Abdurrahman bin Auf

 Ala Sahabat Abdurrahman Bin Auf ...

Dari Kisah Ini mari kita Petik pelajaran nya 
Abdurrahman bin Auf adalah sahabat Nabi ﷺ yang super kaya, dermawan, dan dijamin masuk surga. Tapi tahukah kamu... beliau pernah mencoba jadi miskin?

Iya, niatnya tulus. Ia ingin meringankan hisabnya di akhirat. Karena ia tahu, harta yang banyak itu bukan cuma nikmat, tapi juga tanggung jawab yang besar.

Suatu hari, ia melihat banyak kurma busuk menumpuk di pasar Madinah—tak laku, tak berguna, dan hanya memenuhi gudang. Ia pun membelinya semua, dengan harga normal. Rencananya? Ia jual ulang kurma itu dengan harga tinggi agar tidak laku, lalu uangnya habis, dan dia bisa hidup lebih sederhana.

Tapi yang terjadi justru sebaliknya.

Beberapa hari kemudian, datanglah utusan dari Yaman. Negeri mereka sedang kena wabah, dan tabib di sana bilang bahwa kurma busuk bisa dijadikan obat. Mereka langsung memborong semua dagangan Abdurrahman, bahkan dengan harga 10 kali lipat! 😲

Abdurrahman pun hanya bisa tertawa kecil dan berkata, “Allah tidak mengizinkan aku menjadi miskin.”

Kisah ini bukan cuma tentang dagang atau rezeki, tapi juga tentang niat. Abdurrahman gak ngotot jadi kaya, tapi juga gak pelit. Ia cuma ingin hidup ringan di dunia dan akhirat. Tapi Allah tahu lebih baik, dan tetap memberinya jalan rezeki dari arah yang tak disangka-sangka—bahkan lewat kurma busuk.

Zaman sekarang? Banyak juga yang ngalamin hal mirip. Kadang kita ngerasa punya sesuatu yang gak ada harganya, eh ternyata justru itu yang nolong di saat genting.

fokusnya bukan soal tips sukses—tetapi ini tentang bagaimana niat baik, kejujuran, dan ridha Allah bisa membawa hasil yang lebih dari sekadar rencana manusia. 

Wallahua'lambisshowab

Share:

KISAH_KISAH ISLAMI


Akan Dikumpulkan Bersama yang Dicintai ...

Sejarah Imam Al-Qurthubi Mufassir Spanyol

Nama lengkapnya Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar Ibn Farrah al-Ansari, al-Khazraji, al-Andalusi, al-Qurtubi (w.671H), dan populer dengan sebutan Imam Abu Abdillah. Beliau dilahirkan di Cordova, Spanyol dan ia juga adalah salah satu pengikut madzhab fikih yaitu Imam Maliki. Metode penafsirannya akan banyak mempengaruhi para mufassir setelahnya dengan mengikuti gaya penafsirannya, seperti halnya Ibn Katsir yang menjadikan kitabnya yang terkenal yaitu al jami’ li ahkamil Qur’an atau kitab al-Qurtubi sebagai rujukan.

Dalam kehidupannya sehari-hari beliau mempunyai sifat yang unik yang memang tidak semua orang memiliknya sehingga beliau banyak dikenal akan sikap ketawaduanya, kealimannya, kezuhudannya, berkarisma dan komited dalam melakukan amal akhirat untuk dirinya. Seperti yang pernah dikatakan oleh mufassir Adz-Dzaidah bahwa ia sering terlihat ketika memakai sehelai jubah yang bersih dengan kopiah di atas kepalanya serta seluruh hidupnya digunakan untuk beribadat kepada Allah. Sisa dari waktunya dihabiskan untuk menulis dan mengkaji ilmu agama ”Dia adalah seorang ulama besar yang tawadu dan lebih mementingkan ilmu pengetahuan terlebih kepada tafsir dan hadits yang menghasilkan karya yang jauh lebih baik pada masanya”

Namun sayangnya para ulama tidak ada yang tahu dengan pasti mengenai kapan ia dilahirkan, oleh siapa ia dibesarkan dan apakah ia seorang anak yatim atau tidak namun yang ditulis dalam sejarah bahwa ia dilahirkan dan dibesarkan oleh bapaknya yang bermata pencaharian bercocok tanam yang hidup pada zaman dinasti Muwahidun yang kala itu dipimpin oleh Muhammad bin Yusuf bin Hud (625-635 H) dikisahkan pada saat itu ayahnya sedang memanen dan pada waktu itu pula terjadi sebuah pemberontakan kaum separatis Nashrani Cordova yang menuntut untuk memerdekakan diri dari Islam.

Terlepas dari itu, al-Qurtubi kecil mempelajari berbagai disiplin ilmu ditempat ia dilahirkan kepada para gurunya yang sangat membantunya ialah Ibn Rawwa (seorang Imam hadits), Ibn al-Jumaizi, al-Hassan al-Bakari dsb. Diantara ilmu-ilmu yang ia pelajari ialah tentang keagamaan seperti bahasa arab, Hadits, syair, dan al-qur’an. Disamping itu pula ia banyak belajar dan mendalami ilmu yang menjadi pendukung ilmu Qur’an yakni dengan belajar nahwu, qira’at, fikih dan juga ia mempelajari ilmu balagh.

Setelah ia tumbuh dewasa dan merasa kurang dalam mendalami ilmunya itu, kemudian dia pergi ke mesir (yang pada waktu itu kekuasaan dipegang oleh Dinasti Ayyubiah) dan Ia menetap disana sampai ajal menjemputnya pada malam senin 9 syawal 671 H/1273 M dan makamnya sendiri berada di elmania, di timur sungai nil. Berkat pengabdiannya terhadap ilmu agama dan keinginannya dalam memajukan peradaban Islam, para penduduk disana sangat menghormati jasa beliau sehingga makamnya-pun sering diziarahi oleh banyak orang.
Guru-Guru Beliau

Sebagian dari guru Imam Qurtuby antara lain : Ibnu Rawaz (Imam Muhadis Abu Muhammad Abdul Wahab bin Rawaz, dan nama aslinya adalah Dzofir bin Ali Ibnu Futuhul Azda Al-Iskandarani Al-Maliki yang wafat pada tahun 648 H.), Ibnu Jumaizi (‘Alamah Bahaudin Abu Hasan Ali bin Hantullah bin Salamah Al-Misri As-Syafi’I wafat pada tahun 649 H, beliau termasuk dari ahli hadis, fiqh dan qira’at.), Abu Abbas Ahmad bin Umar bin Ibrahim Al-Maliki Al-Qurtuby yang wafat pada tahun 656 H., Al-Hasan Al-Bakri (Al-Hasan bin Muhammad bin Muhammad bin Amruuk At-Taimi An-Naysaburi Ad-Dimaski Abu Ali Shadrudin Al-Bakri wafat pada tahun 656 H.)

Beliau tinggal di kediaman Abu al-Hushaib.
Wafat Beliau
Imam Abu Abdillah Al-Qurthubi meninggal dunia dan dimakamkan di Mesir iaitu dikediaman Abu al-Hushaib, pada malam isnin, tanggal 09 Syawal tahun 671 H. semoga Allah merahmati dan meredhai beliau.

Dengan kemampuannya dalam berbahasa arab yang fasih dan berpengetahuan yang luas tak pelak Karya-karya yang dilahirkannya pun sepadan dengan pengetahuannya. Namun karya yang paling termashhur ialah kitab al jami’ li ahkamil Qur’an, bukan berarti bahwa karya lainnya tidak terkenal seperti :
1. Attadzkirah fi Ahwal Al mauta wa Umur al Akhirah
2. fi Afdhal ad Adzkar
3. al Asna fi Syarh Asma’ illah Alhusna
4. Syarh at-Taqashshi
5. Risalah fi Alqam alhadits
6. Kitab al-Aqdhiyyah.

Corak Tafsir al-Qurtubi

Al-Qur’an ialah kitab suci umat islam yang diturunkan Allah SWT melalui malaikat Jibril yang ditujukan kepada Nabi Muhammad saw dan untuk ditaati oleh umat muslim sebagai panduan atau landasan tindakan dalam kehidupan dunia dan mengharapkan kebahagian akhirat. Al-Qur’an yang ada sekarang adalah suatu bentukan buku duniawi yang “termuat diantara kulit muka dan kulit belakang”, Qur’an duniawi ini sebenarnya ungkapan nyata dari yang asli yang berada pada Allah, tersimpan dalam prasasti terjaga (al-LAuh al-Mahfuzh)

Karya yang paling monumental dalam Al-Qur’an ialah mempunyai kandungan yang sangat substansial karena al-Qur’an ialah sumber inspirasi bagi setiap orang sehingga lahirlah berbagai disiplin ilmu yang dikemudian hari baru muncul pada saat setelah wafatnya Sang suksesor Nabi Muhammad saw. yang terpenting dan pertama kali berkembang ialah karya-karya yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menafsirkan al-Qur’an guna mendapatkan intisari dari ajaran kitab suci itu sendiri.

Dalam sejarahnya, tafsir pada awal Islam ditransmisikan melalui riwayat secara lisan. Rosulullah menjelaskan sebagian al-Qur’an kepada para Sahabat, lalu mereka meriwayatkannya kepada sahabat lainnya, atau mereka meriwayatkannya kepada para tabi’in dan seterusnya. Periwayatan demikian dapat dikatakan sebagai langkah pertama atau periode Transmisi lisan, atau dikenal dengan nama tafsiral-Nabiy (tafsir Nabi) ini dapat dibuktikan pada riwayat-riwayat hadits nabi yang sampai kepada mereka.

Pada zaman setelah nabi wafat para sahabat menafsirkan al-Qur’an dan mengajarkan pemahaman mereka atas al-Qur’an kepada kaum muslimin lainnya. para Sahabat dalam menafsirkan al-Qur’an dan yang menjadi sumber utama penafsiran bagi mereka adalah al-Qur’an itu sendiri, yakni pernyataan al-Qur’an yang ditafisrkan kembali dengan ayat lain yang mempunyai relevansi atas ayat yang sedang dikaji, metode ini sering dikenal dengan metode tafsir maudhu’i.

Setelah periode pertama (zaman nabi) tersebut maka masuk pada periode kedua yaitu periode tafsir tertulis. Ini agaknya dapat dikemukakan secara pasti baru pada tahun terakhir abad ke-2 H/ke-8 M. periode ini diwakili oleh Muqathil bin Sulaiman dalam karyannya Tafsir al-Qur’an, Khams Mi’ahAyah Min al-Qur’an (tafsir 500 ayat al-Qur’an) dan Kitab al-wujuh wa an-Naza’ir (kitab tentang arti dan persamaan-persamaan). Baru pada abad ke-4 H/ke-10 M, literature tafsir benar-benar lahir secara lengkap.

Setelah bergantinya zaman dan generasi, ilmu tafsir mengalami kemajuan pesat yang diiringi dengan meluasnya wilayah imperium Islam keberbagai negeri seperti Asia kecil, Maghribi (sekarang Maroko), Andalusia (sekarang Spanyol), sebagian kecil Prancis dst. Maka tafsir pun semakin berkembang luas-bukan hanya dalam ruang lingkup jazirah Arab-dan tentunya akan melahirkan para mufassir-mufassir baru dengan ditandai lahirnya kitab-kitab tafsir yang termashur dikalangan umat islam.

Dalam kawasan Spanyol banyak sekali tokoh-tokoh Islam, namun ada satu tokoh di bidang tafsir yang pernah dilahirkan oleh Islam yang sangat masyhur dengan kitab tafsirnya yang banyak memuat ayat-ayat hukum yang berjudul al-jami’ li ahkamil Qur’an (Ensiklopedi Hukum-hukum al-Qur’an) atau lebih dikenal dengan tafsir al Qurtubi.

Imam al-Qurtubi telah menjelaskan latar belakang penamaan kitab itu sebagai berikut: “Adapun, al-Quran ini merupakan satu kitab yang penting bagi melaksanakan hukum syara’, selain sunnah dan juga kewajiban yang lain. Ia diturunkan oleh pembawa amanah dari langit (Jibril) kepada pemegang amanah di muka bumi (Rasulullah SAW). Oleh itu, aku merasakan aku ‘patut’ untuk berkhidmat dengannya sepanjang hidupku, meluangkan masa dari segala kesibukanku terhadap dunia ini. Aku berusaha untuk menulis ulasan dan uraian secara ringkas dalam al-Quran itu berdasarkan uraian dan tafsiran ulama, dari aspek bahasa, I’rab, hukum qiraat selain turut menempelak golongan yang sesat dan menyeleweng. Begitu juga, aku membentangkan beberapa hadis yang menjadi penguat dari aspek hukum dan sebab-sebab penurunan sebuah ayat tersebut dengan gabungan di antara maknanya yang tersirat. Selain itu, turut diterangkan segala isu permasalahan yang timbul berdasarkan pendapat ulama salaf dan generasi yang mengikuti jejak langkah mereka dari kalangan ulama khalaf (terkemudian)…dan aku meletakkan dua syarat di dalam kitabku ini, yaitu
[1] menyandarkan setiap perkataan kepada orang yang menyebutnya dan
[2] menyatakan hadis dari sumbernya yang asal. Kerana para ulama menyatakan bahwa ‎keberkatan ilmu itu didapati daripada setiap komentar yang disandarkan kepada orang yang mengatakannya dan juga setiap hadis itu di sebutkan sumber asalnya. Keberkatan ilmu itu didapati daripada setiap komentar yang di’sandar’kan kepada orang yang mengeluarkan kenyataan itu. Ini kerana terlalu banyak hadisyang dikutip dari kitab fiqh dan tafsir yang diragukan kesahihannya (mubham). Tidak akan diketahui siapakah yang mengatakannya kecuali apabila dirujuk semula ke dalam kitab-kitab hadis. Jika keadaan ini tidak dinyatakan, pastilah orang yang tidak punya keahlian akan terus dalam ‘ketidaktahuan’ disebabkan tidak mengetahuai antara hadis yang sahih dan hadis yang ‘lemah’. Apa yang mereka ketahui hanyalah ilmu kulit saja (tanpa kebenaran yang sahih).

Keadaan seperti itu, sebenarnya tidak diterima sebagai hujah dan pendalilan sehingga mereka mengeluarkannya dengan ’sandaran’ kepada seseorang tokoh ulama yang terkenal, dipercayai dan disegani di kalangan ulama Islam. Maka, inilah yang kami (penulis) syaratkan di dalam kupasan kitab ini, semoga Allah menunjukkan jalannya yang benar!

Aku menghindari dari memasukkan terlalu banyak kisah-kisah para mufassir dan juga sejarawan melainkan yang benar-benar penting bagi sesuatu hal yang sememangnya perlukan penjelasan berkaitan sesebuah hukum, atau memberikan panduan kepada pengkaji untuk mendapatkan keputusannya. Aku turut meletakkan bagi setiap ayat sandaran padanya cuma satu hukum fiqh ataupun dua hukum sahaja, malah sesetengahnya ditambah dengan keterangan yang bersangkutan dengan ayat tersebut seperti sebab-sebab penurunan ayat, tafsiran, kalimah pelik (gharib) dan juga hukum. Jika tidak disebutkan hukum fiqh, aku akan menyebutkan padanya tafsiran dan takwilan… dan seterusnya hingga akhir pendahuluannya. Lalu aku namakan kitab ini sebagai “al-Jami’ li Ahkam al-Quran wa al-Mubayyin lima Tadhammanahu min al-Sunnah wa Ahkam al-Furqan”.

Di dalam karyanya itu al Qurtubi mempunyai metode penafsiran yang sama seperti halnya at-Thabari, karena al Qurtubi sangat terpengaruh dengan penafsiran at-Thabari. Akan tetapi ia sendiri mempunyai ciri khas dalam menafsirkan al-Qur’an.

Di dalam kitab ini ia menggunakan metode tafsirbil ma’tsur yakni metode tafsir untuk menafsirkan ayat al Qur’an dengan riwayat-riwayat lainnya dari para ulama sebelumnya. Kemudian dimana letak ke unikan dalam kitab tersebut?.

Dalam kitab tersebut kita akan melihat bahwa tafsir-tafsir yang beliau gunakan dengan cara memuat hukum-hukum yang terdapat dalam al Qur’an dengan pembahasan yang lebih luas yang menyatukan hadits dengan masalah-masalah ibadah, hukum, dan linguistik. Tidak hanya samapai disana, hadits-hadits yang digunakannya yang ada dalam tafsirnya itu sudah ditakhrij dan disandarkan langsung kepada orang yang meriwayatkannya.

Lebih dari itu, kitab tafsir yang memuat banyak hukum itu tidak memuat kisah-kisah Israiliyat seperti yang ada dalam tafsir at-Thabari. Dalam hal ini al Qurtubi tidak terpengaruh oleh at-Thabari walaupun ia sedikit banyak telah terpengaruh oleh metode tafsir at-Thabari.

Disini saya akan memberikan sebagian dari contoh tafsir al Jami’ li Ahkamil Qur’an. Dalam kitab tafsir al Qurtubi pada bab fadhail al Qur’an (jil.I-2):

Di dalam sebuah surah Qur’an yang paling awal, Rasul ditegur dengan kalimat: ’kami akan menurunkan kepadamu sabda yang berat (Qur’an)’. Karena itu Qur’an dianggap sebagai beban yang agung, dan mereka yang membacanya, mempelajarinya, dan mengajarkannya disebut para pendukung (halamah) Qur’an. Tugas ini sama terhormatnya dengan balasannya bagi mereka. Qurtubi memberikan indikasi mereka sebagai :”merekalah para pembawa misteri-misteri tersembunyi dari Allah dan para pemelihara pengetahuan-Nya. Mereka para penerus (Khulafa) bagi rasul-rasul-Nya dan orang-orang kepercayaan-Nya. Mereka itu adalah pengikut-Nya dan yang terpilih di antara makhluk-makhluk-Nya.

Qurtubi kemudian mengutip sebuah hadits yang memuat pernyataan Rasul tentang umat Qur’an (yaitu mereka yang menyibukkan dirinya dengan membaca dan mengkajinya) sebagai umat Allah dan pilihan-Nya. pekerjaan mereka dianggap lebih baik dari ibadah mana pun, dimata Allah.

Maka dalam hadits Qudsi, yang dikisahkan dari Rasul berdasarkan penuturan Abu Sa’id al Khudri, Allah menyataka, “Barangsiapa yang menyibukkan dirinya dengan Qur’an, dan dengan mengingatKu dari berdo’a kepada-Ku untuk kebutuhan-kebutuhannya, maka kepadanya akan Aku berikan yang terbaik dari semua yang Aku kabulkan kepada mereka yang berdo’a”

Kehidupan Rasul, ucapan beliau dan tindakan beliau (Sunnah) telah menjadi contoh teladan bagi laku moral dan ketaatan untuk kaum muslim dari semua masa, karena watak moral dan spiritual Rasul telah dibentuk oleh Al-Qur’an. Watak kenabian ini menjadi tujuan ideal bagi mereka yang mengabdi, tetapi juga merupakan hal yang diterima oleh umat Qur’an (yaitu mereka yang menyibukkan dirinya dengan membaca dan mengkajinya). Diriwayatkan, berdasarkan penuturan Abu Umamah, bahwa Rasul mengatakan :”Dia yang diberi sepertiga dari Qur’an diberi juga sepertiga kenabian. Dia yang diberi duapertiga dair Qur’an diberi dua pertiga kenabian. Dia yang membaca (lewat hafalan) seluruh Qur’an diberi kenabian lengkap-kecuali bahwa tidak ada yang diturunkan kepadannya.” Hadits kemudian menjelaskan status orang seperti itu pada hari kiamat. “Akan dikatakan kepadanya…’Bacalah dan bangkitlah’. Maka dia akan membaca sebuah ayat, dan bangkit satu tingkat, sampai dia membaca yang dia ketahuinya mengenai Qur’an. Kemudian akan dikatakan kepadanya, ‘Datanglah ke sini…tahukah apa yang ditanganmu? Pada tangannya adalah kehidupan yang abadi, dan pada tangan kirinya ada kenikmatan (na’im)surgawi’

Al Qurtubi adalah salah satu mufassir muslim yang dilahirkan Islam dengan mempunyai pengetahuan luas yang selalu memperjuangkan Islam dibelahan barat dunia. Dengan segenap kemampuannya ia mengumpulkan, dan menghafal hadits untuk menafsirkan ayat-ayat yang berkenaan dengan hukum baik itu hukum fikih, ibadah dsb.

Dalam setiap kitab tafisr tentu ada kelebihan dan kekurangannya. Tetapi itu bukan menjadi permasalahan yang signifikan dibanding dengan mempelajari dan mengetahui secara mendalam metode yang ditafsirkannya, kalaupun memang ada sebuah kritikan yang memang perlu diungkapkan maka baginya itu lebih baik.

Berkata Ibn Farhun: “Hasil karyanya ini adalah yang paling baik pernah aku baca dan dia (al-Qurtubi) menulis banyak kitab lain yang sangat bernilai dan bermutu tinggi.”

Tafsir al-Qurthubi ini oleh Penerbit Dar Ihya wa at-Turats, Beirut dicetak dalam 20 jilid.

Share:

KESABARAN SEORANG ULAMA

 Pasir Putih Situbondo - Harga Tiket, Rute Lokasi & Spot Terbaru 2023

Al Mubaarok bin Al Mubaarok Adh Dhoriir seorang ulama ahli nahwu yang digelari Al Wajiih. Beliau dikenal seorang yang elok akhlak dan perilakunya, lapang dada, penyabar dan tidak pemarah. Sehingga ada sebagian orang-orang jahil yang berniat mengujinya dengan memancing kemarahannya.

Maka datanglah orang ini menemui Al Wajiih, kemudian bertanya kepadanya tentang satu masalah dalam ilmu nahwu. Syaikh Al Wajiih menjawab dengan sebaik-baik jawaban dan menunjukan kepadanya jalan yang benar.

Lantas orang itu berkata kepadanya, “Engkau salah’.

Syaikh kembali mengulangi jawabannya dengan bahasa yang lebih halus dan mudah dicerna dari jawaban pertama, serta ia jelaskan hakekatnya.

Orang itu kembali berkata, “Engkau salah hai syaikh, aneh orang-orang yang menganggapmu menguasai ilmu nahwu dan engkau adalah rujukan dalam berbagai ilmu, padahal hanya sebatas ini saja ilmumu!”.

Syaikh berkata dengan lembut kepada orang itu, “Ananda, mungkin engkau belum paham jawabannya, jika engkau mau aku ulangi lagi jawabannya dengan yang lebih jelas lagi dari pada sebelumnya”.

Orang itu menjawab, “Engkau bohong! Aku paham apa yang engkau katakan akan tetapi karena kebodohanmu engkau mengira aku tidak paham”.

Maka syaikh Al Wajiih berkata  seraya tertawa, “Aku mengerti maksudmu, dan aku sudah tahu tujuanmu. Menurutku engkau telah kalah. Engkau bukanlah orang yang bisa membuatku marah selama-lamanya.

Ananda, konon ada seekor burung duduk di atas punggung gajah, ketika dia hendak terbang ia berkata kepada gajah, “Berpeganglah kepadaku, aku akan terbang!”.  Gajah berkata kepadanya, “Demi Allah hai burung, aku tidak merasakanmu ketika bertengger di punggungku, bagamaimana aku berpegang kepadamu saat engkau terbang!”.

Demi Allah hai anakku! Engkau tidak pandai bertanya tidak pula paham jawaban, bagaimana aku akan marah kepadamu?!”.

(Mu’jamul Udaba’ : 5/44).

Menjadi guru, juga seorang da’i memang harus banyak belajar bersabar, lapang dada dan berakhlak mulia .. semoga Allah Ta’ala memudahkan hal itu untuk kita, aamiin.

Penulis: Ustadz Abu Zubair Al-Hawary, Lc.

sumber: https://kisahmuslim.com/294-kesabaran-seorang-ulama.html

Via HijrahApp

Share:

Kisah Juraij dan Doa Jelek Orang Tuanya

 Pesona Wisata 3 Pantai Cilacap Pasir Putih yang Indah dan Eksotis

By Muhammad Abduh Tuasikal, MSc

Ada kisah menarik yang bisa diambil pelajaran akan ampuhnya do’a jelek seorang ibu pada anaknya, yaitu pada kisah Juraij. Jika tahu demikian, sudah barang tentu seorang anak kudu memuliakan orang tuanya. Jangan sampai ia membuat orang tuanya marah, sehingga keluar kata atau do’a jelek yang bisa mencelakakan dirinya.

Dari Abu Hurairah, ia berkata, ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا تَكَلَّمَ مَوْلُوْدٌ مِنَ النَّاسِ فِي مَهْدٍ إِلاَّ عِيْسَى بْنُ مَرْيَمَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ [وَسَلَّمَ] وَصَاحِبُ جُرِيْجٍ” قِيْلَ: يَا نَبِيَّ اللهِ! وَمَا صَاحِبُ جُرَيْجٍ؟ قَالَ: “فَإِنَّ جُرَيْجًا كَانَ رَجُلاً رَاهِباً فِي صَوْمَعَةٍ لَهُ، وَكَانَ رَاعِيُ بَقَرٍ يَأْوِي إِلَى أَسْفَلِ صَوْمَعَتِهِ، وَكَانَتْ اِمْرَأَةٌ مِنْ أَهْلِ الْقَرْيَةِ تَخْتَلِفُ إِلَى الرَّاعِي، فَأَتَتْ أُمُّهُ يَوْمًٍا فَقَالَتْ: يَا جُرَيْجُ! وَهُوَ يُصّلِّى، فَقَالَ فِي نَفْسِهِ – وَهُوَ يُصَلِّي – أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ، ثُمَّ صَرَخَتْ بِهِ الثَّانِيَةَ، فَقَالَ فِي نَفْسِهِ: أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ. ثُمَّ صَرَخَتْ بِهِ الثَالِثَةَ فَقَالَ: أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ. فَلَمَّا لَمْ يُجِبْهَا قَالَتْ: لاَ أَمَاتَكَ اللهُ يَا جُرَيْجُ! حَتىَّ تَنْظُرَ فِي وَجْهِ المُوْمِسَاتِ. ثُمَّ انْصَرَفَتْ فَأُتِيَ الْمَلِكُ بِتِلْكَ الْمَرْأَةِ وَلَدَتْ. فَقَالَ: مِمَّنْ؟ قَالَتْ: مِنْ جُرَيْجٍ. قَالَ: أَصَاحِبُ الصَّوْمَعَةِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: اِهْدَمُوا صَوْمَعَتَهُ وَأْتُوْنِي بِهِ، فَضَرَبُوْا صَوْمَعَتَهُ بِالْفُئُوْسِ، حَتىَّ وَقَعَتْ. فَجَعَلُوْا يَدَهُ إِلَى عُنُقِهِ بِحَبْلٍ؛ ثُمَّ انْطَلَقَ بِهِ، فَمَرَّ بِهِ عَلَى الْمُوْمِسَاتِ، فَرَآهُنَّ فَتَبَسَّمَ، وَهُنَّ يَنْظُرْنَ إِلَيْهِ فِي النَّاسِ. فَقَالَ الْمَلِكُ: مَا تَزْعُمُ هَذِهِ؟ قَالَ: مَا تَزْعُمُ؟ قَالَ: تَزْعُمُ أَنَّ وَلَدَهَا مِنْكَ. قَالَ: أَنْتِ تَزْعَمِيْنَ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: أَيْنَ هَذَا الصَّغِيْرُ؟ قَالُوْا: هَذَا فِي حُجْرِهَا، فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ. فَقَالَ: مَنْ أَبُوْكَ؟ قَالَ: رَاعِي الْبَقَرِ. قَالَ الْمَلِكُ: أَنَجْعَلُ صَوْمَعَتَكَ مِنْ ذَهَبٍ؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: مِنْ فِضَّةٍ؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: فَمَا نَجْعَلُهَا؟ قَالَ: رَدُّوْهَا كَمَا كَانَتْ. قَالَ: فَمَا الَّذِي تَبَسَّمْتَ؟ قَالَ: أَمْراً عَرَفْتُهُ، أَدْرَكَتْنِى دَعْوَةُ أُمِّي، ثُمَّ أَخْبَرَهُمْ

“Tidak ada bayi yang dapat berbicara dalam buaian kecuali Isa bin Maryam dan (bayi di masa) Juraij” Lalu ada yang bertanya,”Wahai Rasulullah siapakah Juraij?” Beliau lalu bersabda, ”Juraij adalah seorang rahib yang berdiam diri pada rumah peribadatannya (yang terletak di dataran tinggi/gunung). Terdapat seorang penggembala yang menggembalakan sapinya di lereng gunung tempat peribadatannya dan seorang wanita dari suatu desa menemui penggembala itu (untuk berbuat mesum dengannya).

(Suatu ketika) datanglah ibu Juraij dan memanggil anaknya (Juraij) ketika ia sedang melaksanakan shalat, ”Wahai Juraij.” Juraij lalu bertanya dalam hatinya, ”Apakah aku harus memenuhi panggilan ibuku atau meneruskan shalatku?” Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya lalu memanggil untuk yang kedua kalinya.  Juraij kembali bertanya di dalam hati, ”Ibuku atau shalatku?” Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya memanggil untuk kali ketiga. Juraij bertanya lagi dalam hatinya, ”lbuku atau shalatku?” Rupanya dia tetap mengutamakan shalatnya. Ketika sudah tidak menjawab panggilan, ibunya berkata, “Semoga Allah tidak mewafatkanmu, wahai Juraij sampai wajahmu dipertontonkan di depan para pelacur.” Lalu ibunya pun pergi meninggalkannya.

Wanita yang menemui penggembala tadi dibawa menghadap raja dalam keadaan telah melahirkan seorang anak. Raja itu bertanya kepada wanita tersebut, ”Hasil dari (hubungan dengan) siapa (anak ini)?” “Dari Juraij”, jawab wanita itu. Raja lalu bertanya lagi, “Apakah dia yang tinggal di tempat peribadatan itu?” “Benar”, jawab wanita itu. Raja berkata, ”Hancurkan rumah peribadatannya dan bawa dia kemari.” Orang-orang lalu menghancurkan tempat peribadatannya dengan kapak sampai rata dan mengikatkan tangannya di lehernya dengan tali lalu membawanya menghadap raja. Di tengah perjalanan Juraij dilewatkan di hadapan para pelacur. Ketika melihatnya Juraij tersenyum dan para pelacur tersebut melihat Juraij yang berada di antara manusia.

Raja lalu bertanya padanya, “Siapa ini menurutmu?” Juraij balik bertanya, “Siapa yang engkau maksud?” Raja berkata, “Dia (wanita tadi) berkata bahwa anaknya adalah hasil hubungan denganmu.” Juraij bertanya, “Apakah engkau telah berkata begitu?” “Benar”, jawab wanita itu. Juraij lalu bertanya, ”Di mana bayi itu?” Orang-orang lalu menjawab, “(Itu) di pangkuan (ibu)nya.” Juraij lalu menemuinya dan bertanya pada bayi itu, ”Siapa ayahmu?” Bayi itu menjawab, “Ayahku si penggembala sapi.”

Kontan sang raja berkata, “Apakah perlu kami bangun kembali rumah ibadahmu dengan bahan dari emas?” Juraij menjawab, “Tidak perlu”. “Ataukah dari perak?” lanjut sang raja. “Jangan”, jawab Juraij. “Lalu dari apa kami akan bangun rumah ibadahmu?”, tanya sang raja. Juraij menjawab, “Bangunlah seperti sedia kala.” Raja lalu bertanya, “Mengapa engkau tersenyum?” Juraij menjawab, “(Saya tertawa) karena suatu perkara yang telah aku ketahui, yaitu terkabulnya do’a ibuku terhadap diriku.” Kemudian Juraij pun memberitahukan hal itu kepada mereka.”

(Disebutkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod) [Dikeluarkan pula oleh Bukhari: 60-Kitab Al Anbiyaa, 48-Bab ”Wadzkur fil kitabi Maryam”. Muslim: 45-Kitab Al Birr wash Shilah wal Adab, hal. 7-8]

Pelajaran dari Kisah Juraij

1- Hadits ini menunjukkan keutamaan orang berilmu dibanding ahli ibadah. Seandainya Juraij seorang alim (yang berilmu), maka tentu ia akan lebih memilih untuk menjawab panggilan ibunya dibanding melanjutkan shalat. Baca artikel: Keutamaan Belajar Islam.

2- Seorang anak harus berhati-hati dengan kemarahan orang tuanya. Karena jika ia sampai membuat orang tua marah dan orang tua mendoakan jelek, maka itu adalah do’a yang mudah diijabahi. Lihat kisah Juraij di atas, ia tahu akan hal itu, sehingga membuatnya tersenyum.

3- Bukti do’a jelek dari ibu terkabul karena Juraij akhirnya dipertontonkan di hadapan wanita pelacur sebagaimana do’a ibunya.

4- Berbakti pada orang tua adalah akhlak mulia, lebih-lebih lagi berbakti pada ibu.

5- Juraij menunjukkan sikap yang benar ketika menghadapi masalah yaitu harus yakin akan pertolongan Allah.

6- Zuhudnya Juraij karena hanya meminta tempat ibadahnya dibangun seperti sedia kala. Ia tidak minta diganti dengan emas atau perak. Baca artikel: Memiliki Sifat Zuhud.

7- Ketika musibah menimpa, barulah orang ingat akan dosa, ada juga yang mengingat akan do’a jelek yang menimpa dirinya seperti dalam kisah Juraij ini.

8- Bakti pada orang tua adalah wajib, termasuk di antaranya adalah memenuhi panggilannya. Sedangkan shalat sunnah hukumnya sunnah, artinya berada di bawah bakti pada ortu.

9- Do’a ibu Juraij tidak berlebihan yaitu tidak sampai mendoakan Juraij terjerumus dalam perbuatan keji (zina). Ia hanya do’akan agar Juraij dipertontonkan di hadapan para pelacur, tidak lebih dari itu.

10- Tawakkal dan keyakinan yang tinggi pada Allah akan membuat seseorang keluar dari musibah.

11- Jika ada dua perkara yang sama-sama penting bertabrakan, maka dahulukan perkara yang paling penting. Seperti ketika bertabrakan antara memenuhi panggilan ibu ataukah shalat sunnah, maka jawabnya, memenuhi panggilan ibu.

12- Allah selalu memberikan jalan keluar (jalan kemudahan) bagi para wali-Nya dalam kesulitan mereka. Baca pula artikel: 1 Kesulitan Mustahil Mengalahkan 2 Kemudahan.

13- Hadits ini menunjukkan adanya karomah wali, berbeda halnya dengan Mu’tazilah yang menolak adanya karomah tersebut.

Hanya Allah yang memberi taufik pada ilmu dan amal.

 Referensi:
Syarh Shahih Al Adabil Mufrod lil Imam Al Bukhari, Husain bin ’Uwaidah Al ’Uwaisyah, terbitan Maktabah Al Islamiyah, cetakan kedua, tahun 1425 H.

Rosysyul Barod Syarh Al Adabil Mufrod, Dr. Muhammad Luqman As Salafi, terbitan Darud Daa’i, cetakan pertama, tahun 1426 H.

 
Sumber https://rumaysho.com/3382-kisah-juraij-dan-doa-jelek-orang-tuanya.html

Share:

Barshisha, Ahli Ibadah yang Berzina, Membunuh, Akhirnya Sujud pada Setan

 Uniknya Pantai Pasir Putih (Lhok Mee), Aceh Besar - Backpacker Jakarta

By Muhammad Abduh Tuasikal, MSc

Bedanya dengan kisah Juraij, kisah ini adalah tentang seorang rahib yang tergoda dengan wanita akhirnya menzinainya.

Ibnu Jarir menceritakan, telah menceritakan kepadaku Yahya bin Ibrahim Al-Mas’udi, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari bapaknya, dari kakeknya, dari Al-A’masy, dari ‘Umarah, dari ‘Abdurrahman bin Yazid, dari ‘Abdullah bin Mas’ud mengenai ayat,

كَمَثَلِ الشَّيْطَانِ إِذْ قَالَ لِلْإِنْسَانِ اكْفُرْ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ, فَكَانَ عَاقِبَتَهُمَا أَنَّهُمَا فِي النَّارِ خَالِدَيْنِ فِيهَا ۚوَذَٰلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ

“(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) shaitan ketika dia berkata kepada manusia: “Kafirlah kamu”, maka tatkala manusia itu telah kafir, maka ia berkata: “Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta Alam”.  Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa sesungguhnya keduanya (masuk) ke dalam neraka, mereka kekal di dalamnya. Demikianlah balasan orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hasyr: 16-17)

Ibnu Mas’ud menceritakan bahwa ada seorang wanita menjadi pengembala kambing dan ia memiliki empat orang saudara. Suatu saat ia tinggal di shawma’ah (pertapaan rahib atau rumah ibadah seorang biara). Waktu berlalu, akhirnya rahib tadi menghampiri wanita tersebut, hingga ia hamil. Setan pun menghampirinya. Setan berkata kepada rahib tersebut, “Sudahlah bunuhlah dia, lalu kuburkanlah. Engkau adalah orang yang dikenal jujur dan ucapanmu pasti didengar.” Lantas rahib tersebut membunuh wanita tadi, lalu ia menguburkannya.

Diceritakan bahwa setan lantas mendatangi saudara-saudaranya dalam mimpi mereka. Setan berkata kepada mereka dalam mimpi, “Rahib tersebut yang biasanya berada di rumah ibadahnya tega berzina dengan saudara kalian, hingga ia hamil, lantas ia membunuhnya, kemudian menguburkannya di tempat ini dan ini.” Ketika datang pagi, salah seorang dari empat saudara tersebut mengatakan, “Demi Allah, semalam aku telah bermimpi suatu mimpi yang baiknya aku ceritakan kepada kalian ataukah tidak.” Mereka berkata, “Jangan, tetap ceritakan kepada kami.” Lantas diceritakanlah hal tadi. Salah seorang dari mereka berkata, “Demi Allah, aku juga sama telah bermimpi seperti itu.” Salah seorang dari mereka berkata lagi, “Demi Allah, aku bermimpi yang sama pula.” Mereka berkata lagi, “Demi Allah, ini pasti telah terjadi sesuatu.” Akhirnya mereka bergerak dan meminta tolong kepada raja mereka untuk mengatasi rahib tersebut. Mereka lantas mendatangi rahib tadi, kemudian mendudukkannya lantas membawanya pergi.

Kemudian setan mendatangi rahib tadi lantas berkata, “Aku yang telah menjerumuskan engkau dalam kejahatan ini, tentu yang bisa menyelamatkanmu darinya hanyalah aku. Maka sekarang sujudlah padaku dengan sekali sujud, maka aku akan menyelamatkanmu dari masalah besarmu.” Kemudian rahib tadi sujud kepada setan. Ketika raja mereka datang, setan pun berlepas diri dari rahib tersebut. Rahib tersebut tetap dikenakan hukuman atas tindakan kejahatannya, ia pun dibunuh.

Demikian pula riwayat yang sama dari Ibnu ‘Abbas, Thawus, dan Muqatil bin Hayyan.

Ada juga riwayat dari Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dengan versi yang lain. Ibnu Jarir berkata, telah menceritakan kepada kami Khallad bin Aslam, telah menceritakan kepada kami An-Nadhr bin Syumail, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Abu Ishaq, aku mendengar ‘Abdullah bin Nahik, aku mendengar ‘Ali berkata, “Ada seorang rahib (pendeta) yang dikenal rajin ibadah, sudah berlangsung selama 60 tahun. Setan ingin menggoda dan menjauhkannya (dari ibadah). Setan lantas pergi kepada seorang wanita dan membuat wanita itu menjadi gila. Wanita tersebut memiliki beberapa saudara. Setan berkata kepada saudara-saudaranya, “Coba kalian bawa saudara perempuan kalian kepada pendeta ini, di mana ia bisa mengobati saudara perempuan kalian.”

Lantas mereka membawa saudara perempuan mereka kepada rahib, kemudian diobatilah oleh rahib. Wanita itu terus berada dalam proses pengobatan dan berada di sisi rahib. Suatu saat, rahib tersebut berada di sisi wanita tadi. Lantas ketika itu ia tertarik dengannya, kemudian ia mendatangi dan menghamilinya. Kemudian tak berpikir lama, rahib tersebut membunuhnya. Saudara-saudara dari wanita tersebut pun datang. Setan lantas berkata pada rahib tersebut, “Aku ini temanmu, aku bisa membantumu, aku bisa melakukan sesuatu untukmu, namun taatlah padaku, aku akan lepaskan engkau dari masalahmu. Cukup engkau sujud kepadaku dengan sekali sujud.” Rahib tadi pun akhirnya sujud kepada setan. Setelah itu setan pun berkata, “Aku berpaling darimu. Aku sendiri sangat takut kepada Allah Rabbul ‘Alamin.” Itulah yang disebutkan dalam ayat,

كَمَثَلِ الشَّيْطَانِ إِذْ قَالَ لِلْإِنْسَانِ اكْفُرْ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ, فَكَانَ عَاقِبَتَهُمَا أَنَّهُمَا فِي النَّارِ خَالِدَيْنِ فِيهَا ۚوَذَٰلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ

“(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) shaitan ketika dia berkata kepada manusia: “Kafirlah kamu”, maka tatkala manusia itu telah kafir, maka ia berkata: “Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta Alam”.  Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa sesungguhnya keduanya (masuk) ke dalam neraka, mereka kekal di dalamnya. Demikianlah balasan orang-orang yang zalim.”(QS. Al-Hasyr: 16-17).LihatAl-Bidayah wa An-Nihayah. Cetakan Tahun 1436 H. Al-Hafizh Abul Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir Al-Qurasyi Ad-Dimasyqi. 3:44-46.

Pelajaran dari Kisah

Pertama: Jangan ikuti langkah setan

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (168) إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (169)

“Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah: 168-169)

Kedua: Setan adalah musuh manusia sehingga tidak boleh dijadikan teman, tidak boleh diikuti.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain.” (QS. Al-Maidah: 51)

Dalam ayat lain disebutkan pula,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang.” (QS. Al-Mumtahanah: 1)

Berarti dari sini, kita diperintahkan untuk mencari teman yang baik, bukan teman yang buruk yang menjadi temannya setan.

Ketiga: Setan mengajak pada dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar.

Yang dimaksud dengan as-suu’ dalam surah Al-Baqarah 168-169 adalah amalan kejelekan di bawah al-fahsya’. Adapun al-fahsya’ adalah dosa-dosa besar yang dianggap jelek oleh akal dan syari’at. Berarti as-suu’ adalah dosa kecil, sedangkan al-fahsya’ adalah dosa besar.

Kalau dalam diri kita ada niatan untuk melakukan dosa kecil maupun dosa besar, maka ketahuilah, itu adalah jalan setan. Maka mintalah pada Allah perlindungan dari maksiat atau dosa tersebut. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan maka berlindunglah kepada Allah.” (QS. Al-A’raf: 200)

Keempat: Setan sudah bersumpah akan menyesatkan manusia dari berbagai macam arah.

Allah Ta’ala berfirman,

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ﴿١٦﴾ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْۖوَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ

“Iblis menjawab, ‘Karena Engkau telah menghukumku tersesat, maka saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (QS. Al-A’raf: 16-17)

Kelima: Ada enam langkah setan dalam menyesatkan manusia.

Langkah pertama: Diajak pada kekafiran, kesyirikan, serta memusuhi Allah dan Rasul-Nya

Inilah langkah pertama yang ditempuh oleh setan, barulah ketika itu ia beristirahat dari rasa capeknya. Setan akan terus menggoda manusia agar bisa terjerumus dalam dosa pertama ini. Jika telah berhasil, pasukan dan bala tentara iblis akan diangkat posisinya menjadi pengganti iblis.

Langkah kedua: Diajak pada perbuatan bidah

Jika langkah pertama tidak berhasil, manusia diajak pada perbuatan bidah. Perbuatan ini lebih disukai oleh iblis daripada dosa besar atau pun maksiat lainnya. Karena bahaya bidah itu:

(1) membahayakan agama seseorang,

(2) membahayakan orang lain karena yang lainnya akan ikut-ikutan berbuat sesuatu yang tidak ada tuntunan,

(3) orang yang berbuat bidah akan sulit sadar untuk taubat karena ia merasa amalannya selalu benar,

(4) bidah itu menyelisihi ajaran Rasul,

(5) bidah juga mengajak untuk menyelisihi ajaran Rasul, hingga seseorang bisa terjerumus dalam kekafiran dan kesyirikan.

Setan yang menggoda seperti ini pun akan diangkat sebagai pembantu iblis jika telah berhasil menyesatkan manusia dalam hal ini.

Langkah ketiga: Diajak pada dosa besar (al-kabair)

Kalau langkah kedua tidak berhasil, setan akan mengajak manusia untuk melakukan dosa besar dengan berbagai macam bentuknya. Lebih-lebih jika pelaku dosa besar adalah seorang alim (berilmu) dan diikuti orang banyak. Setan lebih semangat lagi menyesatkan alim semacam itu supaya membuat manusia menjauh darinya. Maksiat semacam itu pun akan mudah tersebar. Bahkan akan dirasa pula bahwa maksiat itu malah mendekatkan diri kepada Allah.

Yang berhasil menyesatkan manusia dalam hal ini, dialah yang nanti akan menjadi pengganti iblis, tanpa ia sangka. Dosa besar lainnya yang dilakukan oleh orang lain masih lebih ringan dibanding dosa besar yang dilakukan oleh seorang alim. Jika bukan seorang alim beristigfar kepada Allah dan bertaubat, maka Allah akan menerima taubatnya, bahkan kejelekan yang ia perbuat akan diganti dengan kebaikan. Adapun dosa besar yang diperbuat seorang alim, maka kezaliman itu berlaku juga pada orang beriman lainnya, aurat dan kejelekannya akan terus dibuka. Ingatlah bahwa Allah dapat melihat apa yang ada dalam setiap jiwa.

Langkah keempat: Diajak dalam dosa kecil (ash-shaghair)

Jika setan gagal menjerumuskan dalam dosa besar, setan akan mengajak pada dosa kecil. Dosa kecil ini juga berbahaya.

Dalam hadits disebutkan, “Jauhilah oleh kalian dosa-dosa kecil. (Karena perumpamaan hal tersebut adalah) seperti satu kaum yang singgah di satu lembah…” (HR. Ahmad, 5:331, no. 22860. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih). Maksudnya adalah setiap orang dari kaum tersebut datang dengan kayu bakar hingga apinya pun menyala dan bertambah besar. Maka dosa kecil jangan dianggap remeh. Bisa jadi pelaku dosa besar yang penuh rasa takut lebih baik keadaannya dari pelaku dosa kecil (yang menganggap remeh dosa).

Langkah kelima: Disibukkan dengan perkara mubah (yang sifatnya boleh, tidak ada pahala dan tidak ada sanksi di dalamnya)

Karena sibuk dengan yang mubah mengakibatkan luput dari pahala. Jika setan tidak berhasil menggoda dalam tingkatan kelima ini, maka seorang hamba akan benar-benar tamak pada waktunya. Ia akan tahu bagaimanakah berharganya waktu. Ia pun tahu ada nikmat dan ada akibat jelek jika tidak menjaganya dengan baik.

Jika tidak mampu dalam langkah kelima, maka setan beralih pada langkah yang keenam.

Langkah keenam: Disibukkan dalam amalan yang kurang afdal, padahal ada amalan yang lebih afdal

Setan akan menggoda manusia supaya ia luput dari pahala amalan yang lebih utama dan ia terus tersibukkan dengan yang kurang afdal. Ia akan luput dari hal yang utama dan luput dari amalan yang utama. Setan akan mendorong untuk melakukan amalan yang kurang afdal, akhirnya ia menganggapnya itulah yang baik.

Langkah setan yang keenam ini jarang yang mau memperhatikannya. Karena kita ketika terdorong melakukan suatu kebaikan, maka pasti menganggapnya itu baik dan dianggap sebagai suatu qurbah (pendekatan diri kepada Allah). Hampir-hampir kita mengatakan bahwa hal semacam ini tidak mungkin didorong oleh setan karena setan tidak mungkin mengajak kepada kebaikan. Akhirnya kita menganggapnya pun baik dan menganggap bahwa ini semua didorong oleh Allah.

Kita bisa jadi tidak mengetahui kalau setan itu bisa mengajak pada 70 pintu kebaikan. Dari pintu-pintu tersebut ada satu pintu yang diarahkan pada kejelekan. Dan bisa pula kita dilalaikan dari kebaikan yang lebih besar dari 70 pintu tersebut, yaitu ada yang lebih utama dan ada yang lebih afdal. Yang mengenal hal ini hanyalah yang mendapatkan cahaya petunjuk dari Allah sehingga bisa mengenal bagaimanakah cara mengikuti Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan baik, juga bisa mengenal bagaimanakah tingkatan-tingkatan beramal secara prioritas.

Jika seorang hamba tidak mampu menjaga diri dari enam hal di atas, maka pasukan setan dari kalangan manusia dan jin akan mengganggunya dengan berusaha membuatnya kafir, sesat, dan terjerumus dalam bidah. Waspadalah!

Pembahasan di atas disarikan dari Badai’ Al-Fawaid karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, 2:799-802.

Keenam: Berobat dengan lawan jenis hanya ketika darurat.

Tetap didahulukan yang melakukan pengobatan pada pria adalah dari kalangan pria, begitu pula wanita dengan sesama wanita. Ketika aurat wanita dibuka, maka yang pertama didahulukan adalah dokter wanita muslimah, lalu dokter wanita kafir, lalu dokter pria muslim, kemudian dokter pria kafir. Jika cukup yang memeriksa adalah dokter wanita umum, maka jangalah membuka aurat pada dokter pria spesialis. Jika dibutuhkan dokter spesialis wanita lalu tidak didapati, maka boleh membuka aurat pada dokter spesialis pria.

Lihat penjelasan Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid dalam Fatawa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 5693.

Ketujuh: Kita jangan merasa percaya diri dengan ibadah kita yang banyak, apalagi jika jauh dari ilmu.

Kedelapan: Ahli ibadah dapat ditaklukkan dengan wanita.

Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا تَرَكْتُ بَعْدِى فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Aku tidak meninggalkan satu godaan pun yang lebih membahayakan para lelaki selain fitnah wanita.” (HR. Bukhari, no. 5096 dan Muslim, no. 2740)

Berdasarkan hadits di atas, Ibnu Hajar mengatakan bahwa wanita adalah godaan terbesar bagi para pria dibanding lainnya. (Fath Al-Bari, 9:138). Hal ini dikuatkan oleh firman Allah Ta’ala,

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita.” (QS. Ali Imran: 14)

Kesembilan: Berdoalah kepada Allah agar tidak terjerumus dalam zina.

Contoh yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamuntuk meminta perlindungan pada Allah agar tidak terjerumus dalam zina atau perselingkuhan.

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ سَمْعِى وَمِنْ شَرِّ بَصَرِى وَمِنْ شَرِّ لِسَانِى وَمِنْ شَرِّ قَلْبِى وَمِنْ شَرِّ مَنِيِّى

“ALLOHUMMA INNI A’UDZU BIKA MIN SYARRI SAM’II, WA MIN SYARRI BASHARII, WA MIN SYARRI LISANII, WA MIN SYARRI QALBII, WA MIN SYARRI MANIYYI”

(artinya: Ya Allah, aku meminta perlindungan pada-Mu dari kejelekan pada pendengaranku, dari kejelekan pada penglihatanku, dari kejelekan pada lisanku, dari kejelekan pada hatiku, serta dari kejelekan pada mani atau kemaluanku). (HR. An-Nasa’i, no. 5446; Abu Daud, no. 1551; Tirmidzi, no. 3492. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Semoga Allah beri taufik dan hidayah.

Referensi:

    Ahkam Al-Qur’an Al-Karim. Cetakan pertama, tahun 1428 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Madar Al-Wathan.
    Al-Bidayah wa An-Nihayah. Cetakan Tahun 1436 H. Al-Hafizh Abul Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir Al-Qurasyi Ad-Dimasyqi.
    Badai’ Al-Fawaid. Cetakan ketiga, Tahun 1433 H. Ibnul Qayyim. Penerbit Dar ‘Alam Al-Fawaid.
    Fatawa Al–Islam Sual wa Jawab. Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid.

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Sumber https://rumaysho.com/20536-barshisha-ahli-ibadah-yang-berzina-membunuh-akhirnya-sujud-pada-setan.html
 

Share:

Mengenal Mariyah Al-Qibtiyah

Inilah 16 Taman Bunga Yang Indah di Jepang Yang Wajib Dikunjungi Wisatawan  | Japanesestation.com
Seorang wanita asal Mesir yang dihadiahkan oleh Muqauqis, penguasa Mesir, kepada Rasulullah tahun 7 H. Setelah dimerdekakan lalu dinikahi oleh Rasulullah dan mendapat seorang putra bernama Ibrahim. Sepeninggal Rasulullah dia dibiayai oleh Abu Bakar kemudian Umar dan meninggal pada masa kekhalifahan Umar.


Dari Mesir ke Yastrib

Tentang nasab Mariyah, tidak banyak yang diketahui selain nama ayahnya. Nama lengkapnya adalah Mariyah binti Syama’un dan dilahirkan di dataran tinggi Mesir yang dikenal dengan nama Hafn. Ayahnya berasal dan Suku Qibti, dan ibunya adalah penganut agama Masehi Romawi. Setelah dewasa, bersama saudara perempuannya, Sirin, Mariyah dipekerjakan pada Raja Muqauqis.

Rasulullah mengirim surat kepada Muqauqis melalui Hatib bin Abi Baltaah, rnenyeru raja agar memeluk Islam. Raja Muqauqis menerima Hatib dengan hangat, namun dengan ramah dia menolak memeluk Islam, justru dia mengirimkan Mariyah, Sirin, dan seorang budak bernama Maburi, serta hadiah-hadiah hasil kerajinan dari Mesir untuk Rasulullah. Di tengah perjalanan, Hatib rnerasakan kesedihan hati Mariyah karena harus meninggalkan kampung halamannya. Hatib menghibur mereka dengan menceritakan tentang Rasulullah dan Islam, kemudian mengajak mereka memeluk Islam. Mereka pun menerirna ajakan tersebut.

Rasulullah telah menerima kabar penolakan Muqauqis dan hadiahnya, dan betapa terkejutnya Rasulullah terhadap budak pemberian Muqauqis itu. Beliau mengambil Mariyah untuk dirinya dan menyerahkan Sirin kepada penyairnya, Hasan bin Tsabit. Istri-istri Nabi yang lain sangat cemburu atas kehadiran orang Mesir yang cantik itu sehingga Rasulullah harus menitipkan Mariyah di rumah Haritsah bin Nu’man yang terletak di sebelah masjid.

Ibrahim bin Muhammad

Allah menghendaki Mariyah al-Qibtiyah melahirkan seorang putra Rasulullah setelah Khadijah radhiallahu ‘anha. Betapa gembiranya Rasulullah mendengar berita kehamilan Mariyah, terlebih setelah putra-putrinya, yaitu Abdullah, Qasim, dan Ruqayah meninggal dunia.

Mariyah mengandung setelah setahun tiba di Madinah. Kehamilannya membuat istri-istri Rasul cemburu karena telah beberapa tahun mereka menikah, namun tidak kunjung dikaruniai seorang anak pun. Rasulullah menjaganya dan kandungannya dengan sangat hati-hati. Pada bulan Dzulhijjah tahun kedelapan hijrah, Mariyah melahirkan bayinya yang kemudian Rasulullah memberinya nama Ibrahim demi mengharap berkah dari nama bapak para nabi, Ibrahim ‘alaihissalam. Lalu beliau memerdekakan Mariyah sepenuhnya. Kaum muslimin menyambut kelahiran putra Rasulullah dengan gembira.

Akan tetapi, di kalangan istri Rasul lainnya api cemburu tengah membakar, suatu perasaan yang Allah ciptakan dominan pada kaum wanita. Rasa cemburu semakin tampak bersamaan dengan terbongkarnya rahasia pertemuan Rasulullah dengan Mariyah di rumah Hafshah, sedangkan Hafshah tidak berada di rumahnya. Hal ini menyebabkan Hafshah marah. Atas kemarahan Hafshah itu Rasulullah mengharamkan Mariyah atas diri beliau. Kaitannya dengan hal itu, Allah telah menegur lewat firman-Nya (yang artinya),

“Hai Muhammad, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “ (Q.S. At-Tahriim:1)

Aisyah mengungkapkan rasa cemburunya kepada Mariyah, “Aku tidak pernah cemburu kepada wanita kecuali kepada Mariyah karena dia berparas cantik dan Rasulullah sangat tertarik kepadanya. Ketika pertama kali datang, Rasulullah menitipkannya di rumah Haritsah bin Nu’man al-Anshari, lalu dia menjadi tetangga kami. Akan tetapi, beliau sering kali di sana siang dan malam. Aku merasa sedih. Oleh karena itu, Rasulullah memindahkannya ke kamar atas, tetapi beliau tetap mendatangi tempat itu. Sungguh, itu lebih menyakitkan bagi karni.” Di dalam riwayat lain dikatakan bahwa Aisyah berkata, “Allah memberinya anak, sementara kami tidak dikaruni anak seorang pun.”

Beberapa orang dari kalangan golongan munafik menuduh Mariyah telah melahirkan anak hasil perbuatan serong dengan Maburi, budak yang menemaninya dari Mesir d

an kemudian menjadi pelayan bagi Mariyah. Akan tetapi, Allah membukakan kebenaran untuk diri Mariyah setelah Ali radhiallahu ‘anhu menemui Maburi dengan pedang terhunus. Maburi menuturkan bahwa dirinya adalah laki-laki yang telah dikebiri oleh raja.

Pada usianya yang kesembilan belas bulan, Ibrahim jatuh sakit sehingga meresahkan kedua orang tuanya. Mariyah bersama Sirin senantiasa menunggui Ibrahim. Suatu malarn, ketika sakit Ibrahim bertambah parah, dengan perasaan sedih Nabi bersama Abdurrahman bin Auf pergi ke rumah Mariyah. Ketika Ibrahim dalam keadaan sekarat, Rasulullah bersabda, “Kami tidak dapat menolongmu dari kehendak Allah, wahai Ibrahim.”

Tanpa beliau sadari, air mata telah bercucuran. Ketika Ibrahim meninggal dunia, beliau kembali bersabda,

“Wahai Ibrahim, seandainya ini bukan penintah yang haq, janji yang benar, dan masa akhir kita yang menyusuli masa awal kita, niscaya kami akan merasa sedih atas kematianmu lebih dari ini. Kami semua merasa sedih, wahai Ibrahim… Mata kami menangis, hati kami bersedih, namun kami tidak akan mengucapkan sesuatu yang menyebabkan murka Allah.”

Demikianlah keadaan Nabi ketika menghadapi kematian putranya. Walaupun tengah berada dalam kesedihan, beliau tetap berada dalam jalur yang wajar sehingga tetap menjadi contoh bagi seluruh manusia ketika menghadapi cobaan besar. Rasulullah mengurus sendiri jenazah anaknya kemudian beliau menguburkannya di Baqi’.

Saat Wafatnya

Setelah Rasulullah wafat, Mariyah hidup menyendiri dan menujukan hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah. Dia wafat lima tahun setelah wafatnya Rasulullah, yaitu pada tahun ke-46 hijrah, pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Khalifah sendiri yang menyalati jenazah  Mariyah al-Qibtiyah, kemudian dikebumikan di Baqi’. Semoga Allah menempatkannya pada kedudukan yang mulia dan penuh berkah. Amin.

Sumber: Buku Dzaujatur-Rasulullah, karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh (ahlulhadist.wordpress.com)



Share:

UMAR bin KHATTAB di KOTA JERUSALEM (PALESTINA)

Morocco's Sahara Desert in January: Travel Tips, Weather, and More | kimkim
Tahun 638 Masehi pasukan Muslim dibawah pimpinan 3 orang panglima mengepung Jerusalem  selama 3 bulan. Uskup kota Jerusalem akhir nya mengutus kurir menemui panglima muslim dan menyatakan bhw mereka akan membuka gerbang kota dan menyerahkan Jerusalem ke tangan muslim dengan syarat, bahwa kunci kota Jerusalem hanya akan diserahkan kepada pimpinan muslim yg tertinggi (khalifah).

Dibawah ini adl kisah Umar bin Khattab (yang saat itu adalah khalifah umat muslim) menerima kunci kota Jerusalem.

----------------
Musim dingin di tahun 638 Masehi masih membekukan udara, namun warga kota Jerusalem sejak pagi hingga siang tak mempedulikan rasa dingin. Hampir seluruh warga Jerusalem telah mengerti bahwa mereka akan baik baik saja. Penakluk yang baru ini justru memberi mereka harapan yang sebelum nya tak pernah terpikirkan ketika berada dibawah kekuasaan Romawi.

Hati mereka gembira, dan membayangkan iring iringan "Kaisar Arab" akan memasuki kota dengan gagahnya.. Kuda kuda terbaik yang ditunggangi tentara berbaju besi. Gambaran dramatis setiap penaklukan telah lebih dulu terbayang dikepala orang orang.

Lalu..... inilah yg terjadi kemudian.

Apa yg kemudian nampak sama sekali tak pernah terbayang dalam mimpi yg paling miskin sekalipun. Dari pintu gerbang kota yg tinggi menjulang, muncul sang Khalifah yg menjadi syarat utama jika Jerusalem hendak menyerah (Uskup pernah menyampaikan syarat kepada pasukan Muslim yang berada di luar Dinding kota Jerusalem, bahwa Jerusalem baru akan membuka pintu apabila yang menerima penyerahan adalah Khalifah Umar).

Seekor keledai melenggang perlahan menuju bukit Golgota dengan seorang tua yang berjalan di depannya sambil menebar senyum ke orang orang yg berjejalan. Orang tua itu berbaju sederhana penuh tambalan dan berserban berwarna suram. Masyarakat yang melihat pemandangan ini langsung bertanya dalam hati "Inikah Lelaki yang paling berkuasa di Timur dan Barat? Penakluk Persia dan Romawi?"

Di bukit GOLGOTA Uskup Sophoronus terdiam tubuh nya. Pelupuk matanya berlinang air mata, kemudian dia berkata kepada orang disekitarnya "Sungguh ini adalah kesahajaan dan kegetiran yg telah di khabarkan oleh Nabi Daniel ketika dia datang ke tempat ini ".

Sang Khalifah segera sampai di depan Gereja Makam Kristus. Sang Uskup menghampirinya. "Salam untukmu, wahai Khalifah".. Umar pun balas menjawab "Begitu juga bagimu, Wahai Uskup".

Dari tempat nya berdiri Umar menatap ke arah penduduk Palestina yg berkumpul dikejauhan yg senyap suaranya. Barulah ketika Umar melambaikan tangan sebagai ungkapan salam, orang orang yang semula tak berani bersuara, bersorak gembira… Telah lepas seluruh beban di dada, …. Keterkekangan sepanjang usia mereka,….  lolos dari pendudukan Romawi.

Umar bertanya kepada Uskup,"Telah pahamkah penduduk Jerusalem terhadap surat yang aku kirim." Sophoronus, sang Uskup menjawab,"Benar Khalifah, telah tersebar kabar tentang murah hatinya engkau dan pasukan mu. Ini sungguh sebuah perjanjian damai yang Indah".

Umar diajak meninjau Gereja Makam Kristus, Umar mengangguk mengiyakan tawaran Uskup. Mereka lantas berjalan beriringan memasuki gereja. Umar mencermati detail bangunan sambil mendengarkan penjelasan Uskup.. Tak lama kemudian Umar menimbang waktu dan berkata, “Kurasa sudah tiba waktunya bagi kami untuk sembahyang Zhuhur, Uskup". "Sembahyang? Uskup tampak tanggap dan tidak Kikuk. "Silahkan pergunakan ruangan yang engkau mau Khalifah, kami tidak berkeberatan”.

"Terimakasih atas tawaranmu Uskup" Umar tersenyum sambil geleng geleng kepala "Tapi, jika aku mendirikan sholat di dalam gereja ini, aku khawatir orang orang Islam nantinya akan menduduki gereja ini dan menjadikan nya sebagai mesjid, Bukan itu tujuan kami kesini".

Apakah diantara para pembaca ada yang mau tau apa isi surat yg dikirim Khalifah Umar kepada Uskup Jerusalem? Inilah surat nya ::
------------------------------------
Bismillahirrahmanirrahim.
Ini adalah jaminan yang telah diberikan hamba Allah,Umar, pemimpin umat Muslim, kepada penduduk Jerusalem.

Bahwa Umar  telah memberi jaminan mengenai keamanan bagi jiwa mereka, untuk harta mereka, untuk gereja dan salib mereka, untuk sakit dan sehatnya kota, serta untuk ibadah mereka.

Gereja gereja mereka tidak akan ditempati oleh orang orang Muslim, juga tidak akan pernah dirusak, tidak boleh ada satu apapun yang dikurangi dari dalam gereja itu atau dari lingkungan disekitarnya, baik Salib, harta benda, dan semua harta milik mereka.

Kaum Nasrani tidak akan dipaksa untuk beralih memeluk agama Islam, dan tidak pula orang Yahudi yang hidup bersama mereka di Jerusalem. Penduduk Jerusalem harus membayar Jizyah (pajak) sebagaimana penduduk kota lainnya.

Jerusalem harus mengusir orang orang Byzantium dan para perampok. Para penduduk Jerusalem yang ingin pergi membawa harta mereka akan dijamin sampai tujuan dengan selamat.

Para penduduk desa boleh tinggal di kota bila mereka menginginkannya, dengan ketentuan membayar Jizyah sebagaimana warga lainnya. Jizyah mereka tidak boleh ditarik sebelum tiba masa panen.

Yang tertera dalam surat ini adalah perjanjian Allah, dibawah tanggung jawab Nabi, sang Khalifah, dan orang orang Mukmin.
---------------------------------------

Umar benar benar menatap Uskup Sophoronus dengan penuh perhatian. "Teruskanlah hidup dan beribadah sesuka kalian, tetapi ketahuilah bahwa mulai sekarang, kami umat Islam akan hidup diantara kalian. Beribadah dengan cara kami, dan menetapkan contoh yg baik. Jika kalian menyukai yang kalian lihat, bergabunglah dengan kami, jika tidak tak mengapa, Allah telah mengatakan kepada kami, tidak ada paksaan dalam Agama"

Siang itu Umar sholat di sebuah tempat dimana terdapat reruntuhan Haikal Nabi Sulaiman. Reruntuhan Khenizah Allah telah begitu dilupakan, padahal dia mendengar Nabi berkisah tentang diri Nya menjadi imam bagi para nabi dalam sebuah mesjid ditempat itu yang disebut Nabi sebagai Mesjid Aqsha.

Umar segera membersihkan tempat itu dan sholat di tempat itu. Ditanah Kristen itu, Umar menemui Tuhan nya dengan cara sang Nabi mengajarinya.

SELESAI

Sebagai informasi tambahan :

Beru baru ini saya berkesempatan mengunjungi Palestina / Jerusalem di Negara Israel. Dan berkesempatan juga sholat di Mesjid Al Aqsha.

Mesjid al Aqsha ternyata ber kubah warna hitam, sedangkan di dekat mesjid ada Bangunan berkubah emas yg dikenal dengan nama Bangunan As Shakra (kubah Batu / Dome Of The Rock). Kedua bangunan tsb, mesjid dan qubah batu berada di dalam reruntuhan Haikal Nabi Sulaiman yg skrg di sebut sbg wilayah Al Haram Al Syarif.

Banyak umat muslim zaman sekarang menyangka bahwa bangunan ber kubah emas itulah yg merupakan mesjid Al Aqsha. Padahal ketika saya kesana, melihatndengan mata kepala sendiri tak ada ruangan didalam bangunan kubah emas itu yg cukup besar utk melakukan Shalat berjemaah.

Wktu Umar bin Khattab berniat membangun kembali Mesjid Al Aqsha, beliau menarik poros antara Mesjid Al Haram di Mekkah dan Batu As Shakrah (saat itu belum ada bangunan kubah emas, yang ada hanyalah batu yang dijadikan tempat berpijak nabi ketika mau melaksanakan perjalanan Miraj.

Dinporos antara mesjid al Haram (mekkah) dan batu As shakrah itulah Umat membangun Mesjid al Aqsha. Dan mengarahkan kiblat nya ke Mesjid al Haram (Kabbah). Krm menghadap ke Mesjid al Haram di Mekkah maka otomatis memunggungi As-Shaqrah Bangunan berkubah emas.

Dengan demikian orang yg sholat di dalam Mesjid Al Aqsha mengarah ke Kabbah sbg kiblat nya. 
Share:

RADIO DAKWAH

Recent Posts

Pages