri beliau atau tidak. Karena tidak sabar, Umar mendatangi khazanah untuk menemui Rasulullah yang sedang menyendiri. Sekarang ini Umar menemui Rasulullah bukan karen

a anaknya, melainkan karena cintanya kepada beliau dan merasa sangat sedih melihat keadaan beliau, di samping memang ingin memastikan isu yang tersebar. Dia merasa putrinyalah yang menjadi penyebab kesedihan beliau. Umar pun meminta penjelasan dari beliau walaupun di sisi lain dia sangat yakin bahwa beliau tidak akan menceraikan istri – istri beliau. Dan memang benar, Rasulullah tidak akan menceraikan istri-istri beliau sehingga Umar meminta izin untuk mengumumkan kabar gembira itu kepada kaum muslimin. Umar pergi ke masjid dan mengabarkan bahwa Rasulullah tidak menceraikan istri-istri beliau. Kaum muslimin menyambut gembira kabar tersebut, dan tentu yang lebih gembira lagi adalah istri-istri beliau.

Setelah genap sebulan Rasulullah menjauhi istri-istrinya, beliau kembali kepada mereka. Beliau melihat penyesalan tergambar dari wajah mereka. Mereka kembali kepada Allah dan Rasul-Nya. Untuk lebih meyakinkan lagi, beliau mengumumkan penyesalan mereka kepada kaurn muslimin. Hafshah dapat dikatakan sebagai istri Rasul yang paling menyesal sehingga dia mendekatkan diri kepada Allah dengan sepenuh hati dan menjadikannya sebagai tebusan bagi Rasulullah. Hafshah memperbanyak ibadah, terutama puasa dan shalat malam. Kebiasaan itu berlanjut hingga setelah Rasulullah wafat. Bahkan pada masa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar, dia mengikuti perkembangan penaklukan-penaklukan besar, baik di bagian timur maupun barat.

Hafshah merasa sangat kehilangan ketika ayahnya meninggal di tangan Abu Lu’luah. Dia hidup hingga masa kekhalifahan Utsman, yang ketika itu terjadi fitnah besar antar muslimin yang menuntut balas atas kematian Khalifah Utsman hingga masa pembai’atan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Ketika itu, Hafshah berada pada kubu Aisyah sebagaimana yang diungkapkannya, “Pendapatku adalah sebagaimana pendapat Aisyah.” Akan tetapi, dia tidak termasuk ke dalam golongan orang yang menyatakan diri berba’iat kepada Ali bin Abi Thalib karena saudaranya, Abdullah bin Umar, memintanya agar berdiam di rumah dan tidak keluar untuk menyatakan ba’iat.

Tentang wafatnya Hafshah, sebagian riwayat mengatakan bahwa Sayyidah Hafshah wafat pada tahun ke empat puluh tujuh pada masa pemerintahan Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Dia dikuburkan di Baqi’, bersebelahan dengan kuburan istri-istri Nabi yang lain.

Pemilik Mushaf yang Pertama

Karya besar Hafshah bagi Islam adalah terkumpulnya Al-Qur’an di tangannya setelah mengalami penghapusan karena dialah satu-satunya istri Nabi yang pandai membaca dan menulis. Pada masa Rasul, Al-Qur’an terjaga di dalam dada dan dihafal oleh para sahabat untuk kemudian dituliskan pada pelepah kurma atau lembaran-lembaran yang tidak terkumpul dalam satu kitab khusus.

Pada masa khalifah Abu Bakar, para penghafal A1-Qur’an banyak yang gugur dalam peperangan Riddah (peperangan melawan kaum murtad). Kondisi seperti itu mendorong Umar bin Khaththab untuk mendesak Abu Bakar agar mengumpulkan Al-Qur’an yang tercecer. Awalnya Abu Bakar merasa khawatir kalau mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu kitab itu merupakan sesuatu yang mengada-ada karena pada zaman Rasul hal itu tidak pernah dilakukan. Akan tetapi, atas desakan Umar, Abu bakar akhirnya memerintah Hafshah untuk mengumpulkan Al-Qur’an, sekaligus menyimpan dan memeliharanya. Mushaf asli Al-Qur’an itu berada di rumah Hafshah hingga dia meninggal.

Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Hafshah. dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.

Sumber: Dzaujatur-Rasulullah, karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh
Share:

RADIO DAKWAH

Recent Posts

Pages