Kisah Rahib (Pendeta) Buhaira

Buhaira MonkKitab-kitab sirah menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala telah berusia tujuh belas tahun, dia pergi ke Syam bersama pamannya Abu Thalib untuk melakukan perdagangan.
Diriwayatkan oleh Sunan At Tirmidzi dari Abu Musa Al Asy’ari dia berkata, “Abu Thalib pergi ke Syam dengan diikuti oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama dengan tokoh-tokoh Quraisy dan setelah mendekati seorang pendeta, mereka beristirahat, kemudian membiarkan kendaraan mereka mencari kehidupannya. Kemudian pendeta itu keluar menemui mereka, sementara selama ini dia tidak pernah sekali pun menghiraukan kafilah perdagangan itu. Pendeta itu menelusuri tempat mereka berteduh, hingga menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memegang tangannya. Pendeta tersebut berkata, “Inilah Tuan Manusia, Inilah Rasul alam semesta, Dia diutus oleh Allah sebagai pembawa rahmat Alam semesta.”

Pemuka Quraisy berkata kepada, “Apa dasar kamu, wahai Buhaira?” Dia berkata, “Waktu kamu meninggalkan Aqabah, maka tidak ada batu dan pohon kecuali semuanya bersujud kepadanya dan mereka berdua itu tidak pernah bersujud, kecuali untuk seorang Nabi dan saya megenalnya dengan tanda kenabian di bawah pundaknya seperti buah apel.” Kemudian pendeta tersebut pulang dan membuatkan makanan untuk orang Quraisy.
Sewaktu mereka mendatangi undangannya, Nabi berada di antara unta-unta. Buhaira berkata, “Panggil dia bersama kalian, kemudian dia datang dan awan telah menaunginya.” Setelah mendekat ke kaum, ternyata naungan pohon itu telah melindungi tokoh Quraisy dan tatkala Nabi duduk, tidak-tiba teduh pohon itu beralih ke Rasulullah. Buhaira berkata, “Lihatlah bagaimana teduh pohon itu beralih menaunginya.”
Jalan Menuju Kolam BuhairaKemudian dia berpesan agar tidak membawa Muhammad ke Romawi, karena kalau mereka melihat Muhammad, maka mereka pasti mengenalinya dan akan membunuhnya.
Kemudian tiba-tiba ada tujuh orang yang datang dari Romawi, Buhaira menemuinya dan berkata, “Apa yang menyebabkan kalian datang?” mereka berkata, “Kami datang karena pada bulan ini, ada seorang Nabi yang telah melakukan perjalanan dan tidak ada jalan, kecuali telah ditelusuri dan kami telah mendapatkan informasi bahwa dia melintasi jalan kamu itu’.
Buhaira berkata, “Bagaimana pendapat kalian, jika Allah berkehendak atas sesuatu, adakah seorang dari umat manusia ini yang mampu untuk menahannya?” mereka berkata, “Tidak mungkin.” Buhaira berkata, “Kalau begitu baiatlah dia.” Mereka membaiatnya dan kemudian bertanya, “Siapakah walinya?” Mereka berkata, “Abu Thalib.” Abu Thalib senantiasa berusaha hingga dia mengambil kembali Muhammad dan mengutus bersamanya Abu Bakar dan Bilal, dan pendeta Buhaira membekalinya dengan kue dan minyak.” [1]
Pada kisah Buhaira diatas terdapat bukti bahwa Ahlul Kitab mengetahui sifat dan zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan diutus[Lihat DR Mahdi Rizkullah, As Sirah An Nabawiyyah hal.12], pengingkaran mereka terhadap risalah adalah atas dasat ilmu pengetahuan bukan atas dasar kebodohan.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
‘Dan setelah datang kepada mereka Al Qur’an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, Padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, Maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkat itu.’ [QS.Al Baqarah:89]
Pada kisah Buhaira terdapat kesaksian Ahlul Kitab terhadap Ahlul Kitab, bahkan kesaksian seorang ulama dari Ahlul Kitab tentang kebenaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kesaksian terhadap orang-orang Nashrani bahwa mereka akan memusuhi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagian Nashrani berkomentar tentang pertemuan Buhaira dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka berkata, “Apa yang dikatakan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah diangkat menjadi Nabi adalah dari pengajaran Buhaira’, kalau memang demikian maka patut dikatakan kepada mereka, ‘Kenapa kalian tidak menerima pernyataannya yang mengatakan tentang kebatilah akidah trinitas, penghapusan dosa dan penyaliban, doktrin yang dibawakan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dari pendeta itu?
Kenapa orang-orang Nashrani pada hari ini tidak menerima pernyataan dari sesepuh mereka tentang kebatilan akidah mereka sebagaimana yang difirmakan oleh Allah ta’ala:
‘Sesungguhnya telah kafir orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam.” [QS.Al Maidah:72]
Dan juga firmannya:
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga’, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan yang Esa.” [QS.Al-Maidah:73]
Kalau memang pernyataan tersebut dari Buhaira, maka kenapa kalian tidak menerima?” [2]
Foot Note:
[1] Tirmidzi dalam sunannya, dishahihkan oleh Al-Bani, lihat Al-Bani, Shahih Sunan At Tirmidzi 3/191. Dia berkata, ‘Tetapi menyebut nama Bilal dalam riwayat itu adalah sebuah kemungkaran sebagaimana kata orang.’
[2] Lihat catatan kaki buku ,’Rahmatan Lil ‘Alamin, tulisan Qadhi Muhammad Sulaiman Al Manshurfuri, 1/34
[3] Keterangan foto: Biara ini terletak di Busra, Kota di Negeri Hauran ,di Negeri Syam. Bushra atau Bushra asy-Syam adalah kota administrasi Damaskus dan merupakan ibukota distrik Hawran. Kota ini berlokasi di selatan Suriah. Peninggalan sejarah yang terkenal dari kota ini adalah gedung teater Romawi, biara pendeta Bahira, dan Mabrak an-Naqah (tempat menderum unta).
Sumber: Fikih Sirah, Prof.Dr.Zaid bin Abdul Karim az-Zaid, Penerbit Darussunnah
Artikel: www.KisahIslam.net
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Posts

Pages