Kisah Juraij dan Doa Jelek Orang Tuanya

 Pesona Wisata 3 Pantai Cilacap Pasir Putih yang Indah dan Eksotis

By Muhammad Abduh Tuasikal, MSc

Ada kisah menarik yang bisa diambil pelajaran akan ampuhnya do’a jelek seorang ibu pada anaknya, yaitu pada kisah Juraij. Jika tahu demikian, sudah barang tentu seorang anak kudu memuliakan orang tuanya. Jangan sampai ia membuat orang tuanya marah, sehingga keluar kata atau do’a jelek yang bisa mencelakakan dirinya.

Dari Abu Hurairah, ia berkata, ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا تَكَلَّمَ مَوْلُوْدٌ مِنَ النَّاسِ فِي مَهْدٍ إِلاَّ عِيْسَى بْنُ مَرْيَمَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ [وَسَلَّمَ] وَصَاحِبُ جُرِيْجٍ” قِيْلَ: يَا نَبِيَّ اللهِ! وَمَا صَاحِبُ جُرَيْجٍ؟ قَالَ: “فَإِنَّ جُرَيْجًا كَانَ رَجُلاً رَاهِباً فِي صَوْمَعَةٍ لَهُ، وَكَانَ رَاعِيُ بَقَرٍ يَأْوِي إِلَى أَسْفَلِ صَوْمَعَتِهِ، وَكَانَتْ اِمْرَأَةٌ مِنْ أَهْلِ الْقَرْيَةِ تَخْتَلِفُ إِلَى الرَّاعِي، فَأَتَتْ أُمُّهُ يَوْمًٍا فَقَالَتْ: يَا جُرَيْجُ! وَهُوَ يُصّلِّى، فَقَالَ فِي نَفْسِهِ – وَهُوَ يُصَلِّي – أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ، ثُمَّ صَرَخَتْ بِهِ الثَّانِيَةَ، فَقَالَ فِي نَفْسِهِ: أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ. ثُمَّ صَرَخَتْ بِهِ الثَالِثَةَ فَقَالَ: أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ. فَلَمَّا لَمْ يُجِبْهَا قَالَتْ: لاَ أَمَاتَكَ اللهُ يَا جُرَيْجُ! حَتىَّ تَنْظُرَ فِي وَجْهِ المُوْمِسَاتِ. ثُمَّ انْصَرَفَتْ فَأُتِيَ الْمَلِكُ بِتِلْكَ الْمَرْأَةِ وَلَدَتْ. فَقَالَ: مِمَّنْ؟ قَالَتْ: مِنْ جُرَيْجٍ. قَالَ: أَصَاحِبُ الصَّوْمَعَةِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: اِهْدَمُوا صَوْمَعَتَهُ وَأْتُوْنِي بِهِ، فَضَرَبُوْا صَوْمَعَتَهُ بِالْفُئُوْسِ، حَتىَّ وَقَعَتْ. فَجَعَلُوْا يَدَهُ إِلَى عُنُقِهِ بِحَبْلٍ؛ ثُمَّ انْطَلَقَ بِهِ، فَمَرَّ بِهِ عَلَى الْمُوْمِسَاتِ، فَرَآهُنَّ فَتَبَسَّمَ، وَهُنَّ يَنْظُرْنَ إِلَيْهِ فِي النَّاسِ. فَقَالَ الْمَلِكُ: مَا تَزْعُمُ هَذِهِ؟ قَالَ: مَا تَزْعُمُ؟ قَالَ: تَزْعُمُ أَنَّ وَلَدَهَا مِنْكَ. قَالَ: أَنْتِ تَزْعَمِيْنَ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: أَيْنَ هَذَا الصَّغِيْرُ؟ قَالُوْا: هَذَا فِي حُجْرِهَا، فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ. فَقَالَ: مَنْ أَبُوْكَ؟ قَالَ: رَاعِي الْبَقَرِ. قَالَ الْمَلِكُ: أَنَجْعَلُ صَوْمَعَتَكَ مِنْ ذَهَبٍ؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: مِنْ فِضَّةٍ؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: فَمَا نَجْعَلُهَا؟ قَالَ: رَدُّوْهَا كَمَا كَانَتْ. قَالَ: فَمَا الَّذِي تَبَسَّمْتَ؟ قَالَ: أَمْراً عَرَفْتُهُ، أَدْرَكَتْنِى دَعْوَةُ أُمِّي، ثُمَّ أَخْبَرَهُمْ

“Tidak ada bayi yang dapat berbicara dalam buaian kecuali Isa bin Maryam dan (bayi di masa) Juraij” Lalu ada yang bertanya,”Wahai Rasulullah siapakah Juraij?” Beliau lalu bersabda, ”Juraij adalah seorang rahib yang berdiam diri pada rumah peribadatannya (yang terletak di dataran tinggi/gunung). Terdapat seorang penggembala yang menggembalakan sapinya di lereng gunung tempat peribadatannya dan seorang wanita dari suatu desa menemui penggembala itu (untuk berbuat mesum dengannya).

(Suatu ketika) datanglah ibu Juraij dan memanggil anaknya (Juraij) ketika ia sedang melaksanakan shalat, ”Wahai Juraij.” Juraij lalu bertanya dalam hatinya, ”Apakah aku harus memenuhi panggilan ibuku atau meneruskan shalatku?” Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya lalu memanggil untuk yang kedua kalinya.  Juraij kembali bertanya di dalam hati, ”Ibuku atau shalatku?” Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya memanggil untuk kali ketiga. Juraij bertanya lagi dalam hatinya, ”lbuku atau shalatku?” Rupanya dia tetap mengutamakan shalatnya. Ketika sudah tidak menjawab panggilan, ibunya berkata, “Semoga Allah tidak mewafatkanmu, wahai Juraij sampai wajahmu dipertontonkan di depan para pelacur.” Lalu ibunya pun pergi meninggalkannya.

Wanita yang menemui penggembala tadi dibawa menghadap raja dalam keadaan telah melahirkan seorang anak. Raja itu bertanya kepada wanita tersebut, ”Hasil dari (hubungan dengan) siapa (anak ini)?” “Dari Juraij”, jawab wanita itu. Raja lalu bertanya lagi, “Apakah dia yang tinggal di tempat peribadatan itu?” “Benar”, jawab wanita itu. Raja berkata, ”Hancurkan rumah peribadatannya dan bawa dia kemari.” Orang-orang lalu menghancurkan tempat peribadatannya dengan kapak sampai rata dan mengikatkan tangannya di lehernya dengan tali lalu membawanya menghadap raja. Di tengah perjalanan Juraij dilewatkan di hadapan para pelacur. Ketika melihatnya Juraij tersenyum dan para pelacur tersebut melihat Juraij yang berada di antara manusia.

Raja lalu bertanya padanya, “Siapa ini menurutmu?” Juraij balik bertanya, “Siapa yang engkau maksud?” Raja berkata, “Dia (wanita tadi) berkata bahwa anaknya adalah hasil hubungan denganmu.” Juraij bertanya, “Apakah engkau telah berkata begitu?” “Benar”, jawab wanita itu. Juraij lalu bertanya, ”Di mana bayi itu?” Orang-orang lalu menjawab, “(Itu) di pangkuan (ibu)nya.” Juraij lalu menemuinya dan bertanya pada bayi itu, ”Siapa ayahmu?” Bayi itu menjawab, “Ayahku si penggembala sapi.”

Kontan sang raja berkata, “Apakah perlu kami bangun kembali rumah ibadahmu dengan bahan dari emas?” Juraij menjawab, “Tidak perlu”. “Ataukah dari perak?” lanjut sang raja. “Jangan”, jawab Juraij. “Lalu dari apa kami akan bangun rumah ibadahmu?”, tanya sang raja. Juraij menjawab, “Bangunlah seperti sedia kala.” Raja lalu bertanya, “Mengapa engkau tersenyum?” Juraij menjawab, “(Saya tertawa) karena suatu perkara yang telah aku ketahui, yaitu terkabulnya do’a ibuku terhadap diriku.” Kemudian Juraij pun memberitahukan hal itu kepada mereka.”

(Disebutkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod) [Dikeluarkan pula oleh Bukhari: 60-Kitab Al Anbiyaa, 48-Bab ”Wadzkur fil kitabi Maryam”. Muslim: 45-Kitab Al Birr wash Shilah wal Adab, hal. 7-8]

Pelajaran dari Kisah Juraij

1- Hadits ini menunjukkan keutamaan orang berilmu dibanding ahli ibadah. Seandainya Juraij seorang alim (yang berilmu), maka tentu ia akan lebih memilih untuk menjawab panggilan ibunya dibanding melanjutkan shalat. Baca artikel: Keutamaan Belajar Islam.

2- Seorang anak harus berhati-hati dengan kemarahan orang tuanya. Karena jika ia sampai membuat orang tua marah dan orang tua mendoakan jelek, maka itu adalah do’a yang mudah diijabahi. Lihat kisah Juraij di atas, ia tahu akan hal itu, sehingga membuatnya tersenyum.

3- Bukti do’a jelek dari ibu terkabul karena Juraij akhirnya dipertontonkan di hadapan wanita pelacur sebagaimana do’a ibunya.

4- Berbakti pada orang tua adalah akhlak mulia, lebih-lebih lagi berbakti pada ibu.

5- Juraij menunjukkan sikap yang benar ketika menghadapi masalah yaitu harus yakin akan pertolongan Allah.

6- Zuhudnya Juraij karena hanya meminta tempat ibadahnya dibangun seperti sedia kala. Ia tidak minta diganti dengan emas atau perak. Baca artikel: Memiliki Sifat Zuhud.

7- Ketika musibah menimpa, barulah orang ingat akan dosa, ada juga yang mengingat akan do’a jelek yang menimpa dirinya seperti dalam kisah Juraij ini.

8- Bakti pada orang tua adalah wajib, termasuk di antaranya adalah memenuhi panggilannya. Sedangkan shalat sunnah hukumnya sunnah, artinya berada di bawah bakti pada ortu.

9- Do’a ibu Juraij tidak berlebihan yaitu tidak sampai mendoakan Juraij terjerumus dalam perbuatan keji (zina). Ia hanya do’akan agar Juraij dipertontonkan di hadapan para pelacur, tidak lebih dari itu.

10- Tawakkal dan keyakinan yang tinggi pada Allah akan membuat seseorang keluar dari musibah.

11- Jika ada dua perkara yang sama-sama penting bertabrakan, maka dahulukan perkara yang paling penting. Seperti ketika bertabrakan antara memenuhi panggilan ibu ataukah shalat sunnah, maka jawabnya, memenuhi panggilan ibu.

12- Allah selalu memberikan jalan keluar (jalan kemudahan) bagi para wali-Nya dalam kesulitan mereka. Baca pula artikel: 1 Kesulitan Mustahil Mengalahkan 2 Kemudahan.

13- Hadits ini menunjukkan adanya karomah wali, berbeda halnya dengan Mu’tazilah yang menolak adanya karomah tersebut.

Hanya Allah yang memberi taufik pada ilmu dan amal.

 Referensi:
Syarh Shahih Al Adabil Mufrod lil Imam Al Bukhari, Husain bin ’Uwaidah Al ’Uwaisyah, terbitan Maktabah Al Islamiyah, cetakan kedua, tahun 1425 H.

Rosysyul Barod Syarh Al Adabil Mufrod, Dr. Muhammad Luqman As Salafi, terbitan Darud Daa’i, cetakan pertama, tahun 1426 H.

 
Sumber https://rumaysho.com/3382-kisah-juraij-dan-doa-jelek-orang-tuanya.html

Share:

Barshisha, Ahli Ibadah yang Berzina, Membunuh, Akhirnya Sujud pada Setan

 Uniknya Pantai Pasir Putih (Lhok Mee), Aceh Besar - Backpacker Jakarta

By Muhammad Abduh Tuasikal, MSc

Bedanya dengan kisah Juraij, kisah ini adalah tentang seorang rahib yang tergoda dengan wanita akhirnya menzinainya.

Ibnu Jarir menceritakan, telah menceritakan kepadaku Yahya bin Ibrahim Al-Mas’udi, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari bapaknya, dari kakeknya, dari Al-A’masy, dari ‘Umarah, dari ‘Abdurrahman bin Yazid, dari ‘Abdullah bin Mas’ud mengenai ayat,

كَمَثَلِ الشَّيْطَانِ إِذْ قَالَ لِلْإِنْسَانِ اكْفُرْ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ, فَكَانَ عَاقِبَتَهُمَا أَنَّهُمَا فِي النَّارِ خَالِدَيْنِ فِيهَا ۚوَذَٰلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ

“(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) shaitan ketika dia berkata kepada manusia: “Kafirlah kamu”, maka tatkala manusia itu telah kafir, maka ia berkata: “Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta Alam”.  Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa sesungguhnya keduanya (masuk) ke dalam neraka, mereka kekal di dalamnya. Demikianlah balasan orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hasyr: 16-17)

Ibnu Mas’ud menceritakan bahwa ada seorang wanita menjadi pengembala kambing dan ia memiliki empat orang saudara. Suatu saat ia tinggal di shawma’ah (pertapaan rahib atau rumah ibadah seorang biara). Waktu berlalu, akhirnya rahib tadi menghampiri wanita tersebut, hingga ia hamil. Setan pun menghampirinya. Setan berkata kepada rahib tersebut, “Sudahlah bunuhlah dia, lalu kuburkanlah. Engkau adalah orang yang dikenal jujur dan ucapanmu pasti didengar.” Lantas rahib tersebut membunuh wanita tadi, lalu ia menguburkannya.

Diceritakan bahwa setan lantas mendatangi saudara-saudaranya dalam mimpi mereka. Setan berkata kepada mereka dalam mimpi, “Rahib tersebut yang biasanya berada di rumah ibadahnya tega berzina dengan saudara kalian, hingga ia hamil, lantas ia membunuhnya, kemudian menguburkannya di tempat ini dan ini.” Ketika datang pagi, salah seorang dari empat saudara tersebut mengatakan, “Demi Allah, semalam aku telah bermimpi suatu mimpi yang baiknya aku ceritakan kepada kalian ataukah tidak.” Mereka berkata, “Jangan, tetap ceritakan kepada kami.” Lantas diceritakanlah hal tadi. Salah seorang dari mereka berkata, “Demi Allah, aku juga sama telah bermimpi seperti itu.” Salah seorang dari mereka berkata lagi, “Demi Allah, aku bermimpi yang sama pula.” Mereka berkata lagi, “Demi Allah, ini pasti telah terjadi sesuatu.” Akhirnya mereka bergerak dan meminta tolong kepada raja mereka untuk mengatasi rahib tersebut. Mereka lantas mendatangi rahib tadi, kemudian mendudukkannya lantas membawanya pergi.

Kemudian setan mendatangi rahib tadi lantas berkata, “Aku yang telah menjerumuskan engkau dalam kejahatan ini, tentu yang bisa menyelamatkanmu darinya hanyalah aku. Maka sekarang sujudlah padaku dengan sekali sujud, maka aku akan menyelamatkanmu dari masalah besarmu.” Kemudian rahib tadi sujud kepada setan. Ketika raja mereka datang, setan pun berlepas diri dari rahib tersebut. Rahib tersebut tetap dikenakan hukuman atas tindakan kejahatannya, ia pun dibunuh.

Demikian pula riwayat yang sama dari Ibnu ‘Abbas, Thawus, dan Muqatil bin Hayyan.

Ada juga riwayat dari Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dengan versi yang lain. Ibnu Jarir berkata, telah menceritakan kepada kami Khallad bin Aslam, telah menceritakan kepada kami An-Nadhr bin Syumail, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Abu Ishaq, aku mendengar ‘Abdullah bin Nahik, aku mendengar ‘Ali berkata, “Ada seorang rahib (pendeta) yang dikenal rajin ibadah, sudah berlangsung selama 60 tahun. Setan ingin menggoda dan menjauhkannya (dari ibadah). Setan lantas pergi kepada seorang wanita dan membuat wanita itu menjadi gila. Wanita tersebut memiliki beberapa saudara. Setan berkata kepada saudara-saudaranya, “Coba kalian bawa saudara perempuan kalian kepada pendeta ini, di mana ia bisa mengobati saudara perempuan kalian.”

Lantas mereka membawa saudara perempuan mereka kepada rahib, kemudian diobatilah oleh rahib. Wanita itu terus berada dalam proses pengobatan dan berada di sisi rahib. Suatu saat, rahib tersebut berada di sisi wanita tadi. Lantas ketika itu ia tertarik dengannya, kemudian ia mendatangi dan menghamilinya. Kemudian tak berpikir lama, rahib tersebut membunuhnya. Saudara-saudara dari wanita tersebut pun datang. Setan lantas berkata pada rahib tersebut, “Aku ini temanmu, aku bisa membantumu, aku bisa melakukan sesuatu untukmu, namun taatlah padaku, aku akan lepaskan engkau dari masalahmu. Cukup engkau sujud kepadaku dengan sekali sujud.” Rahib tadi pun akhirnya sujud kepada setan. Setelah itu setan pun berkata, “Aku berpaling darimu. Aku sendiri sangat takut kepada Allah Rabbul ‘Alamin.” Itulah yang disebutkan dalam ayat,

كَمَثَلِ الشَّيْطَانِ إِذْ قَالَ لِلْإِنْسَانِ اكْفُرْ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ, فَكَانَ عَاقِبَتَهُمَا أَنَّهُمَا فِي النَّارِ خَالِدَيْنِ فِيهَا ۚوَذَٰلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ

“(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) shaitan ketika dia berkata kepada manusia: “Kafirlah kamu”, maka tatkala manusia itu telah kafir, maka ia berkata: “Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta Alam”.  Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa sesungguhnya keduanya (masuk) ke dalam neraka, mereka kekal di dalamnya. Demikianlah balasan orang-orang yang zalim.”(QS. Al-Hasyr: 16-17).LihatAl-Bidayah wa An-Nihayah. Cetakan Tahun 1436 H. Al-Hafizh Abul Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir Al-Qurasyi Ad-Dimasyqi. 3:44-46.

Pelajaran dari Kisah

Pertama: Jangan ikuti langkah setan

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (168) إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (169)

“Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah: 168-169)

Kedua: Setan adalah musuh manusia sehingga tidak boleh dijadikan teman, tidak boleh diikuti.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain.” (QS. Al-Maidah: 51)

Dalam ayat lain disebutkan pula,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang.” (QS. Al-Mumtahanah: 1)

Berarti dari sini, kita diperintahkan untuk mencari teman yang baik, bukan teman yang buruk yang menjadi temannya setan.

Ketiga: Setan mengajak pada dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar.

Yang dimaksud dengan as-suu’ dalam surah Al-Baqarah 168-169 adalah amalan kejelekan di bawah al-fahsya’. Adapun al-fahsya’ adalah dosa-dosa besar yang dianggap jelek oleh akal dan syari’at. Berarti as-suu’ adalah dosa kecil, sedangkan al-fahsya’ adalah dosa besar.

Kalau dalam diri kita ada niatan untuk melakukan dosa kecil maupun dosa besar, maka ketahuilah, itu adalah jalan setan. Maka mintalah pada Allah perlindungan dari maksiat atau dosa tersebut. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan maka berlindunglah kepada Allah.” (QS. Al-A’raf: 200)

Keempat: Setan sudah bersumpah akan menyesatkan manusia dari berbagai macam arah.

Allah Ta’ala berfirman,

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ﴿١٦﴾ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْۖوَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ

“Iblis menjawab, ‘Karena Engkau telah menghukumku tersesat, maka saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (QS. Al-A’raf: 16-17)

Kelima: Ada enam langkah setan dalam menyesatkan manusia.

Langkah pertama: Diajak pada kekafiran, kesyirikan, serta memusuhi Allah dan Rasul-Nya

Inilah langkah pertama yang ditempuh oleh setan, barulah ketika itu ia beristirahat dari rasa capeknya. Setan akan terus menggoda manusia agar bisa terjerumus dalam dosa pertama ini. Jika telah berhasil, pasukan dan bala tentara iblis akan diangkat posisinya menjadi pengganti iblis.

Langkah kedua: Diajak pada perbuatan bidah

Jika langkah pertama tidak berhasil, manusia diajak pada perbuatan bidah. Perbuatan ini lebih disukai oleh iblis daripada dosa besar atau pun maksiat lainnya. Karena bahaya bidah itu:

(1) membahayakan agama seseorang,

(2) membahayakan orang lain karena yang lainnya akan ikut-ikutan berbuat sesuatu yang tidak ada tuntunan,

(3) orang yang berbuat bidah akan sulit sadar untuk taubat karena ia merasa amalannya selalu benar,

(4) bidah itu menyelisihi ajaran Rasul,

(5) bidah juga mengajak untuk menyelisihi ajaran Rasul, hingga seseorang bisa terjerumus dalam kekafiran dan kesyirikan.

Setan yang menggoda seperti ini pun akan diangkat sebagai pembantu iblis jika telah berhasil menyesatkan manusia dalam hal ini.

Langkah ketiga: Diajak pada dosa besar (al-kabair)

Kalau langkah kedua tidak berhasil, setan akan mengajak manusia untuk melakukan dosa besar dengan berbagai macam bentuknya. Lebih-lebih jika pelaku dosa besar adalah seorang alim (berilmu) dan diikuti orang banyak. Setan lebih semangat lagi menyesatkan alim semacam itu supaya membuat manusia menjauh darinya. Maksiat semacam itu pun akan mudah tersebar. Bahkan akan dirasa pula bahwa maksiat itu malah mendekatkan diri kepada Allah.

Yang berhasil menyesatkan manusia dalam hal ini, dialah yang nanti akan menjadi pengganti iblis, tanpa ia sangka. Dosa besar lainnya yang dilakukan oleh orang lain masih lebih ringan dibanding dosa besar yang dilakukan oleh seorang alim. Jika bukan seorang alim beristigfar kepada Allah dan bertaubat, maka Allah akan menerima taubatnya, bahkan kejelekan yang ia perbuat akan diganti dengan kebaikan. Adapun dosa besar yang diperbuat seorang alim, maka kezaliman itu berlaku juga pada orang beriman lainnya, aurat dan kejelekannya akan terus dibuka. Ingatlah bahwa Allah dapat melihat apa yang ada dalam setiap jiwa.

Langkah keempat: Diajak dalam dosa kecil (ash-shaghair)

Jika setan gagal menjerumuskan dalam dosa besar, setan akan mengajak pada dosa kecil. Dosa kecil ini juga berbahaya.

Dalam hadits disebutkan, “Jauhilah oleh kalian dosa-dosa kecil. (Karena perumpamaan hal tersebut adalah) seperti satu kaum yang singgah di satu lembah…” (HR. Ahmad, 5:331, no. 22860. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih). Maksudnya adalah setiap orang dari kaum tersebut datang dengan kayu bakar hingga apinya pun menyala dan bertambah besar. Maka dosa kecil jangan dianggap remeh. Bisa jadi pelaku dosa besar yang penuh rasa takut lebih baik keadaannya dari pelaku dosa kecil (yang menganggap remeh dosa).

Langkah kelima: Disibukkan dengan perkara mubah (yang sifatnya boleh, tidak ada pahala dan tidak ada sanksi di dalamnya)

Karena sibuk dengan yang mubah mengakibatkan luput dari pahala. Jika setan tidak berhasil menggoda dalam tingkatan kelima ini, maka seorang hamba akan benar-benar tamak pada waktunya. Ia akan tahu bagaimanakah berharganya waktu. Ia pun tahu ada nikmat dan ada akibat jelek jika tidak menjaganya dengan baik.

Jika tidak mampu dalam langkah kelima, maka setan beralih pada langkah yang keenam.

Langkah keenam: Disibukkan dalam amalan yang kurang afdal, padahal ada amalan yang lebih afdal

Setan akan menggoda manusia supaya ia luput dari pahala amalan yang lebih utama dan ia terus tersibukkan dengan yang kurang afdal. Ia akan luput dari hal yang utama dan luput dari amalan yang utama. Setan akan mendorong untuk melakukan amalan yang kurang afdal, akhirnya ia menganggapnya itulah yang baik.

Langkah setan yang keenam ini jarang yang mau memperhatikannya. Karena kita ketika terdorong melakukan suatu kebaikan, maka pasti menganggapnya itu baik dan dianggap sebagai suatu qurbah (pendekatan diri kepada Allah). Hampir-hampir kita mengatakan bahwa hal semacam ini tidak mungkin didorong oleh setan karena setan tidak mungkin mengajak kepada kebaikan. Akhirnya kita menganggapnya pun baik dan menganggap bahwa ini semua didorong oleh Allah.

Kita bisa jadi tidak mengetahui kalau setan itu bisa mengajak pada 70 pintu kebaikan. Dari pintu-pintu tersebut ada satu pintu yang diarahkan pada kejelekan. Dan bisa pula kita dilalaikan dari kebaikan yang lebih besar dari 70 pintu tersebut, yaitu ada yang lebih utama dan ada yang lebih afdal. Yang mengenal hal ini hanyalah yang mendapatkan cahaya petunjuk dari Allah sehingga bisa mengenal bagaimanakah cara mengikuti Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan baik, juga bisa mengenal bagaimanakah tingkatan-tingkatan beramal secara prioritas.

Jika seorang hamba tidak mampu menjaga diri dari enam hal di atas, maka pasukan setan dari kalangan manusia dan jin akan mengganggunya dengan berusaha membuatnya kafir, sesat, dan terjerumus dalam bidah. Waspadalah!

Pembahasan di atas disarikan dari Badai’ Al-Fawaid karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, 2:799-802.

Keenam: Berobat dengan lawan jenis hanya ketika darurat.

Tetap didahulukan yang melakukan pengobatan pada pria adalah dari kalangan pria, begitu pula wanita dengan sesama wanita. Ketika aurat wanita dibuka, maka yang pertama didahulukan adalah dokter wanita muslimah, lalu dokter wanita kafir, lalu dokter pria muslim, kemudian dokter pria kafir. Jika cukup yang memeriksa adalah dokter wanita umum, maka jangalah membuka aurat pada dokter pria spesialis. Jika dibutuhkan dokter spesialis wanita lalu tidak didapati, maka boleh membuka aurat pada dokter spesialis pria.

Lihat penjelasan Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid dalam Fatawa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 5693.

Ketujuh: Kita jangan merasa percaya diri dengan ibadah kita yang banyak, apalagi jika jauh dari ilmu.

Kedelapan: Ahli ibadah dapat ditaklukkan dengan wanita.

Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا تَرَكْتُ بَعْدِى فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Aku tidak meninggalkan satu godaan pun yang lebih membahayakan para lelaki selain fitnah wanita.” (HR. Bukhari, no. 5096 dan Muslim, no. 2740)

Berdasarkan hadits di atas, Ibnu Hajar mengatakan bahwa wanita adalah godaan terbesar bagi para pria dibanding lainnya. (Fath Al-Bari, 9:138). Hal ini dikuatkan oleh firman Allah Ta’ala,

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita.” (QS. Ali Imran: 14)

Kesembilan: Berdoalah kepada Allah agar tidak terjerumus dalam zina.

Contoh yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamuntuk meminta perlindungan pada Allah agar tidak terjerumus dalam zina atau perselingkuhan.

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ سَمْعِى وَمِنْ شَرِّ بَصَرِى وَمِنْ شَرِّ لِسَانِى وَمِنْ شَرِّ قَلْبِى وَمِنْ شَرِّ مَنِيِّى

“ALLOHUMMA INNI A’UDZU BIKA MIN SYARRI SAM’II, WA MIN SYARRI BASHARII, WA MIN SYARRI LISANII, WA MIN SYARRI QALBII, WA MIN SYARRI MANIYYI”

(artinya: Ya Allah, aku meminta perlindungan pada-Mu dari kejelekan pada pendengaranku, dari kejelekan pada penglihatanku, dari kejelekan pada lisanku, dari kejelekan pada hatiku, serta dari kejelekan pada mani atau kemaluanku). (HR. An-Nasa’i, no. 5446; Abu Daud, no. 1551; Tirmidzi, no. 3492. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Semoga Allah beri taufik dan hidayah.

Referensi:

    Ahkam Al-Qur’an Al-Karim. Cetakan pertama, tahun 1428 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Madar Al-Wathan.
    Al-Bidayah wa An-Nihayah. Cetakan Tahun 1436 H. Al-Hafizh Abul Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir Al-Qurasyi Ad-Dimasyqi.
    Badai’ Al-Fawaid. Cetakan ketiga, Tahun 1433 H. Ibnul Qayyim. Penerbit Dar ‘Alam Al-Fawaid.
    Fatawa Al–Islam Sual wa Jawab. Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid.

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Sumber https://rumaysho.com/20536-barshisha-ahli-ibadah-yang-berzina-membunuh-akhirnya-sujud-pada-setan.html
 

Share:

RADIO DAKWAH

Recent Posts

Pages