Kisah Dosen Universitas Islam Madinah yang Anti Wahabi


Fenomena Salju Selimuti Arab SaudiIni adalah kisah yang sungguh mengagumkan. Ketika Universitas Islam di Madinah baru saja dibuka oleh Syaikh bin Baz rahimahullahu, tentunya beliau membutuhkan banyak ulama dari penjuru dunia Islam. Sedangkan metode Syaikh bin Baz adalah beliau melakukan pendekatan kepada seluruh kelompok tanpa membedakannya. Siapa saja yang masuk ke rumah syaikh, bermulazamah kepada beliau, pasti tahu bahwa inilah manhaj Syaikh Abdul Aziz bin Baz.

Namun beliau tidak pernah berkata suatu yang batil atau bahkan mengajak kepada kebatilan. Beliau juga tidak pernah mengingkari pelaku kebatilan dengan cara keras. Sebaliknya, beliau bersikap ramah, bergurau, mengunjungi mereka, tersenyum, memberikan hadiah dan memberikan bantuan kepada mereka atas setiap hal yang mendatangkan manfaat bagi Islam dan kaum muslimin.

Inilah metode dan manhaj Syaikh bin Baz. Barangsiapa mengatakan selain ini maka ia telah berdusta. Beliau selalu menasehati, mengajak kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar.

Tetapi dengan penuh kelembutan, kesantunan, hikmah, bijaksana dan murah senyum.

Diantara para masyaikh yang didatangkan untuk mengajar di Universitas Islam Madinah adalah masyaikh ahli qiro’ah dari Mesir, diantara mereka adalah Syaikh Abdul Fattah al-Qadhi. Beliau termasuk salah seorang ulama yang mengoreksi mushaf terbitan Mujamma’ al-Malik Fahd.

Syaikh Abdul Fattah ini termasuk ulama yang tidak ada tandingannya di zaman ini dalam ilmu qiro’ah dan ulumul Qur’an. Beliau adalah ulama yang pengetahuannya tentang ilmu Qur’an bagaikan samudera.

Sebelum berangkat ke Madinah, orang-orang Mesir sudah memperingatkan beliau bahwa dia akan mendatangi kaum (Wahhabi) yang bersifat begini dan begitu. Berhati-hatilah dalam berbicara dengan mereka, karena jika tidak mereka tidak akan memaafkanmu.

Akhirnya Syaikh pun berangkat ke Madinah. Di Madinah, beliau sangat waspada dan berhati-hati, hanya saja beliau orang yang tempramental, walau pandai berdebat, tetapi jika beliau murka, akan keluar dari mulut beliau perkataan yang tidak layak.

Semoga Alloh merahmati beliau.

Singkat cerita, beliaupun diberi jadwal mengajar di Jami’ah dan mulai mengajar. Pada suatu waktu di tengah mengajar, secara tidak sadar beliau mengucapkan “wan-nabi” (demi Nabi).

Orang-orang Mesir memang memiliki kebiasaan bersumpah dengan nama Nabi Shallallahu ’alaihi wa Sallam. Tiba-tiba seorang mahasiswa berdiri dan berkata :  “ Ya Syaikh! Anda telah bersumpah dengan nama Nabi, padahal beliau bersabda : “ Barangsiapa yang bersumpah dengan selain Alloh maka ia telah kafir atau musyrik”  ( Diriwayatkan Tirmidzi.” )

Syaikh tiba-tiba langsung berubah seperti orang gila, marah-marah dan berkata, “Saya kafir ?! Saya Musyrik?! Saya yang mengajarkan al-Qur’an kepada kalian dan kalian mengatakan saya kafir atau musyrik ?!!”

Emosi beliaupun mulai naik dan berbicara kasar memaki-maki mahasiswa tersebut. Beliau mengatakan mahasiswa tersebut dengan ucapan buruk, dikatakan bodoh lah, tidak punya adab, tidak punya sopan santun, dan lain sebagainya.

Padahal mahasiswa tadi hanya menyampaikan sabda Rasulullah, “ Barangsiapa bersumpah dengan selain nama Alloh maka dia telah kafir atau musyrik”.

Akhirnya terjadi keributan keras di kelas antara mahasiswa dan Syaikh sehingga kelas menjadi ricuh dan gaduh. Dengan kemarahan yang masih meluap-luap, syaikh langsung keluar dari kelas sembari berteriak-teriak,
“Kamu mengkafirkan saya?! Padahal saya adalah syaikh para ahli qiro’ah di Mesir! Apakah pada usia ini saya sudah menjadi kafir?! Setelah beruban seperti ini menjadi musyrik?!…” Beliau terus menceracau macam-macam…

Syaikh Abdul Aziz al-Qori’, ketua panitia pengawasan penerbitan mushaf bertemu beliau dijalan, dan bertanya kepadanya, “ada apa ya syaikh? ada apa?”

Syaikh Abdul Fattah menjawab, “Anda tidak tahu apa yang dikatakan mahasiswa itu ? Mereka mengatakan saya telah kafir! Mengatakan saya begini dan begitu!”

Syaikh Abdul Aziz berkata, “ Sudahlah ya syaikh, mereka itu hanya mahasiswa, masih anak-anak. Mereka tidak bermaksud mengkafirkan anda, mereka cuma ingin menasehati anda. Mungkin hanya salah ucap saja”

Syaikh Abdul Aziz yang menceritakan kisah ini kepada saya (Syaikh Muhammad Duwaisy) mengatakan bahwa beliau berupaya menenangkannya, dan akhirnya beliau mengajaknya untuk naik ke mobil beliau dan mengajak ke rumahnya.

Yang jelas, hari itu adalah hari terburuk bagi Syaikh Abdul Fattah. Beliaupun memutuskan untuk mengakhiri kontraknya mengajar di Jami’ah dan mempacking barang-barangnya untuk segera pulang ke Mesir, karena beliau mendengar bahwa kaum ini (Wahhabi) tidak akan memaafkan jika ada seseorang berbuat salah, mereka akan menghukumnya dengan hukum yang sangat keras.

Semenjak pagi Syaikh bin Baz sudah mendengar kejadian tersebut. Beliau pun menelpon Syaikh Abdul Aziz al-Qori untuk menjemput Syaikh Abdul Fattah dan membawa beliau ke kantornya.

Keesokan harinya, Syaikh Abdul Aziz dan Syaikh Abdul Fattah mendatangi kantor Syaikh bin Baz. Syaikh Abdul Fattah mengira bahwa dirinya akan diberhentikan dan dipecat. Beliau membayangkan bahwa Syaikh bin Baz akan mengatakan, “ Wahai Abdul Fattah,sesungguhnya kamu melakukan kesalahan yang besar, karena itu tidak ada tempat di sini bagi orang yang bersumpah dengan selain nama Alloh dan mengajarkan hal itu kepada anak didik kami di Universitas.”

Kira – kira coba anda bayangkan apa yang dilakukan Syaikh bin Baz?! Ketika Syaikh Abdul Fattah tiba, Syaikh bin Baz langsung bangkit menuju pintu, padahal beliau orang yang buta, dalam rangka menyambut dan menyalami Syaikh Abdul Fattah, beliau berkata : “ Bagaimana kabar anda ya Syaikh Abdul Fattah ? Bagaimana keadaan Anda ? Bagaimana di Jami’ah, senangkah Anda tinggal di sini? tinggal di Madinah?…”

Kemudian Syaikh bin Baz mempersilakan Syaikh Abdul Fattah duduk di samping beliau, lalu berkata kepadanya : “ Ya Syaikh, anda kan tinggal sendirian di Madinah, bagaimana jika kami menikahkan Anda di sini agar Anda merasa nyaman dan ada yang melayani Anda?”

Syaikh Abdul Fattah terheran-heran, sebab tadi malam beliau mengira bahwa hari ini adalah hari terakhirnya di kota Nabi Madinah. Namun Syaikh bin Baz sepertinya mengubah tema pembahasan dan sama sekali tidak membahas ucapan keliru Syaikh Abdul Fattah.

Beliau sama sekali tidak mengatakan, “anda telah salah, tidak faham sedikitpun! ahli bid’ah! orang sesat! miskin!!!…” Tidak, Syaikh bin Baz sama sekali tidak mengatakan demikian, karena hal ini adalah tidak pantas.
Syaikh Abdul Fattah sebenarnya adalah orang yang mudah untuk menerima kebenaran. Hanya saja perlu cara dan teknik tertentu agar beliau bisa menerima kebenaran dengan mudah.

Syaikh bin Baz terus saja menyenangkan hati beliau, bergurau dengannya dan sampai akhirnya Syaikh bin Baz berkata kepadanya, “ Wahai Syaikh, para mahasiswa itu terkadang tidak faham bagaimana cara berbuat sopan di hadapan para masyaikh. Karena itu seharusnya Syaikh bisa bersikap bijak terhadap mereka dan bersabar atas perlakuan mereka.”

Syaikh kemudian menjelaskan kepada beliau, “ Anda wajib mengajarkan kepada mereka sopan santun, menjadikan mereka terdidik, bertindak bijak terhadap mereka, tidak mudah emosi akan kesalahan yang ada pada mereka. Anda sendiri pasti tahu bahwa

Anda adalah orang yang lebih pandai dari kita semua. Kita harus bersabar menghadapi mereka dan berdiskusi dengan mereka dengan cara yang hikmah.”

Akhirnya Syaikh Abdul Fattah melunak hatinya dan mengatakan “Baiklah Syaikh”, karena beliau tahu bahwa tindakannya kemarin adalah sangat tidak pantas.

Syaikh Abdul Aziz al-Qori, yang menceritakan hal ini kepada saya mengatakan, “Setelah itu kami keluar dari kantor dengan rasa penuh hormat dan kemuliaan. Kami pun beranjak keluar dari area Jami’ah. Kemudian saya bertanya kepada Syaikh Abdul Fattah, “Anda mau pergi ke mana wahai Syaikh?”

Syaikh menjawab, “Saya ingin pulang ke rumah.”

Saya berkata, “Baiklah, saya akan mengantarkan Anda ke rumah.”

Kemudian Syaikh Abdul Fattah naik mobil bersamaku, kemudian beliau menoleh kepadaku dan berkata, “Wahai Syaikh Abdul Aziz al-Qori, saya punya permintaan.”
Saya menjawab, “ Apa permintaan Anda?”.

Beliau menjawab, “Orang-orang Wahhabi ini, saya ingin membaca buku-buku mereka.”

Saya berkata, “baiklah”.

Setelah itu saya pilihkan beberapa buku karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan beberapa ulama lainnya, lalu kuberikan kepada beliau. Setelah itu beliau membacanya selama seminggu penuh tanpa henti siang dan malam.”

Syaikh Abdul Aziz al-Qori melanjutkan, “ Seminggu kemudian saya mengunjungi beliau dan bertanya padanya, “ Bagaimana buku-buku yang telah Anda baca? Bagaimana pendapat Anda tentangnya?”

Beliau menjawab, “Demi Alloh! Kalian semua adalah benar dan dulu Saya yang salah. Adapun orang-orang ahlus sunnah yang saya temui, mereka jauh sekali dari praktik yang terdapat dalam buku-buku ini. Saya sekarang sudah mengetahui kebenaran tersebut. Demi Alloh ! Saya dulu meyakini bahwa kalian adalah orang-orang yang begini dan begitu… mudah-mudahan Alloh mengampuniku.”

Wahai saudara-saudaraku…

Apa yang mendorong beliau untuk membaca kebenaran dan puas menerimanya?! Jawablah pertanyaanku…

Tentunya ini semua dengan adab, kelemah lembutan, akhlaq yang mulia, kesabaran, sopan santun dan memenuhi kewajiban hak-hak seorang muslim, bukannya malah tindakan menghajr, membenci, mengucilkan dan lain sebagainya.

Wahai saudara-saudaraku…

Inilah akhlaq seorang alim besar, yang saya yakin bahwa saya dan anda bersepakat akan keilmuannya

Adakah kita mau mengambil dan memetik faidah ini?!

Maukah kita bercermin kembali, sudahkah akhlaq kita mencerminkan akhlaqnya para salaf yang shalih?!

Ataukah kita malah gemar menghujat, mencemooh, mencela, mengucilkan, bahkan sampai menvonis bid’ah secara serampangan?!

Memang benar kiranya ucapan Syaikh al-Albani, bahwa “ ajarkan aqidah kepada ummat dan ajarkan akhlaq kepada salafiyyin”.

Karena memang sebagian saudara kita salafiyyin butuh untuk lebih mempelajari akhlaq yang mulia.

Sumber: Abu Bassam

Artikel ini diposting oleh Website Seindah Sunnah 
Share:

Perempuan Miskin yang Jujur

Terungkap Ini Penyebab Arab Saudi Tiba-Tiba Diselimuti Salju ...Suatu hari, Imam Ahmad bin hanbal, pendiri mazhab hambaliyah dikunjungi seorang perempuan yang ingin mengadu.

Ya syaikh, saya adalah seorang ibu rumah tangga yang sudah lama ditinggal mati suami. Saya ini sangat miskin, sehingga untuk menghidupi anak-anak saja , saya merajut benang dimalam hari, sementara siang hari saya gunakan untuk mengurus anak-anak dan menyambih sebagai buruh kasar disela waktu yang ada. Karena saya tak mampu membeli lampu, maka pekerjaan merajut itu saya lakukan apabila sedang terang bulan."

Imam ahmad menyimak dengan serius penuturan si ibu tadi. Perasaannya miris mendengar ceritanya yang memprihatinkan. Imam Ahmad adalah seorang ulama besar yang kaya raya dan dermawan.
Sebenarnya, hatinya telah tergerak untuk memberi sedekah kepada perempuan itu, namun ia urungkan dahulu karena menunggu perempuan itu melanjutkan pengaduannya.

"Pada suatu hari, ada rombongan pejabat negara berkemah didepan rumah saya. Mereka menyalakan lampu yang jumlahnya amat banyak sehingga sinarnya terang benderang. Tanpa sepengetahuan mereka, saya segera merajut benang dengan memanfaatkan cahaya lampu-lampu itu," tegas perempuan.

"Tetapi setelah selesai saya sulam, saya bimbang, apakah hasilnya halal atau haram kalau saya jual?
Bolehkah saya makan dari hasil penjualan itu?
Sebab saya melakukan  pekerjaan itu dengan diterangi lampu yang minyaknya dibeli dengan uang negara,dan tentu saja itu tidak lain adalah uang rakyat." Perempuan itu kembali menjelaskan.

Imam Ahmad terpesona dengan kemulyaan jiwa perempuan itu. Ia begitu jujur, ditengah masyarakat yang begitu bobrok akhlaknya dan hanya memikirkan kesenangan sendiri, tanpa peduli 
Halal haram lagi. Padahal jelas, wanita ini begitu miskin dan papah.

Maka dengan penuh rasa ingin tahu, Imam ahmad bertanya ,"ibu, sebenarnya engkau ini siapa?"
"Saya ini adik perempuan Basyar Al-Hafi,"
Perempuan itu mengaku dengan suara serak karena penderitaannya yang berkepanjangan.

Imam Ahmad makin terkejut. Basyar Al-Hafi adalah gubernur yang terkenal sangat adil dan dihormati rakyatnya semasa hidupnya. Rupanya, jabatannya yang tinggi tidak disalahgunakannya untuk kepentingan keluarga dan kerabatnya. Sampai-sampai adik kandungnya pun hidup dalam keadaan miskin.

Dengan menghela nafas berat, Imam Ahmad berkata pada masa kini, ketika orang-orang sibuk memupuk kekayaan dengan berbagai cara, bahkan dengan cara menggerogoti uang negara dan menipu serta membebani rakyat yang sudah miskin, ternyata masih ada perempuan terhormat seperti engkau ibu".

Sungguh, sehelai rambutmu yang terurai dari sela-sela jilbabmu jauh lebih mulia dibanding dengan berlapis-lapis surban yang kupakai dan berlembar-lembar jubah yang dikenakan para ulama."

Subhanallah, sungguh mulianya engkau, hasil rajutan itu engkau haramkan?, padahal bagi kami itu tidak apa-apa,sebab yang engkau lakukan itu tidak merugikan keuangan negara."
Kemudian Imam Ahmad melanjutkan,"ibu,izinkan aku memberi penghormatan  untukmu. Silahkan engkau meminta apa saja dariku, bahkan sebagian besar hartaku, niscaya akan kuberikan kepada perempuan semulia engkau".

Diriwayatkan dari ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ, dari RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM.  BELIAU BERSABDA:

TIDAK AKAN MASUK KEDALAM SURGA SEBUAH JASAD YANG DIBERI MAKAN DENGAN YANG HARAM."

shahih lighairihi, HR. Abu Ya'la, Al-Bazzar, Ath-Thabarani dalam kitab Al-ausath dan Al-Baihaqi, dan sebagian sanadnya hasan .

Kisah ini ada dalam kitab shahih at- targhib 
Share:

SEPENGGAL KISAH SITI MASYITOH

Teknologi Pertanian Makin Maju, Gurun pun Disulap Jadi Lahan ...
Wanita Mulia Yang Makamnya Harum Semerbak Sahabat kisah ini sudah hampir dilupakan oleh kalangan ummat islam, anak-anak generasi muda saat ini saya yakin mereka tidak pernah dengar kisah yang sangat memberikan inspirasi besar dalam kehidupan, bagaimana keteguhan dan keyakinannya menjadikan ia wanita yang mulia disisi Allah SWT. Siapa wanita mulia tersebut dialah Siti Masyitoh yang hidup pada zaman Fir’aun dan sekaligus menjadi pembantu mengurus anak-anaknya Fir’aun.

“Apa, di dalam kerajaanku sendiri ada pengikut Musa?” Teriak Fir’aun dengan amarah yang membara setelah mendengar cerita putrinya perihal keimanan Siti Masyitoh. Hal ini bermula ketika suatu hari Siti Masyitoh sedang menyisir rambut putri Fir’aun, tiba-tiba sisir itu terjatuh, seketika Siti Masyitoh mengucap Astagfirullah.

Sehingga terbongkarlah keimanan Siti Masyitoh yang selama ini disembunyikannya.
“Baru saja aku menerima laporan dari Hamman, mentriku, bahwa pengikut Musa terus bertambah setiap hari. Kini pelayanku sendiri
ada yang berani memeluk agama yang dibawa Musa.
Kurang ajar si Masyitoh itu,” umpat Fir’aun.
“Panggil Masyitoh kemari,” perintah Fir’aun pada pengawalnya.
Masyitoh datang menghadap Fir’aun dengan tenang. Tidak ada secuil pun perasaan takut di hatinya. Ia yakin Allah senantiasa menyertainya.
“Masyitoh, apakah benar kamu telah memeluk agama yang dibawa Musa?”. Tanya Fir’aun pada Masyitoh dengan amarah yang semakin meledak.
“Benar,” jawab Masyitoh mantap.
“Kamu tahu akibatnya? Kamu sekeluarga akan saya bunuh,” bentak Fir’aun, telunjuknya mengarah pada Siti Masyitoh.
“Saya memutuskan untuk memeluk agama Allah, maka saya telah siap pula menanggung segala akibatnya.”
“Masyitoh, apa kamu sudah gila! Kamu tidak sayang dengan nyawamu, suamimu, dan anak- anakmu.”
“Lebih baik mati daripada hidup dalam kemusyrikan.”
Melihat sikap Masyitoh yang tetap teguh memegang keimanannya, Fir’aun memerintahkan kepada para pengawalnya agar menghadapkan semua keluarga Masyitoh kepadanya.

“Siapkan sebuah belanga besar, isi dengan air, dan masak hingga mendidih,” perintah Fir’aun lagi.
Ketika semua keluarga Siti Masyitoh telah berkumpul, Fir’aun memulai pengadilannya.
“Masyitoh, kamu lihat belanga besar di depanmu itu. Kamu dan keluargamu akan saya rebus. Saya berikan kesempatan sekali lagi,
tinggalkan agama yang dibawa Musa dan kembalilah untuk menyembahku. Kalaulah kamu tidak sayang dengan nyawamu, paling tidak fikirkanlah keselamatan bayimu itu. Apakah kamu tidak kasihan padanya.”
Mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Fir’aun, Siti Masyitoh sempat bimbang. Tidak ada yang dikhawatirkannya dengan dirinya,
suami, dan anak-anaknya yang lain, selain anak bungsunya yang masih bayi. Naluri keibuannnya muncul. Ditatapnya bayi mungil dalam gendongannya.

“Yakinlah Masyitoh, Allah pasti menyertaimu.” Sisi batinnya yang lain mengucap.
Ketika itu, terjadilah suatu keajaiban. Bayi yang masih menyusu itu berbicara kepada ibunya,
“Ibu, janganlah engkau bimbang. Yakinlah dengan janji Allah.” Melihat bayinya dapat berkata-kata dengan fasih, menjadi teguhlah
iman Siti Masyitoh. Ia yakin hal ini merupakan tanda bahwa Allah tidak meninggalkannya.
Allah pun membuktikan janji-Nya pada hamba-hamba-Nya yang memegang teguh (istiqamah) keimanannya. Ketika Siti Masyitoh dan keluarganya dilemparkan satu persatu pada belanga itu, Allah telah terlebih dahulu mencabut nyawa mereka, sehingga tidak merasakan panasnya air dalam belanga itu.
Demikianlah kisah seorang wanita shalihah bernama Siti Masyitoh, yang tetap teguh memegang keimanannya walaupun dihadapkan
pada bahaya yang akan merenggut nyawanya dan keluarganya.

Ketika Nabi Muhammad Saw. isra dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Palestina, beliau mencium aroma wangi yang berasal dari sebuah kuburan.
“Kuburan siapa itu, Jibril?” tanya baginda Nabi.
“Itu adalah kuburan seorang wanita shalihah yang bernama Siti Masyitoh,” jawab Jibril.
Semoga kelak kita dikumpulkan bersama orang-orang Sholeh Sholehah tentunya dengan harapan Syafa'at Baginda Rasulullah SAW..
Semoga Bermanfaat.

#Subhanallah
Jum'at Barokah...🙏
Share:

KISAH WANITA CANTIK YANG MENGGODA ULAMA......

Keanekaragaman Flora Arab Saudi: Bunga Gurun | sunflowerKisah ini terjadi pada abad pertama hijriyah, di zaman tabi’in.
“Wahai suamiku, adakah di Makkah ini laki-laki yang jika melihat wajah cantikku ini ia tidak tergoda?”

Tanya seorang istri kepada suaminya, sambil bercermin. Ia sangat mengagumi kecantikan yang terpantul di kaca itu.
“Ada.” jawab sang suami.
“Siapa?” kata istrinya
“Ubaid bin Umair.” jawab suaminya

Sang istri diam sejenak. Ia merasa tertantang untuk membuktikan bahwa kecantikannya akan mampu menggoda laki-laki itu.

“Wahai suamiku,” katanya merayu, “bolehkah aku membuktikan bahwa aku bisa membuat Ubaid bin Umair bertekut lutut di depanku?”

Sang suami terkejut dengan permintaan ekstrem itu, tetapi ia sendiri juga merasa rencana istrinya itu akan menjadi sesuatu yang menarik, untuk menguji keshalihah seorang ulama. “Silahkan, aku mengijinkanmu.”

Setelah merias diri sedemikian rupa, berangkatlah wanita itu mencari Ubaid bin Umair di Masjidil Haram.

Ubaid adalah seorang ulama yang lahir semasa Rasulullah saw masih hidup.

Nama lengkapnya Ubaid bin Umair bin Qatadah Al Laitsi Al Junda’i Al Makki. Beliau wafat pada tahun 74 hijriyah.

Saat menjumpai Ubaid, wanita itu berpura-pura meminta nasehat. Ia beralasan kebutuhannya amat penting, dan memintanya pindah ke pojok masjid.

Sesampainya di sana, wanita itu membuka cadarnya dan tampaklah wajah cantiknya laksana bening rembulan.

“Apa yang kau lakukan?” kata Ubaid melihat kejanggalan wanita tersebut.

“Sungguh, aku mencintaimu. Aku hanya ingin jawaban darimu,” sergah wanita itu, terus berusaha menggoda Ubaid.

“Sebentar,” kata Ubaid. Kini nadanya mulai naik.

“Ada beberapa pertanyaan yang jika kau menjawabnya dengan jujur, maka aku akan menjawab pertanyaanmu tadi.”

“Baik, aku akan menjawabnya dengan jujur.”

“Pertama, seandainya Malaikat Maut datang menjemputmu saat ini, apakah engkau senang aku memenuhi ajakanmu?”

Wanita itu tak menyangka akan mendapatkan pertanyaan yang langsung mengingatkannya dengan kematian. Kemudian menjawabnya “Tidak”

“Kedua, seandainya saat ini engkau berada di alam kubur dan sedang didudukkan oleh Malaikat Munkar dan Nakir untuk ditanyai, apakah engkau senang aku penuhi ajakanmu?”
“Tidak” jawabnya.

“Ketiga, seandainya saat ini semua manusia menerima catatan amalnya dan engkau tidak tahu apakah kau akan mengambilnya dengan tangan kanan atau tangan kiri, apakah engkau senang jika aku memenuhi ajakanmu?”
“Tidak”

“Keempat, seandainya saat ini seluruh manusia digiring ke timbangan amal dan engkau tidak tahu apakah timbangan amal kebaikanmu lebih berat atau justru amal buruknya yang lebih berat, apakah engkau senang jika aku memenuhi ajakanmu?”
“Tidak”

“Kelima, seandainya saat ini engkau berada di hadapan Allah untuk dimintai pertanggungjawaban atas semua nikmatNya yang telah dianugerahkan kepadamu, masihkah tersisa rasa senang di hatimu jika aku memenuhi ajakanmu?”
“Demi Allah, tidak”

“Kalau begitu wahai wanita, takutlah kepada Allah. Betapa Allah telah memberikan segalanya kepadamu.”

Kini dia tak kuasa menahan air mata.
Tadi dia datang ke Masjidil Haram berpura-pura mencari nasehat,
kini ia benar-benar mendapatkan nasehat yang benar-benar menyentuhnya.

Sesampainya di rumah, sang suami terkejut melihatnya bersedih.

“Apa yang terjadi wahai istriku?” kata suaminya.

“Kita ini termasuk orang yang celaka,” jawab wanita itu, kemudian ia mengambil wudhu dan shalat.

Hari-hari berikutnya, ia berubah drastis.
Ia tak lagi membanggakan kecantikannya.
Ia tak lagi suka berdandan di setiap malam.
Ia berubah menjadi ahli shalat dan puasa.

Mudah-mudahan ini ada manfaatnya..
Barakallahu fiikum. 

Share:

Mengenal Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani

Keajaiban Batu Al Naslaa di Gurun Arab, Terbelah Dua Sempurna di ...Siapa yang tidak pernah mendengar nama Abdul Qodir al-Jailani?

Hampir semua muslim pernah mendengar namanya.

Dari anak SD hingga manusia usia senja, mengenal namanya. Ketika namanya disebut, yang terbayang kesalehan dengan segudang karomah. Lalu siapakah sebenarnya Abdul Qodir al-Jailani itu?

Nama dan Nasab

Seorang ahli sejarah Islam, Ibnul Imad menyebutkan tentang nama dan masa hidup Abdul Qadir Al-Jailani,

“Pada tahun 561 H hiduplah Asy-Syaikh Abdul Qadir bin Abi Sholeh bin Janaky Dausat bin Abi Abdillah Abdullah bin Yahya bin Muhammad bin Dawud bin Musa bin Abdullah bin Musa Al-Huzy bin Abdullah Al-Himsh bin Al-Hasan bin Al-Mutsanna bin Al-Hasan bin Ali bin Abi Tholib Al-Jailani.”

(Syadzarat Adz-Dzahab, Ibnul Imad Al-Hanbali, 4/198)

Tempat Kelahiran

Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany adalah salah seorang ulama ahlusunnah yang berasal dari negeri Jailan. Dari nama negerinya ini, beliau dinasabkan sehingga disebut “al-Jailani”, artinya seorang yang berasal dari negeri Jailan.

Jailan sendiri merupakan nama bagi beberapa daerah yang terletak di belakang Negeri Thobristan.

Kota yang ada di negeri Jailan,  hanyalah perkampungan yang terletak pada daerah tropis di sekitar pegunungan. (Mu’jam Al-Buldan, 4/13-16)

Madzhab Fiqh Syaikh Abdul Qadir

Beliau termasuk salah satu ulama dan tokoh dalam madzhab hambali. Ad-Dzahabi ketika membawakan biografinya menyatakan,

الجِيْلِيُّ الحَنْبَلِيُّ، شَيْخُ بَغْدَادَ

Beliau dari Jailani, bermadzhab hambali, tokoh di Baghdad.

Kemudian ad-Dzahabi menyebutkan beberapa guru beliau, diantaranya, Abu Ghalib al-Baqillani, Ahmad bin Mudzaffar, Abu Qasim bin Bayan.

Sementara murid beliau, sederet ulama madzhab hambali, diataranya, as-Sam’ani, al-Hafidz Abdul Ghani – penulis Umdatul Ahkam –, dan al-Muwaffaq Ibnu Qudamah, penulis kitab al-Mughni .

(Siyar A’lam an-Nubala, 20/439)

Aqidah Syaikh Abdul Qadir

Bagian ini sagat penting untuk kita pahami, menyusul banyaknya keyakinan tentang beliau yang banyak bercampur khurafat dan takhayul. Salah satunya, dikatakan bahwa Syaikh Abdul Qadir mampu mengambil kembali ruh yang sudah dicabut oleh malaikat. Kemudian dikembalikan kepada orang yang baru meninggal.

Ini kisah sangat jelas  kedustaannya. Siapapun manusia, bahkan seorang nabi-pun, tidak mampu melakukan semacam ini.

Yang sebenarnya fenomena ini tidak hanya terjadi sekarang, tapi sudah ada di masa silam. Dan para ulama ahlus sunah berusaha melulruskannya. Kita simak keterangan Al-Hafidz Ibnu Katsir,

ولأتباعه وأصحابه فيه مقالات ، ويذكرون عنه أقوالا وأفعالا ومكاشفات أكثرها مغالاة ، وقد كان صالحاً ورِعاً ، وقد صنَّف كتاب ” الغُنية ” و ” فتوح الغيب ” ، وفيهما أشياء حسنة ، وذكر فيهما أحاديث ضعيفة وموضوعة ، وبالجملة كان من سادات المشايخ

“Mereka telah menyebutkan dari beliau (Abdul Qadir Al-Jailany) ucapan-ucapan, perbuatan-perbuatan, pengungkapan urusan gaib, yang kebanyakannya adalah ghuluw (sikap berlebih-lebihan). Beliau orangnya sholeh dan wara’. Beliau telah menulis kitab Al-Ghun-yah, dan Futuh Al-Ghaib. Dalam kedua kitab ini terdapat beberapa perkara yang baik, dan ia juga menyebutkan di dalamnya hadits-hadits dha’if, dan palsu. Secara global, ia termasuk di antara pemimpin para masyayikh (orang-orang yang berilmu)”.

(al-Bidayah wa an-Nihayah, 12/252).

Karena itu, bagian penting yang perllu kita perhatikan ketika kita mengkaji sejarah tokoh adalah memahmi bagaimana aqidahnya, bukan kesaktiannya atau karomahnya. Karena yang kita tiru amal dan aqidahnya, bukan ilmu kanuragannya. Terlebih lagi, beliau sama sekali tidak pernah mempelajari ilmu kanuragan, apalagi memlikinya.

Memang beliau memiliki banyak karomah. Namun karomah yang beliau miliki bukan karena beliau mempelajarinya, tapi murni pemberian dari Allah, sebagai bentuk pertolongan dari Allah untuk hamba-Nya yang soleh. Sehingga sekali lagi, yang perlu kita tiru adalah kesalehannya bukan karamahnya.

Diantara cara untuk memahami aqidah beliau adalah dengan melihat karya tulis beliau. Syaikh Abdul Qadir al-Jailani memiliki kitab al-Ghunyah. Dalam salah satu biografi beliau yang disebutkan oleh Ibnu Rajab, di kitab Dzail Thabaqat Hanabilah dinyatakan,

وللشيخ عبد القادر رحمه الله تعالى كلام حسن في التوحيد، والصفات والقدر، وفي علوم المعرفة موافق للسنة. وله كتاب ” الغنية لطالبي طريق الحق ” وهو معروف، وله كتاب ” فتوح الغيب ” وجمع أصحابه من مجالسه في الوعظ كثيرًا. وكان متمسكًا في مسائل الصفات، والقدر، ونحوهما بالسنة، بالغًا في الرد على من خالفها

“Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany memiliki keterangan yang bagus tentang Tauhid, penjelasan sifat  Allah, dan taqdir. Dalam ilmu ma’rifat, ilmu beliau sesuai kaidah ahlus sunah wal jamaah.

Beliau memiliki buku berjudul: “al-Ghunyah li Thalibi Thariqil Haqq.” Kitab yang terkenal. Beliau juga punya kitab judulnya: Futuh al-Ghaib. Sahabat beliau yang ikut kajian tentang nasehat sangat banyak sekali. Beliau berpegang dengan sunnah (ajaran Nabi) dalam masalah sifat Allah dan taqdir atau aqidah lainnya. Beliau sangat jeli dalam membantah. (al-Ghuntah, hlm. 151)

Ibnu Qudamah menuturkan pengalaman dengan gurunya,

دخلنا بغداد سنة إحدى وستين وخمسمائة فإذا الشيخ عبد القادر ممن انتهت إليه الرئاسة بها علمًا وعملاً ومالاً واستفتاء. وكان يكفي طالب العلم عن قصد غيره من كثرة ما اجتمع فيه من العلوم، والصبر على المشتغلين، وسعة الصدر

“Kami masuk Baghdad tahun 561 H. Ternyata Syaikh Abdul Qadir termasuk orang yang mencapai puncak kepemimpinan dalam ilmu , harta, fatwa dan amal disana. Penuntut ilmu tidak perlu lagi menuju kepada yang lainnya karena banyaknya ilmu, kesabaran terhadap penuntut ilmu, dan kelapangan dada pada diri beliau. Orangnya berpandangan jauh. Beliau telah mengumpulkan sifat-sifat yang bagus, dan keadaan yang agung. Saya tak melihat ada orang yang seperti beliau setelahnya.” (Dzail Thobaqot Hanabilah, 1/293)

Pernyataan Syaikh Abdul Qadir tentang Aqidah

Pertama, Allah ber-istiwa di atas Arsy,

Beliau mengatakan,

وهو بجهة العلو مستو ، على العرش محتو على الملك محيط علمه بالأشياء

Dia beristiwa di atas. Dia di atas Arsy, Dia menguasai semua kerajaan, ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. (al-Ghunyah, 1/71)

Kedua, beliau membantah semua sekte selain ahlus sunnah,

وينبغي إطلاق صفة الاستواء من غير تأويل ، وأنه استواء الذات على العرش لا على معنى القعود والمماسة كما قالت المجسمة والكرامية ، ولا على معنى العلو والرفعة كما قالت الأشعرية ، ولا معنى الاستيلاء والغلبة كما قالت المعتزلة ، لأن الشرع لم يرد بذلك ولا نقل عن أحد من الصحابة والتابعين من السلف الصالح من أصحاب الحديث ذلك

Selayaknya memahami istiwa Allah sesuai makna tekstualnnya, tanpa ditakwil. Dia bersemayam secara dzat di atas ‘Arsy, tidak kita maknai duduk dan menempel di Arsy, sebagaimana perkataan Mujassimah dan Karramiyah, tidak pula dimaknai berada di atas, sebagaimana perkataan Asy’ariyah. Tidak boleh dimaknai menguasai, sebagaimana aqidah Mu’tazilah. Karena syariat tidak menyebutkan semua makna itu, dan tidak dinukil satupun keterangan  dari sahabat, maupun tabi’in di kalangan Salaf, para pembawa hadis. (al-Ghunyah, 1/74)

Pernyataan ini membuktikan, bahwa beliau adalah pengikut salaf, pembawa hadis, ahlus sunah, bukan Asy’ariyah, apaagi Mu’tazilah.

Mengapa lebih banyak disinggung aqidah masalah Allah beristiwa di atas?

Karena ini titik sengketa antara ahlus sunnah dengan ahlul bid’ah dalam masalah aqidah, seperti Asy’ariyah dan Mu’tazilah.

Mengingat pentingnya meluruskan sejarah beliau, hingga Dr. Said bin Musfir menulis disertasi doktoral dengan judul, [الشيخ عبدالقادر الجيلاني وآراؤه الاعتقادية والصوفية] “Syaikh Abdul Qadir Jailani: Pemikiran Aqidah dan Sufiyah”

Dalam disertasi ini beliau benyak membantah orang-orang sufi yang menyalah gunakan nama beliau untuk mendukung aqidah sufinya.

Buku ini telah diterjemahkan dalam edisi Indonesia dengan judul: Buku Putih Syaikh Abdul Qadir al-Jailani.

Termasuk yang perlu dibersihkan adalah tersebarnya gambar beliau, yang ini bisa kita pastikan dusta. Karena beliau memusuhi gambar bernyawa dengan wajah.

Allahu a’lam.

Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com) 

Share:

TIGA KELOMPOK YANG TIDAK BOLEH DIPERCAYA DALAM URUSAN AGAMA

Fenomena Sungai Pasir di Gurun Arab
Ada tidak kelompok dari kaum muslimin yang tidak boleh dipercaya kalau mereka berbicara dalam masalah agama.

Berkata Marwan bin Muhammad At-Thathiri Al-Asadi rahimahullah :

ثلاثة لا يؤتمنون في دين, الصوفي، والقصاص, ومبتدع يرد على على أهل الأهواء

“Ada tiga (kelompok) yang mereka tidak dapat di percaya dalam urusan agama, Shufi, para pendongeng, Ahlul Bid’ah yang membantah Ahlul Ahwa’.” (Tartibul Madarik wa Taqribul Masalik Al-Qadhi ‘Iyadh 3/226). Sumber : https://www.alukah.net/sharia/0/90006/

Kelompok Pertama, Shufi

Kelompok shufi adalah kelompok yang suka membuat perkara baru dalam agama. Membuat kreativitas dan inovasi dalam amal ibadah. Kelompok yang sangat malas, banyak makan (kaum besek), pesimis dan suka melakukan sesuatu yang tidak perlu dan tiada guna.

Berkata Ibnu Sha'id rahimahullah :

سمعت الشافعي يقول : أُسِّسَ التصوفُ على الكَسَلِ ".

Aku mendengar Imam Syâfi’i rahimahullah berkata : “Asas tasawuf adalah kemalasan” [al-Hilyah karya Abu Nu’aim al-Ashbahâni 9/136-137].
Sumber : https://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=200524&page=3

Berkata Imam Syafii rahimahullah :

لاَ يَكُوْنُ الصُّوْفِيُّ صُوْفِياًّ حَـتَّى يَكُوْنُ فِيْهِ أَرْبَعُ خِصَالٍ : كَسُولٌ أَكُوْلٌ شَؤُوْمٌ كثَيْرُ الْفُضُولِ

Seseorang tidak akan menjadi Shufi (tulen) kecuali setelah empat perkara ada padanya: sangat malas, banyak makan, sangat pesimis, dan banyak melakukan hal yang tidak perlu”. (Manâqibu asy-Syâfi’i karya al-Baihaqi 2/207). Sumber : https://subulassalaam.com/articles/articlea.cfm?article_id=123

Untuk itu jauhilah kelompok yang satu ini. Jangan duduk bermajlis dengan mereka. Jangan sampai terjerat dan masuk menjadi shufi, niscaya akan menjadi orang yang bodoh.

فعن يونس بن عبد الأعلى قال سمعت الشافعي يقول : " لو أن رجلا تصوف أول النهار ، لا يأتي الظهر حتى يصير أحمق " .
وعنه أيضا أنه قال : " ما لزم أحد الصوفية أربعين يوما ، فعاد عقله إليه أبدا " .

Dari Yûnus bin ‘Abdil A’lâ rahimahullah , ia berkata, “Aku mendengar (Imam) Syâfi’i rahimahullah menyatakan:

َ “Kalau ada orang menjadi Shufi di pagi hari, maka tidaklah datang waktu Zhuhur kecuali orang tersebut akan engkau jumpai menjadi manusia yang dungu”.

Dan darinya juga (Imam Syafi’I), bahwasanya beliau berkata “Seorang yang telah bersama kaum shufiyah selama 40 hari, tidak mungkin kembali akalnya selama-lamanya.” (Manâqib Syâfi’i karya Imam al-Baihaqi 2/207).
Sumber : https://islamqa.info/ar/answers/179938/هل-ثبت-عن-الامام-الشافعي-مدحه-للصوفية-في-شعره

Kelompok Kedua, Tukang Mengarang Cerita

Orang yang suka bercerita tentang kisah ini kisah itu, tetapi kisahnya penuh dengan kepalsuan. Seperti saya mendengar si pulan bercerita seperti ini, padahal si pulan tidak pernah cerita.

Ada seseorang berkata :

عن الأعمش عن أبي إسحاق عن أبي وائل ,فتوسط الأعمش الحلقة , وجعل ينتف شعر إبطه , فقال له القاص :

يا شيخ ؟ ألا تستحي ؟ نحن في علم وأنت تفعل مثل هذا ؟! فقال الأعمش : الذي أنا فيه خير من الذي أنت فيه , قال : كيف ذلك ؟ قال :لأني في سنَّة وأنت في كذب ,أنا الأعمش ! وما حدثتك مما تقول فلما سمع الناس ما ذكر الأعمش؛ انفضوا عن القاص، واجتمعوا حوله وقالوا: حدثنا يا أبا محمد"

"Dari al-A'masy, dari Abu Is-haq, dari Abu Wa'il.." Lalu al-A'masy langsung beralih ke tengah halaqah sambil mencabut bulu ketiaknya. Sontak si tukang cerita menegurnya:

"Wahai Syaikh..? tidakkah engkau malu..? Kita dalam pengajian engkau malah berbuat seperti itu..?!" Maka al-Amasy berkata, "Apa yang aku lakukan ini lebih baik ketimbang apa yang engkau perbuat." Orang itu berkata, "Bagaimana bisa begitu..?"

Al-A'masy berkata, "Aku sedang mengamalkan sunnah, sedangkan engkau sedang berdusta..! Aku adalah al-A'masy..! Aku tidak pernah menceritakan kepadamu seperti ini..!"

Ketika para hadirin mendengar hal itu, maka mereka meninggalkan tukang cerita tersebut dan berkumpul di sekitar al-A'masy, mereka berkata, "Ceritakanlah kepada kami wahai Abu Muhammad (al-A'masy).." [Al-Hawadits wal Bida' hal. 111-112, Abu Bakr At-Thurthusi]. Sumber : http://islamport.com/w/akh/Web/239/

Kelompok Ketiga, Ahlul Bid'ah Yang Membantah Ahlul Hawa

Ada seorang ahlul bid'ah punya suatu pendapat, lantas pendapatnya ini tidak sesuai dengan pendapat ahlul bid'ah lainnya, saling bantahlah mereka, maka orang yang membantah ini tidak boleh dipercaya kalau bicara perkara agama, sebagaimana ahlul bid'ah yang dibantah.

Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani:

ولا ينبغي أن يسمع قول مبتدع في مبتدع

“Tidak sepantasnya seseorang mendengar bantahan Ahlul Bid’ah atas Ahlul Bid’ah yang lainnya.” (Muqaddimah Fat-hul Bari hal. 512). Sumber : http://www.aqaed.com/faq/4568/

Nah bagaimana dengan Idrus Ramli? Ketiga ciri tersebut ada padanya, shufi, suka mengarang cerita dan suka membantah ahlul bid'ah lainnya maka tidak boleh dipercaya dalam urusan agama.

AFM

Copas dari berbagai sumber 
Share:

FENOMENA MENGHARUKAN DI PENGADILAN SAUDI :

Ini 7 Hal Bukti Kerajaan Arab Saudi yang Mulai Terbuka Halaman all ...
⚖ Di salah satu pengadilan Qasim, Kerajaan Saudi Arabia, berdiri Hizan al Fuhaidi dengan air mata yang bercucuran hingga membasahi janggutnya...


🔨 Kenapa ?

Karena ia kalah terhadap perseteruannya dengan saudara kandungnya dipengadilan !! 

⚔ Tentang apakah perseteruannya dengan saudaranya ??

Tentang tanah ??

atau warisan yang mereka saling perebutkan ??

👋 Bukan karena harta !!

💝Ia kalah terhadap saudaranya terkait hak pemeliharaan ibunya yang sudah tua renta & bahkan hanya memakai sebuah cincin timah di jarinya yang telah keriput,, 

Seumur hidupnya, beliau tinggal dengan Hizan yang selama ini menjaganya,,

Tatkala beliau telah semakin tua, datanglah adiknya yang tinggal di kota lain, untuk mengambil ibunya agar tinggal bersamanya, dengan alasan, fasilitas kesehatan dll di kota jauh lebih lengkap daripada di desa.

🗣 Namun Hizan menolak dengan alasan, selama ini ia mampu untuk menjaga ibunya.

Perseteruan ini tidak berhenti sampai di situ, hingga berlanjut ke pengadilan!! 

Sidangpun dimulai,, hingga sang hakim pun meminta agar sang ibu dihadirkan di majelis ... 

👥Kedua bersaudara ini membopong ibunya yang sudah tua renta yang beratnya sudah tidak sampai 40 Kg!!

Sang Hakim bertanya kepadanya, siapa yang lebih berhak tinggal bersamanya.

Sang ibu memahami pertanyaan sang hakim, ia pun menjawab, sambil menunjuk ke Hizan,
"Ini mata kananku !"

Kemudian menunjuk ke adiknya sambil berkata,
"Ini mata kiriku !!

🔎Sang Hakim berpikir sejenak kemudian memutuskan hak kepada adik Hizan,
berdasar pertimbangan kemaslahatan bagi si ibu!! 

🏅Betapa mulia air mata yang dikucurkan oleh Hizan!!

Air mata penyesalan karena tidak bisa memelihara ibunya tatkala beliau telah menginjak usia lanjutnya !!

Dan, betapa terhormat dan agungnya sang ibu !! diperebutkan oleh anak-anaknya hingga seperti ini,,!! 

💎Andaikata kita bisa memahami, bagaimana sang ibu mendidik kedua putranya, hingga ia menjadi ratu dan mutiara termahal bagi anak-anaknya !!

Ini adalah PELAJARAN MAHAL, tentang BERBAKTI, tatkala DURHAKA sudah menjadi BUDAYA...

Semoga Bermanfaat...
Dari grup telegram

☕ Silahkan disebarkan, mudah2an anda mendapatkan bagian dari pahalanya ☕
Barakallah fikum.

                                          

✒ Ditulis oleh _Ustadz Kholid Syamhudi Al-Bantani, _ Lc حفظه الله تعالى

▪┈┈◈❂◉❖ ° ❖◉❂◈┈┈▪ 
Share:

RADIO DAKWAH

Recent Posts

Pages