Kisah Tsauban bin Bujdad (yang Mengabdi pada Rasulullah SAW)

Hasil gambar untuk tsauban sahabat rasulullahDan Barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, Yaitu: Nabi-nabi, Para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.
(Q.S. An-Nisa ; 69)

Diantara sahabat Rasulullah SAW, hanya seorang yang mendapat julukan Maula Rasul, dialah Tsauban. Seorang budak perang yang dulu mengabdi kepada seorang tuan yang terbunuh saat memerangi Nabi. Namun, dengan kebaikan Rasulullah SAW, Tsauban di bebaskan. Tsauban kini menjadi seorang yang bebas, merdeka. Meskipun demikian, Tsauban justru mengikat hatinya pada Rasulullah. Ia jatuh cinta pada keindahan akhlak Rasulullah SAW. Seluruh hidupnya dikhidmatkan untuk Nabi. Kecintaannya yang mendalam ini membuat dirinya tidak sanggup berpisah dari Sang Nabi. Kecintaannya inilah yang membuat namanya ditulis dalam beberapa riwayat kitab-kitab hadis.

Pernah suatu saat, ia datang menghadap nabi dalam kondisi yang amat memprihatinkan. Tubuhnya kurus, wajahnya pucat pasi dengan kesedihan yang mendalam. Melihat hal ini, Nabi bertanya kepadanya dengan lembut :
“Gerangan apakah yang membuatmu begitu sengsara, wahai Tsauban?”
Tsauban menjawab: “Aku sehat ya Rasulullah. Tak satu pun penyakit jasmani kukeluhkan. Tapi rindu di dada ini tak tertahankan. Bila aku memandang wajahmu, aku beroleh kebahagiaan. Tapi bila aku dijauhkan darimu, aku dihinggapi kesepian. Aku mencintaimu ya Rasul, lebih dari cintaku pada keluarga yang kutinggalkan. Meskipun berada di tengah mereka, engkau selalu tampak di pelupuk mata. Kadang-kadang berkecamuk rindu yang begitu menyiksa. Tapi bila aku menjumpaimu, tenang hati ini senantiasa.”

Tsauban tidak mampu melanjutkan kata-katanya. Ia terlihat menahan tangisannya. Tapi itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba meledak ia dalam tangisan, dan berderai air matanya.
Nabi menenangkannya:
“Hai Tsauban, mengapa engkau menangis sekarang ini ? bukankah kini, engkau sedang bersamaku?”
Tsauban menjawab lirih:
“Ya Rasul, terbayang olehku sekarang ini, perpisahanku denganmu. Bila datang kematianku, dan manakala maut menjemputmu. Terbayang olehku perpisahan denganmu. Bila di dunia ini saja aku sudah menderita, bagaimana bila kelak dipisahkan nanti. Engkau berada di tempat yang mulia, sedangkan aku terpuruk di lembah nista. Engkau bergabung dengan para nabi, sedangkan aku dihimpun di barisan pelaku keji.”

Nabi memandang Tsauban dengan tatapan kasih. Beliau mendengar rintihan jiwa sahabat yang mencintainya. Tapi nabi tak berucap sepatah kata. Perihal ikhwal hamba di akhirat adalah perkara yang hanya Tuhan yang mengetahuinya. Kedua manusia ini, larut dalam rindu tanpa kata. Lalu turunlah firman Allah yang menentramkan hati ini:
“Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: nabi-nabi, para shiddîqîn, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”
“Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.” QS. An-Nisaa’ [4]: 69-70)

Turunnya surah di atas disebut sebagai firman Allah yang turun berkenaan dengan Tsauban. Kemudian Rasulullah SAW bersabda kepadanya:
“Demi Allah! Keimanan seorang Muslim tidak akan menjadi sempurna sehingga aku lebih dicintai daripada dirinya, ayahnya, ibunya, istrinya, anaknya dan dari seluruh manusia lainnya.”

Diriwayatkan bahwa di saat Rasulullah SAW menghembuskan nafasnya yang terakhir, Tsauban sedang berada bersama seseorang yang juga sangat cinta kepada Rasulullah di sebuah kebun. Ketika berita duka itu sampai ke telinga Tsauban, ia tidak mampu membendung rasa dukanya. Sedemikian berat kesedihannya sehingga dengan penuh keseriusan ia menyampaikan harapan dalam doanya kepada Allah SWT:
“Aduhai Tuhan Pemilik semua Sifat Maha Sempurna, butakanlah mataku ini agar aku tidak menyaksikan apa pun setelah kepergian Nabiku, hingga saat aku berjumpa dengan-Mu.”

Karena ketulusanya, Allah SWT mengabulkan doa itu; mata Tsauban langsung menjadi buta, sebelum ia beranjak dari tempatnya.

Kisah di atas menyiratkan akan ganjaran bagi orang yang memiliki kekaguman dan kecintaan akan sosok Nabi Muhammad SAW. Bahkan, kerinduannya untuk bertemu dengan sang pujaan, mengalahkan segalanya hingga kesehatannya menurun drastis. subhanallah
Semoga kisah ini menggugah hati kita agar bertambah kecintaan kita kepada rasul muhammad SAW…
allahumma salli ala muhammad wa aali muhammad

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Posts

Pages