KISAH SEPOTONG ROTI

Aneh Tapi Nyata, Gurun Pasir Bertemu Lautan di Afrika
Dahulu..

.
Ada seorang lelaki yang beribadah selama 60 tahun lamanya.,lalu ia terfitnah oleh seorang wanita dan berzina dengannya selama enam hari, lalu ia sadar dan bertaubat kemudia ia pun pergi meninggalkan tempat ibadahnya lalu ia singgah di sebuah masjid dan tinggal di sana selama tiga hari tak ada makanan.
.
.
Suatu ketika, ada orang yang memberinya roti, ketika ia hendak memakannya.. ia melihat dua orang yang amat membutuhkan kemudian
ia pun memotong roti dan memberikannya kepada keduanya sementara ia tak makan.
.
.
Maka Allah memerintahkan malaikat untuk menimbang antara amalannya selama 60 tahun dan zinanya selama 6 hari. ternyata lebih berat zina selama 6 hari.
.
.
Lalu Allah memerintahkan menimbang zinanya 6 hari dengan dua potong roti
ternyata lebih berat dua potong roti.
.
.
Kisah ini di riwayatkan oleh Nadlr bin Syumail dari perkataan ibnu Mas’ud.
dan ibnu Abu Nuaim meriwayatkan juga kisah yang sama dari Abu Musa Al Asy’ari dengan sanad yang shahih.
.
.
Lihatlah..
.
ibadah 60 puluh tahun dikalahkan oleh zina 6 hari tidakkah menjadi takut hati kita untuk berbuat maksiat.
.
.
Lihat juga ternyata berinfak di saat kita butuh melebihi ibadah selama 60 tahun.
.
.
Namun..
itu tak mudah karena jiwa amat mencintai harta kecuali orang yang Allah berikan kekuatan padanya..
.
.
🌐 Sumber : SalamDakwahCom
.
.
☕ Silahkan disebarkan, mudah2an anda mendapatkan bagian dari pahalanya ☕
.
.
Barakallah fikum

✒ Ditulis oleh :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. حفظه الله تعالى

copas dari: @polri_lovesunnah07

WALLOHU A'LAM 
Share:

KIsah Dulu dapat 1 hadist rela berjalan 1 bulan

Hasil gambar untuk gambar gurun pasir yang indah
✅Dari Abdullah bin Muhammad bin ‘Aqil, dia mendengar Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu berkata,
“Telah sampai kepadaku sebuah hadits dari seseorang yang langsung mendengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (sedangkan aku tidak mendengar dari Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,).”

✅Jabir berkata, “Aku pun bersegera membeli seekor unta. Aku persiapkan bekal perjalananku dan aku tempuh perjalanan satu bulan untuk menemuinya, hingga sampailah aku ke Syam. Ternyata orang tersebut adalah Abdullah bin Unais.”

✅Aku berkata kepada penjaga pintu rumahnya, “Sampaikan kepada tuanmu bahwa Jabir sedang menunggu di pintu.”

✅Penjaga itu masuk dan menyampaikan pesan itu kepada Abdullah bin Unais. Abdullah bertanya, “Jabir bin Abdillah?”

Aku menjawab, “Ya, benar!”

✅(Begitu tahu kedatanganku), Abdullah bin Unais bergegas keluar, lalu dia merangkulku dan aku pun merangkulnya.”

✅Aku berkata kepadanya, “Telah sampai kepadaku sebuah hadits, dikabarkan bahwa engkau mendengarnya langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang qishash (pembalasan atas kezaliman di hari kiamat, –pen.). Saya khawatir engkau meninggal terlebih dahulu atau aku yang lebih dahulu meninggal sementara aku belum sempat mendengarnya.”

✅Abdullah bin Unais berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Seluruh manusia atau hamba nanti akan dikumpulkan di hari kiamat dalam keadaan telanjang, tidak berkhitan, dan buhma.’

Kami bertanya, ‘Apa itu buhma?’

Beliau menjawab, ‘Tidak membawa apa pun.

✅Kemudian Allah ‘azza wa jalla menyeru mereka dengan suara yang semua mendengar, ‘Aku adalah al-Malik (Maharaja)! Aku adalah ad-Dayyan (Yang Maha Membalas amalan hamba)! Tidaklah pantas bagi siapa pun dari kalangan penghuni neraka untuk masuk ke dalam neraka sementara masih ada hak penghuni surga pada dirinya hingga Aku mengqishashnya (yakni diselesaikan hak penghuni surga itu darinya). Tidak pantas pula bagi siapa pun dari kalangan penghuni surga untuk masuk ke dalam surga sementara masih ada hak penghuni neraka pada dirinya hingga Ku-selesaikan hak penghuni neraka itu darinya, meskipun hanya sebuah tamparan.”

✅Kami bertanya, “Bagaimana caranya menunaikan hak mereka sedangkan kita menemui Allah k dalam keadaan tidak berpakaian, tidak berkhitan, dan tidak memiliki apa pun?”

✅Nabi menjawab, “Diselesaikan dengan kebaikan dan kejelekan yang kita miliki.”
Kisah perjalanan Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu dari Madinah menuju Abdullah bin Unais radhiallahu ‘anhu di negeri Syam, diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah dalam al-Musnad (3/495), al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad (No. 970), al-Hakim dalam al-Mustadrak (4/574), demikian pula al-Baihaqi dalam al-Asma hlm. (78—79.)
Al-Hakim berkata tentang hadits ini, “Shahihul isnad (sanadnya sahih),” dan disepakati oleh Adz-Dzahabi.

✅Ibnu Hajar rahimahullah kemudian menyebutkan jalan-jalan hadits ini, “Hadits ini memiliki jalan lain yang dikeluarkan oleh ath-Thabarani dalam Musnad Syamiyyin, dan (diriwayatkan pula oleh) Tamam dalam Fawaid-nya melalui jalan al-Hajjaj bin Dinar, dari Muhammad bin al-Munkadir, dari Jabir…, sanadnya shalih.


✅Perjalanan panjang yang sangat menakjubkan! Satu bulan perjalanan ditempuh hanya untuk  hadits
Beruntunglah anda yang dikaruniai Nikmat bisa mempelajari hadist hanya sekali klik.

Allahu a'lam
Sumber Humaira M 

Share:

SEBUAH KISAH YANG MEMBUAT KULIT MERINDING

Hasil gambar untuk gambar gurun pasir yang indah
✅ Al-Imam Ibnu Qudamah rahimahullah menyebutkan dalam kitab At-Tawwaabun:


➡ Dari Abdul Wahid bin Zaid, beliau berkata,

ﻛﻨﺎ ﻓﻲ ﺳﻔﻴﻨﺔٍ ﻓﺄﻟﻘﺘﻨﺎ ﺍﻟﺮﻳﺢُ ﺇﻟﻰ ﺟﺰﻳﺮﺓ ﻓﻨﺰﻟﻨﺎ ﻓﺈﺫﺍ ﻓﻴﻬﺎ ﺭﺟﻞ ﻳﻌﺒﺪُ ﺻﻨﻤﺎً , ﻓﺄﻗﺒﻠﻨﺎ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﻗﻠﻨﺎ ﻟﻪ : ﻳﺎ ﺭﺟﻞ ﻣﻦ ﺗﻌﺒﺪ ؟ ﻓﺄﺷﺎﺭ ﺇﻟﻰ ﺻﻨﻢ .
ﻓﻘﻠﻨﺎ : ﻓﻠﻴﺲ ﻫﺬﺍ ﺇﻟﻪ ﻳﻌﺒﺪ.

ﻗﺎﻝ : ﺃﻧﺘﻢ ﻣﻦ ﺗﻌﺒﺪﻭﻥ ؟
ﻗﻠﻨﺎ : ﻧﻌﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ .

ﻗﺎﻝ : ﻭ ﻣﺎ ﺍﻟﻠﻪ ؟
ﻗﻠﻨﺎ: ﺍﻟﺬﻱ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﻋﺮﺷﻪ
ﻭﻓﻲ ﺍﻷ‌ﺭﺽ ﺳﻠﻄﺎﻧﻪ ﻭﻓﻲ ﺍﻷ‌ﺣﻴﺎﺀ ﻭ ﺍﻷ‌ﻣﻮﺍﺕ ﻗﻀﺎﺅﻩ.

ﻗﺎﻝ: ﻭ ﻛﻴﻒ ﻋﻠﻤﺘﻢ ﺑﻪ؟
ﻗﻠﻨﺎ: ﻭﺟَّﻪ ﺇﻟﻴﻨﺎ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻤﻠﻚُ ﺍﻟﻌﻈﻴﻢُ ﺍﻟﺨﺎﻟﻖُ ﺍﻟﺠﻠﻴﻞُ ﺭﺳﻮﻻ‌ً ﻛﺮﻳﻤﺎً ﻓﺄﺧﺒﺮﻧﺎ ﺑﺬﻟﻚ .

ﻗﺎﻝ: ﻓﻤﺎ ﻓﻌﻞ ﺍﻟﺮﺳﻮﻝ ؟
ﻗﻠﻨﺎ: ﺃﺩَّﻯ ﺍﻟﺮﺳﺎﻟﺔ ﺛﻢ ﻗﺒﻀﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻟﻴﻪ.

ﻗﺎﻝ: ﻓﻤﺎ ﺗﺮﻙ ﻋﻨﺪﻛﻢ ﻋﻼ‌ﻣﺔ؟
ﻗﻠﻨﺎ: ﺑﻠﻰ.

ﻗﺎﻝ: ﻣﺎ ﺗﺮﻙ ؟
ﻗﻠﻨﺎ: ﺗﺮﻙ ﻋﻨﺪﻧﺎ ﻛﺘﺎﺑﺎً ﻣﻦ ﺍﻟﻤﻠﻚ .

ﻗﺎﻝ: ﺃﺭﻭﻧﻲ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻤﻠﻚ ﻓﻴﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﻛﺘﺐ ﺍﻟﻤﻠﻮﻙ ﺣِﺴﺎﻧﺎً . ﻓﺄﺗﻴﻨﺎﻩ ﺑﺎﻟﻤﺼﺤﻒ , ﻓﻘﺎﻝ : ﻣﺎ ﺃﻋﺮﻑ ﻫﺬﺍ .
ﻓﻘﺮﺃﻧﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﺳﻮﺭﺓ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻓﻠﻢ ﻧَﺰَﻝْ ﻧﻘﺮﺃ ﻭ ﻫﻮ ﻳﺒﻜﻲ ﻭﻧﻘﺮﺃ ﻭﻫﻮ ﻳﺒﻜﻲ ﺣﺘﻰ ﺧﺘﻤﻨﺎ ﺍﻟﺴﻮﺭﺓ.

ﻓﻘﺎﻝ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﻟﺼﺎﺣﺐ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻜﻼ‌ﻡ ﺃﻻ‌ ﻳُﻌﺼﻰ ﺛﻢ ﺃﺳﻠﻢ ﻭﻋﻠﻤﻨﺎﻩ ﺷﺮﺍﺋﻊ ﺍﻹ‌ﺳﻼ‌ﻡ ﻭﺳﻮﺭﺍً ﻣﻦ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭ ﺃﺧﺬﻧﺎﻩ ﻣﻌﻨﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻔﻴﻨﺔ, ﻓﻠﻤﺎ ﺳﺮﻧﺎ ﻭ ﺃﻇﻠﻢ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﺍﻟﻠﻴﻞ ﻭ ﺃﺧﺬﻧﺎ ﻣﻀﺎﺟﻌﻨﺎ ، ﻗﺎﻝ: ﻳﺎ ﻗﻮﻡ ﻫﺬﺍ ﺍﻹ‌ﻟﻪ ﺍﻟﺬﻱ ﺩﻟﻠﺘﻤﻮﻧﻲ ﻋﻠﻴﻪ ﺇﺫﺍ ﺃﻇﻠﻢ ﺍﻟﻠﻴﻞ ﻫﻞ ﻳﻨﺎﻡ؟

ﻗﻠﻨﺎ: ﻻ‌ ﻳﺎ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻫﻮ ﺣﻲ ﻗﻴﻮﻡ ﻋﻈﻴﻢ ﻻ‌ ﻳﻨﺎﻡ.

ﻓﻘﺎﻝ: ﺑﺌﺲ ﺍﻟﻌﺒﻴﺪ ﺃﻧﺘﻢ ﺗﻨﺎﻣﻮﻥ ﻭ ﻣﻮﻻ‌ﻛﻢ ﻻ‌ ﻳﻨﺎﻡ . ﺛﻢ ﺃﺧﺬ ﻓﻲ ﺍﻟﺘﻌﺒﺪ ﻭ ﺗﺮﻛﻨﺎ.

ﻓﻠﻤﺎ ﻭﺻﻠﻨﺎ ﺑﻠﺪﻧﺎ ﻗﻠﺖ ﻷ‌ﺻﺤﺎﺑﻲ: ﻫﺬﺍ ﻗﺮﻳﺐ ﻋﻬﺪ ﺑﺎﻹ‌ﺳﻼ‌ﻡ ﻭ ﻏﺮﻳﺐ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﻠﺪ ﻓﺠﻤﻌﻨﺎ ﻟﻪ ﺩﺭﺍﻫﻢ ﻭ ﺃﻋﻄﻴﻨﺎﻩ ﺇﻳﺎﻫﺎ,

ﻗﺎﻝ: ﻣﺎ ﻫﺬﺍ ؟
ﻓﻘﻠﻨﺎ ﺗﻨﻔﻘﻬﺎ ﻓﻲ ﺣﻮﺍﺋﺠﻚ.
ﻗﺎﻝ: ﻻ‌ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ‌ ﺍﻟﻠﻪ, ﺃﻧﺎ ﻛﻨﺖُ ﻓﻲ ﺟﺰﺍﺋﺮ ﺍﻟﺒﺤﺮِ ﺃﻋﺒﺪُ ﺻﻨﻤﺎً ﻣﻦ ﺩﻭﻧﻪ ﻭ ﻟﻢ ﻳﻀﻴﻌﻨﻲ ﺃﻓﻴﻀﻴﻌﻨﻲ
ﻭ ﺃﻧﺎ ﺃﻋﺮﻓﻪ؟!
ﺛﻢ ﻣﻀﻰ ﻳﺘﻜﺴَّﺐ ﻟﻨﻔﺴﻪ ، ﻭﻛﺎﻥ ﻣﻦ ﺑﻌﺪﻫﺎ ﻣﻦ ﻛﺒﺎﺭ ﺍﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ ﺇﻟﻰ ﺃﻥ ﻣﺎﺕ.

"Kami pernah berlayar di atas sebuah kapal. Lalu angin laut menghempaskan kami ke sebuah pulau. Kemudian kami turun. Tiba tiba ada seseorang yang sedang beribadah kepada sebuah patung. Kami pun menemuinya dan berkata kepadanya,

"Wahai pemuda, siapakah yang sedang kamu sembah?" Lalu dia menunjuk kepada sebuah patung berhala. Kami pun mengatakan, "Kalau ini bukan tuhan yg boleh disembah."

Dia pun berkata, "Kalau kalian, siapa yang kalian sembah ?" Kami menjawab, "Kami menyembah Allah." Dia menjawab, "Apa itu Allah." Kami mengatakan, "Allah adalah  yang Arsy-Nya ada di langit, Dia menguasai bumi dan ketetapan-Nya berlaku bagi makhluk, baik yg hidup ataupun yang mati."

"Lalu bagaimana Dia memberitahu kalian akan hal itu?" Tanya dia. Kami menjawab, "Rabb Yang Maha Merajai lagi Maha Agung, Maha Pencipta yang Mulia menganugerahkan kepada kami seorang Rasul yang mulia, dan Rasul itulah yang mengabarkan kepada kami."

"Lalu apa yang dilakukan Rasul tersebut?" Tanyanya. Kami menjawab, "Menyampaikan risalah (ajaran Allah). Lalu Allah mewafatkannya."

"Apakah dia meninggalkan sebuah tanda untuk kalian?" Tanyanya. "Ya." Jawab kami.

"Apa yang dia tinggalkan?" Tanyanya lagi. Kami menjawab, "Beliau meninggalkan untuk kami sebuah kita suci dari Rabb Yang Maha Memiliki."

"Tunjukkan kepadaku kitab dari Rabb kalian itu." Pintanya.

"Biasanya kitab-kitabnya para Raja itu bagus-bagus." Timpalnya lagi. Lalu kami memberikan kepadanya mushaf Al-Qur'an. Dia berkata, "Aku tidak tahu apa ini."

Lalu kami membacakan kepadanya sebuah surat dari Al-Qur'an. Ketika kami sedang membacanya tiba-tiba dia menangis dan terus menangis sampai kami selesai membaca hingga akhir surat.

Dia berkata, "Pemilik perkataan ini seharusnya tidak boleh ditentang dan dimaksiati."

Kemudian dia masuk Islam lalu kami mengajarkan syari'at-syari'at Islam dan surat-surat dari Al-Qur'an.

Lalu kami pun membawanya ke atas kapal kami untuk melakukan pelayaran lagi. Ketika kami sedang dalam pelayaran dan malam yang gelap telah menyelimuti dan kami telah bersiap-siap untuk tidur, dia berkata, "Wahai kaum, Sesembahan yang kalian tunjukkan kepadaku apakah Dia tidur ketika gelap di malam hari?"

Kami menjawab, "Tidak wahai hamba Allah. Dia Maha Hidup, Maha Berdiri Sendiri yang Selalu Mengurus Makhluk-Nya dan Maha Agung yang tidak pernah tidur."

Dia mengatakan, "Kalau begitu kalian adalah hamba-hamba yang buruk. Kalian tidur dalam keadaan Sesembahan kalian tidak tidur."

Lalu dia pun beribadah dan meninggalkan kami tidur.

Ketika kami sudah tiba di negeri kami maka aku berkata kepada teman-temanku, "Ini adalah orang yang baru masuk Islam dan orang yang asing di negeri kita."

Lalu kami mengumpulkan dinar dan dirham untuknya dan kami berikan kepadanya. Dia berkata "Untuk apa ini?"

Kami berkata, "Ini adalah harta yang dapat engkau gunakan untuk memenuhi kebutuhanmu."

Dia menjawab, "Laa ilaha illallah, dahulu aku tinggal di sebuah pulau di tengah lautan dan menyembah selain-Nya namun Dia tidak membuat hidupku sengsara. Apakah Allah akan membuat hidupku menjadi sengsara setelah aku mengenal-Nya (dan menyembah-Nya)...!?"

Lalu dia pergi dan mencari kerja untuk dirinya sendiri. Setelah itu dia menjadi orang shaleh yang terkenal sampai dia wafat."

[Kitab At-Tawwaabun karya Ibnu Qudamah rahimahullah, hal. 179]

📝 #BEBERAPA_PELAJARAN:

1. Pentingnya mendakwahkan tauhid dan melarang syirik, dengan sebab itu Allah ta'ala memberikan hidayah kepada manusia.

2. Bahayanya kebodohan terhadap ilmu agama dan bahaya pula hidup menyendiri dengan beribadah tanpa menuntut ilmu dan tanpa bergaul dengan orang-orang yang berilmu.

3. Syirik adalah dosa terbesar dan sekaligus kebodohan terbesar, karena pelakunya telah menyembah selain Allah yang sedikit pun tidak memberi manfaat dan tidak pula mampu menimpakan bahaya kepadanya.

4. Di balik musibah ada sejumlah hikmah, ketika para tabi'in ditimpa musibah terhempas ombak ke sebuah pulau, ternyata di pulau tersebut mereka menjadi sebab seseorang mendapatkan hidayah, dan itu akan menjadi pahala bagi mereka yang akan terus mengalir.

5. Wajibnya tawakkal dan yakin kepada Allah ta'ala yang Maha Pemberi rezeki dan telah menjamin rezeki bagi hamba-hamba-Nya, maka tidak sepatutnya seorang hamba bergantung kepada selain-Nya.

6. Seorang hamba hendaklah bekerja mencari rezeki dan bergantung kepada Allah 'azza wa jalla, tidak bergantung kepada makhluk, tidak pula meminta-minta kepada makhluk.

7. Beriman bahwa Allah di atas 'arsy, di atas langit yang ketujuh adalah keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

8. Orang yang menuntut ilmu dan mengamalkan ilmunya walau dia baru masuk Islam, bisa saja menjadi lebih baik daripada yang lebih dulu masuk Islam atau bahkan lebih baik daripada yang muslim sejak lahir. Karena kebaikan seseorang bukan karena senioritas melainkan karena takwa kepada Allah 'azza wa jalla.

9. Al-Qur'an adalah kalam Allah 'azza wa jalla yang memberikan petunjuk ke jalan yang lurus.

10. Pentingnya berdakwah dengan ilmu, yaitu menyampaikan Al-Qur'an dan As-Sunnah sesuai pemahaman Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

✏ Al-Ustadz Almanazil Billah, Lc hafizhahullah

Sumber:

https://web.facebook.com/taawundakwah/posts/2078725219026945

http://sofyanruray.info/sebuah-kisah-yang-membuat-kulit-merinding/

═══ ❁✿❁ ═══

➡ Bergabunglah dan Sebarkan Dakwah Sunnah Bersama Markaz Ta'awun Dakwah dan Bimbingan Islam - www.taawundakwah.com ⤵

📮 Join Telegram: http://goo.gl/6bYB1k
📲 Gabung Group WA: 08111377787
🌍 Fb: www.fb.com/taawundakwah
🌐 Web: www.taawundakwah.com
🎬 Youtube: Ta’awun Dakwah
📒 #Renungan_Bermakna 
Share:

MANA BUKTI CINTAMU...?

Hasil gambar untuk gambar gurun pasir yang indah
Dengan berbagai macam cara seseorang akan mencurahkan usahanya untuk membuktikan cintanya pada kekasihnya. Begitu pula kecintaan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setiap orang pun punya berbagai cara untuk membuktikannya. Namun tidak semua cara tersebut benar, ada di sana cara-cara yang keliru.

KEWAJIBAN ME CINTAI RASULULLAH

Allah Ta’ala berfirman :

قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

“Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”
(QS. At Taubah: 24).
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan :
“Jika semua hal-hal tadi lebih dicintai daripada Allah dan Rasul-Nya, serta berjihad di jalan Allah, maka tunggulah musibah dan malapetaka yang akan menimpa kalian.”[1] Ancaman keras inilah yang menunjukkan bahwa mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari makhluk lainnya adalah wajib.

Bahkan tidak boleh seseorang mencintai dirinya hingga melebihi kecintaan pada nabinya.
Allah Ta’ala berfirman :

النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ

“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri.”
(QS. Al Ahzab: 6).

Syihabuddin Al Alusi rahimahullah mengatakan :
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah memerintahkan sesuatu dan tidak ridho pada umatnya kecuali jika ada maslahat dan mendatangkan keselamatan bagi mereka. Berbeda dengan jiwa mereka sendiri. Jiwa tersebut selalu mengajak pada keburukan.”[2]
Oleh karena itu, kecintaan pada beliau mesti didahulukan daripada kecintaan pada diri sendiri.

‘Abdullah bin Hisyam berkata :
“Kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau memegang tangan Umar bin Khaththab radhiyallahu ’anhu. Lalu Umar berkata :
”Wahai Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali terhadap diriku sendiri.”
Kemudian Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berkata :

لاَ وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ

”Tidak, demi yang jiwaku berada di tangan-Nya (imanmu belum sempurna). Tetapi aku harus lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.” Kemudian ’Umar berkata, ”Sekarang, demi Allah. Engkau (Rasulullah) lebih aku cintai daripada diriku sendiri.” Kemudian Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berkata, ”Saat ini pula wahai Umar, (imanmu telah sempurna).”[3]

MENGAPA KITA HARUS MENCINTAI RASULULLAH...?

Mencintai seseorang dapat kembali kepada 2 alasan :

1. berkaitan dengan sosok yang dicintai

Semakin sempurna orang yang dicintai, maka di situlah tempat tumbuhnya kecintaan. Sedangkan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam adalah manusia yang paling luar biasa dan sempurna dalam akhlaq, kepribadian, sifat dan dzatnya. Di antara sifat beliau adalah begitu perhatian pada umatnya, begitu lembut dan kasih sayang pada umatnya. Sebagaimana Allah Ta’ala mensifati beliau dalam firman-Nya :

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

”Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.”
(QS. At Taubah: 128)

2. Berkaitan dengan faedah yang akan diperoleh.

Di antara faedah tersebut adalah:

[1] Mendapatkan manisnya iman

Dari Anas radhiyallahu ’anhu , Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

“Tiga perkara yang membuat seseorang akan mendapatkan manisnya iman yaitu: Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya; mencintai saudaranya hanya karena Allah; dan benci kembali pada kekufuran sebagaimana benci dilemparkan dalam api.”[4]

[2] Akan menjadikan seseorang bersama beliau di akhirat

Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan bahwa seseorang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” Orang tersebut menjawab, “Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ

“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.”[5]

Dalam riwayat lain, Anas mengatakan, “Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta ma’a man ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).” Anas pun mengatakan, “Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka.”[6]

[3] Akan memperoleh kesempurnaan iman

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“Seseorang tidaklah beriman (dengan sempurna) hingga aku lebih dicintainya dari anak dan orang tuanya serta manusia seluruhnya.”[7]

Dengan dua alasan inilah tidak ada alasan bagi siapa pun untuk tidak mencintai beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.[8]

BUKTI CINTA RASULULLAH

1. Mendahulukan dan mengutamakan beliau dari siapa pun

Hal ini dikarenakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah makhluk pilihan dari Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى كِنَانَةَ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ وَاصْطَفَى قُرَيْشًا مِنْ كِنَانَةَ وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِى هَاشِمٍ وَاصْطَفَانِى مِنْ بَنِى هَاشِمٍ

“Sesungguhnya Allah telah memilih Kinanah yang terbaik dari keturunan Isma’il. Lalu Allah pilih Quraisy yang terbaik dari Kinanah. Allah pun memilih Bani Hasyim yang terbaik dari Quraisy. Lalu Allah pilih aku sebagai yang terbaik dari Bani Hasyim.”[9]

Di antara bentuk mendahulukan dan mengutamakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari siapa pun yaitu apabila pendapat ulama, kyai atau ustadz yang menjadi rujukannya bertentangan dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka yang didahulukan adalah pendapat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Asy Syafi’i rahimahullah, “Kaum muslimin telah sepakat bahwa siapa saja yang telah jelas baginya ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya karena perkataan yang lainnya.”[10]

2. Membenarkan segala yang disampaikan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam

Termasuk prinsip keimanan dan pilarnya yang utama ialah mengimani kemaksuman Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dari dusta atau buhtan (fitnah) dan membenarkan segala yang dikabarkan beliau tentang perkara yang telah berlalu, sekarang, dan akan datang. Karena Allah Ta’ala berfirman :

وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى (1)
مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى (2)
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (3)
إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى (4)

”Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”
(QS. An Najm: 1-4)

3. Beradab di sisi Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam

Di antara bentuk adab kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah memuji beliau dengan pujian yang layak baginya. Pujian yang paling mendalam ialah pujian yang diberikan oleh Rabb-nya dan pujian beliau terhadap dirinya sendiri, dan yang paling utama adalah shalawat dan salam kepada beliau. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

الْبَخِيلُ الَّذِي مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ

“Orang yang bakhil (pelit) adalah orang yang apabila namaku disebut di sisinya, dia tidak bershalawat kepadaku.”[11]

4. Ittiba’ (mencontoh) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam serta berpegang pada petunjuknya.

Allah Ta’ala berfirman :

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”."
(QS. Ali Imron: 31)

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata :

اتَّبِعُوا، وَلا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ، كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ

“Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), janganlah membuat bid’ah. Karena (ajaran Nabi) itu sudah cukup bagi kalian. Semua amalan yang tanpa tuntunan Nabi (baca: bid’ah) adalah sesat .”[12]

5. Berhakim kepada ajaran Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam

Sesungguhnya berhukum dengan ajaran Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah salah satu prinsip mahabbah (cinta) dan ittiba’ (mengikuti Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam). Tidak ada iman bagi orang yang tidak berhukum dan menerima dengan sepenuhnya syari’atnya. Allah Ta’ala berfirman :

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”
(QS. An-Nisa’: 65)

Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan :
“Setiap orang yang keluar dari ajaran dan syariat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka Allah telah bersumpah dengan diri-Nya yang disucikan, bahwa dia tidak beriman sehingga ridha dengan hukum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam segala yang diperselisihkan di antara mereka dari perkara-perkara agama dan dunia serta tidak ada dalam hati mereka rasa keberatan terhadap hukumnya.”[13]

6. Membela Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Membela dan menolong Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah salah satu tanda kecintaan dan pengagungan. Allah Ta’ala berfirman;

لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

“(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan RasulNya. Mereka itulah orang-orang yang benar.”
(QS. Al Hasyr: 8)

Di antara contoh pembelaaan terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti diceritakan dalam kisah berikut. Ketika umat Islam mengalami kekalahan, Anas bin Nadhr pada perang Uhud mengatakan, ”Ya Allah, aku memohon ampun kepadamu terhadap perbuatan para sahabat dan aku berlepas diri dari-Mu dari perbuatan kaum musyrik.”  Kemudian ia maju lalu Sa’ad menemuinya. Anas lalu berkata, ”Wahai Sa’ad bin Mu’adz, surga. Demi Rabbnya Nadhr, sesungguhnya aku mencium bau surga dari Uhud.” ”Wahai Rasulullah, aku tidak mampu berbuat sebagaimana yang diperbuatnya,” ujar Sa’ad. Anas bin Malik berkata, ”Kemudian kami dapati padanya 87 sabetan pedang, tikaman tombak, atau lemparan panah. Kami mendapatinya telah gugur dan kaum musyrikin telah mencincang-cincangnya. Tidak ada seorang pun yang mengenalinya kecuali saudara perempuannya yang mengenalinya dari jari telunjuknya.”[14]

Bentuk membela Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengharuskan beberapa hal, di antaranya:

[1] Membela para sahabat Nabi –radhiyallahu ’anhum-

Rasulullah shallahu ’alaihi wa sallam bersabda :

لَا تَسُبُّوا أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِي فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَوْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ

”Janganlah mencaci maki salah seorang sahabatku. Sungguh, seandainya salah seorang di antara kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, maka itu tidak menyamai satu mud (yang diinfakkan) salah seorang mereka dan tidak pula separuhnya.”[15]

Di antara hak-hak para sahabat adalah mencintai dan meridhoi mereka. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al Hasyr: 10)

Sungguh aneh jika ada yang mencela sahabat sebagaimana yang dilakukan oleh Rafidhah (Syi’ah). Mereka sama saja mencela Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Imam Malik dan selainnya rahimahumullah mengatakan, “Sesungguhnya Rafidhah hanyalah ingin mencela Rasul. Jika seseorang mengatakan bahwa orang itu jelek, maka berarti sahabat-sahabatnya juga jelek. Jika seseorang mengatakan bahwa orang itu sholih, maka sahabatnya juga demikian.”[16] Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Adapun Rafidhah, maka merekalah orang-orang yang sering mencela sahabat Nabi dan perkataan mereka. Hakikatnya, apa yang ada di batin mereka adalah mencela risalah Muhammad.”[17]

[2] Membela para isteri Nabi, para Ummahatul Mu’minin –radhiyallahu ’anhunna-

Imam Malik rahimahullah mengatakan, “Siapa saja yang mencela Abu Bakr, maka ia pantas dihukum cambuk. Siapa saja yang mencela Aisyah, maka ia pantas untuk dibunuh.” Ada yang menanyakan pada Imam Malik, ”Mengapa bisa demikian?” Beliau menjawab, ”Barangsiapa mencela mereka, maka ia telah mencela Al Qur’an karena Allah Ta’ala berfirman (agar tidak lagi menyebarkan berita bohong mengenai Aisyah, pen) :

يَعِظُكُمَ اللَّهُ أَنْ تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman.”
(QS. An Nur: 17)”[18]
7. Membela ajaran (sunnah) Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam

Termasuk membela ajaran beliau shallallahu ’alaihi wa sallam ialah memelihara dan menyebarkannya, menjaganya dari ulah kaum batil, penyimpangan kaum yang berlebih-lebihan dan ta’wil (penyimpangan) kaum yang bodoh, begitu pula dengan membantah syubhat kaum zindiq  dan pengecam sunnahnya, serta menjelaskan kedustaan-kedustaan mereka. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam telah mendo’akan keceriaan wajah bagi siapa yang membela panji sunnah ini dengan sabdanya :

نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا شَيْئًا فَبَلَّغَهُ كَمَا سَمِعَهُ فَرُبَّ مُبَلِّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ

“Semoga Allah memberikan kenikmatan pada seseorang yang mendengar sabda kami lalu ia menyampaikannya sebagaimana ia mendengarnya. Betapa banyak orang yang diberi berita lebih paham daripada orang yang mendengar.”[19]

8. Menyebarkan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Di antara kesempurnaan cinta dan pengagungan kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ialah berkeinginan kuat untuk menyebarkan ajaran (sunnah)nya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً

“Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat.”[20] Yang disampaikan pada umat adalah yang berasal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan sesuatu yang tidak ada tuntunannya.

LARANGAN BERBUAT BID'AH

Sebagaimana telah kami sebutkan di atas bahwa di antara bukti cinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan menyebarkan sunnah (ajaran) beliau. Oleh karenanya, konsekuensi dari hal ini adalah dengan mematikan bid’ah, kesesatan dan berbagai ajaran menyimpang lainnya. Karena sesungguhnya melakukan bid’ah (ajaran yang tanpa tuntunan) dalam agama berarti bukan melakukan kecintaan yang sebenarnya, walaupun mereka menyebutnya cinta.[21] Oleh karenanya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.”[22]

Kecintaan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sebenarnya adalah dengan tunduk pada ajaran beliau, mengikuti jejak beliau, melaksanakan perintah dan menjauhi larangan serta bersemangat tidak melakukan penambahan dan pengurangan dalam ajarannya.[23]

Contoh cinta Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam yang keliru adalah dengan melakukan bid’ah maulid nabi. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Adapun melaksanakan perayaan tertentu selain dari hari raya yang disyari’atkan (yaitu Idul Fithri dan Idul Adha) seperti perayaan pada sebagian malam dari bulan Rabi’ul Awwal (yang disebut dengan malam Maulid Nabi), perayaan pada sebagian malam Rojab, hari ke-8 Dzulhijjah, awal Jum’at dari bulan Rojab atau perayaan hari ke-8 Syawal -yang dinamakan orang yang sok pintar (alias bodoh) dengan ’Idul Abror-; ini semua adalah bid’ah yang tidak dianjurkan oleh para salaf (sahabat yang merupakan generasi terbaik umat ini) dan mereka juga tidak pernah melaksanakannya.”[24]

Cinta pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bukanlah dengan merayakan Maulid. Hakikat cinta pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah dengan mengikuti (ittiba’) setiap ajarannya dan mentaatinya. Semakin seseorang mencintai Nabinya maka dia juga akan semakin mentaatinya. Dari sinilah sebagian salaf mengatakan:

لهذا لما كَثُرَ الأدعياء طُولبوا بالبرهان ,قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمْ اللَّهُ

Tatkala banyak orang yang mengklaim mencintai Allah, mereka dituntut untuk mendatangkan bukti. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): ”Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Ali Imron: 31).[27]
Orang yang cinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentu hanya mau mengikuti ajaran yang beliau syariatkan dan bukan mengada-ada dengan melakukan amalan yang tidak ada tuntunan, alias membuat bid’ah.

Footnote :

[1] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 7/164, Muassasah Al Qurthubah.

[2] Ruhul Ma’ani, Syihabuddin Al Alusi, 16/42, Mawqi’ At Tafaasir.

[3] HR. Bukhari no. 6632.

[4] HR. Bukhari no. 16 dan Muslim no. 43.

[5] HR. Bukhari no. 6171 dan Muslim no. 2639

[6] HR. Bukhari no. 3688.

[7] HR. Muslim no. 44

[8] Pembahasan ini diringkas dari Huququn Nabi bainal Ijlal wal Ikhlal, hal.40-46, Hubbun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wa ‘alamatuhu, hal. 13-15. Kami pernah memuat tulisan ini dalam risalah kecil yang berjudul Mengenal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Antara Mencintai dan Melecehkan, diterbitkan oleh Pustaka Muslim, Jumadats Tsaniyah, 1428 H

[9] HR. Muslim no. 2276, Watsilah bin Al Asqo’

[10] I’lamul Muwaqi’in ‘an Robbil ‘Alamin, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, 1/7, Darul Jail, 1973.

[11] HR. Tirmidzi no. 3546 dan Ahmad (1/201). At Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan shohih ghorib. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih

[12] Diriwayatkan oleh Ath Thobroniy dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 8770. Al Haytsamiy mengatakan dalam Majma’ Zawa’id bahwa para perowinya adalah perawi yang dipakai dalam kitab shohih.

[13] Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 28/471, Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H.

[14] HR. Bukhari no. 2805, 4048 dan Muslim no. 1903.

[15] HR. Muslim no. 2541.

[16] Minhajus Sunnah An Nabawiyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 7/459, Muassasah Qurthubah, cetakan pertama, tahun 1406 H.

[17] Minhajus Sunnah An Nabawiyah, 3/463.

[18] Ash Shorim Al Maslul ‘ala Syatimir Rosul, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hal. 568, Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1417 H.

[19] HR. Abu Daud no. 3660, At Tirmidz no. 2656, Ibnu Majah no. 232 dan Ahmad (5/183). Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat makna hadits ini dalam Faidul Qodir, Al Munawi, 6/370, Mawqi’ Ya’sub.

[20] HR. Bukhari no. 3461

[21] Lihat penjelasan dalam tulisan Mahabbatun Nabi wa Ta’zhimuhu (yang terdapat dalam kumpulan risalah Huququn Nabi baina Ijlal wal Ikhlal), ‘Abdul Lathif bin Muhammad Al Hasan, hal. 89, Maktabah Al Mulk Fahd, cetakan pertama, 1422 H.

[22] HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718

[23] Lihat Mahabbatun Nabi wa Ta’zhimuhu, hal. 89.

[24] Majmu’ Fatawa, 25/298.

[25] As Sunan wal Mubtada’at Al Muta’alliqoh Bil Adzkari wash Sholawat, 138-139

[26] Al Hawiy Lilfatawa Lis Suyuthi, 1/183

[27] Syarh Al ‘Aqidah Ath Thohawiyah, Syaikh Sholih Alu Syaikh, 1/266, Asy Syamilah 
Share:

GADIS KECIL ITU TELAH TIADA, SEOLAH IA ADA UNTUK MENASIHATI KAMI*

Hasil gambar untuk gambar gurun pasir yang indah_*“Mama jangan menangis lagi, Renata kan milik Allah.”*_

Kata-kata ini seketika meluncur begitu saja dari bibir Renata seakan ingin menghapus kesedihan sang mama.

*_“Renata, ini obatnya diminum, ada berapa?”_*
tukas sang Papa.

*_“Ada tiga, ”_*
jawab Renata pendek.

*_“Bismillah, ya Allah, aku adalah milik-Mu dan aku akan kembali kepada-Mu. Sembuhkan aku dengan obat ini, berilah orang tuaku kesabaran dan rizki, “_*
lanjutnya seraya meminum obatnya.

Siapa menyangka, kalimat-kalimat itu adalah ucapan terakhir Renata karena tak berapa lama kemudian ia pun tak sadarkan diri dan melewati hari-hari terakhirnya tanpa kesadaran di ruang ICU R.S. Fatmawati.

_Meningitis (radang selaput otak)_ telah menghampirinya hingga Allah menetapkan maut menjemputnya empat puluh hari kemudian.

_Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’un._

Ucapan terakhir itu seakan menjadi gambaran perjalanan hidup Renata, si gadis kecil itu.
Belum hilang dari ingatan sang mama saat putri kecilnya itu selalu mendampingi dan mengalirkan kalimat-kalimat nasihat.

*_“Mama, kalau beli ayam hati-hati, harus tanya dulu motongnya pakai bismillah tidak?”_*

*_“Mama, kenapa enggak pakai jilbab? Kan wajib.”_*

*_“Anjing itu najis kalau terkena jilatannya. Harus dicuci pakai tanah dan air. Orang sebelah harus diingatkan kalau anjingnya main-main ke rumah.”_*

Kini, gadis kecil itu telah pergi, tak ada lagi kalimat-kalimat indah itu.
Tak ada lagi celotehan riangnya saat berangkat mengaji.

Bahkan tak ada lagi yang membangunkan orang rumah untuk shalat Shubuh.

*_“Ia terbiasa bangun lebih awal saat adzan berkumandang,”_*
tutur sang Papa.

*_“Renata ingin lihat Mama pakai jilbab,”_*
tutur Renata suatu hari sebelum ia tak sadarkan diri.

*_“Seolah-olah selama ini ia ada untuk mengingatkan dan menasihati kami,”_*
kenang sang Mama.

Wahai Mama..
•••

bersabarlah. Yakinlah putrimu ini, dengan izin Allah, akan berbuah pahala bagimu untuk meraih surga yang dijanjikan.

Tidakkah engkau ingat bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda,

_“Benar-benar ada lima hal yang sangat berat takarannya di akhirat kelak, yaitu ucapan Subhanallah, Alhamdulillah, Laa ilaaha illallah, Allahu Akbar dan anak shalih yang meninggal sedang orang tuanya bersabar dan berharap pahala kepada Allah dari musibah itu.”_

📚 *(HR. An-Nasai, Ibnu Hibban dan Al-Hakim; dishahihkan oleh Al-Albani).*

Wahai Papa
•••

Janganlah larut dalam kesedihan.
Yakinlah, ini bukan perpisahan abadi bahkan ini adalah awal dari kebersamaan abadi, dengan izin Allah.

Bukankah Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah menyampaikan,

_“Bahwa pada hari kiamat anak-anak kecil akan berdiri lalu dikatakan kepada mereka, *”Masuklah ke surga!”* Merekapun menjawab, *”Kami akan masuk jika bapak dan ibu kami masuk juga ke surga.”*…Maka diserukan kepada anak-anak kecil itu, ”Masuklah kalian dan orang tua kalian ke surga!”_

📚 *(HR. Imam Ahmad dalam Musnad-nya 28/174).*

_“Ya Allah, Ar-Rahman Ar-Rahim, Engkau telah memberi amanah kepada kami seorang putri, yang kami didik agar menjadi putri sholehah yang bertaqwa kepada-Mu dan kini Engkau telah memanggilnya._

_”Ya Allah, dengan amal kami ini jadikanlah putri kami syafa’at bagi kami. Jadikanlah putri kami ini salah satu dari anak-anak kecil yang menanti orang tuanya di pintu surga untuk masuk bersama-sama. Amin.“_

●  Renata Aulia Anjani meninggal di usia 7 tahun pada 26 April 2011 akibat meningitis–radang selaput otak.

●  Renata adalah siswi kelas 1 Madrasah Ibitidaiyah As-Sa’adatuddarain I Pamulang Tangerang Selatan.

Kisah di atas merupakan penuturan kedua orang tuanya kepada Tim Sahabatku Sehat Al-Sofwa, yang telah melakukan dampingan sejak Renata dirawat di RS.Fatmawati.

Semoga Allah merahmatinya dan semoga kisah ini menjadi hikmah bagi kita. Aamiin.

*Sumber : _As-Sofwah_

*Oleh: Mutiara Risalah Islam*
Share:

Pengakuan seorang polisi- (Kisah nyata)

Hasil gambar untuk gambar gurun pasir yang indahSaya seorang polisi. Pekerjaan saya adalah menjaga keamanan, mengawasi lalu lintas, dan membantu orang-orang yang membutuhkan. Semula pekerjaan saya sangat menyenangkan. Saya menjalani hidup dengan nyaman. Saya bekerja dengan sungguh-sungguh dan ikhlas. Akan tetapi, setelah itu, saya mengalami masa yang sangat berat. Saya diombang-ambing oleh kebingungan karena banyaknya waktu luang dan minimnya pengetahuan saya. Kemudian saya mulai merasa bosan dan tidak menemukan orang yang bisa membantu saya dalam urusan agama saya. Yang terjadi justru sebaliknya.

Saya bosan terus-menerus melihat kecelakaan dan orang-orang yang ditimpa musibah. Tetapi, ada satu hari istimewa. Saat kami bekerja, saya bersama seorang kawan berhenti di tepi jalan sambil berbincang kesana kemari. Tiba-tiba kami mendengar suara tabrakan yang keras. Kami langsung memutar pandangan mata kami, dan ternyata sebuah mobil bertabrakan dengan mobil lain yang datang dari arah berlawanan.

Kami bergegas menuju lokasi kecelakaan untuk menyelamatkan para korban. Sebuah kecelakaan yang nyaris tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Dua orang di dalam mobil itu dalam kondisi kritis.
Kami mengeluarkan mereka dari mobil dan
meletakkan mereka dalam posisi membujur. Lalu kami bergegas mengeluarkan orang yang ada di mobil kedua. Ternyata dia sudah meninggal dunia.

Kami kembali kepada dua orang tersebut, ternyata mereka dalam kondisi sekarat. Kawan saya langsung menuntunnya membaca syahadat.
Ucapakanlah, “laa ilaha illallah. Laa ilaha illallah.”
Akan tetapi lidah mereka justru melantunkan nyanyian dengan keras.
Situasi itu membuat saya takut, sementara kawan saya justru sebaliknya. Dia mengetahui hal ihwal kematian. Dia kembali menuntun mereka membaca syahadat. Sementara saya berdiri termangu, tidak bergerak, diam seribu bahasa, dan mata saya melotot. Selama hidup, saya belum pernah melihat situasi seperti itu. Bahkan saya belum pernah melihat orang meninggal dalam kondisi seperti itu.

Kawan saya kembali mengulang-ulang kalimat syahadat kepada mereka. Tetapi mereka terus bernyanyi. Tidak ada gunanya sama sekali. Suara nyanyian itu mulai reda sedikit demi sedikit. Yang satu diam dan diikuti yang kedua. Tidak ada gerak sama sekali. Mereka sudah meninggal dunia. Kami membawa mereka ke mobil. Sementara kawan saya itu menunduk dan diam seribu bahasa. Kami menempuh perjalanan dengan diam membisu.

Keheningan itu lalu dipecahkan oleh suara kawanku yang bercerita kepadaku tentang hal-ihwal kematian dan su’ul khatimah (penutup yang buruk).
Hidup manusia itu ditutup dengan kebaikan atau keburukan. DAN PENUTUP INI MERUPAKAN PETUNJUK BAGI APA YANG PERNAH DIKERJAKAN OLEH MANUSIA SELAMA HIDUP DI DUNIA SECARA UMUM. Dia menyampaikan banyak kisah yang ditulis di dalam buku-buku islam dan bagaimana hidup seseorang ditutup dengan apa yang biasa
dilakukannya menurut keadaan lahir dan batinnya.

Kami menempuh perjalanan kerumah sakit dengan perbincangan tentang kematian dan orang-orang yang mati. Dan gambarannya menjadi lengkap ketika kami ingat bahwa kami mengangkut jenazah di dekat kami. Saya menjadi takut akan kematian.
Saya mendapatkan pelajaran berharga dari kejadian itu. Hari itu juga saya mengerjakan shalat dengan khusyu’.
Akan tetapi seiring berjalannya waktu, saya pun melupakan momentum tersebut secara bertahap.

Saya mulai kembali lagi kepada kebiasaan saya semula. Seolah-olah saya tidak pernah menyaksikan dua orang laki-laki itu dan apa yang telah mereka alami. Tetapi saya benar-benar menjadi tidak suka pada nyanyian dan tidak berminat lagi seperti sebelumnya. Barangkali hal itu terkait dengan pengalaman saya saat
mendengarkan nyanyian dari dua orang tersebut ketika mereka sekarat.

Anehnya, lebih dari setahun kemudian ada
kecelakaan yang sangat menakjubkan. Ada seseorang yang mengemudikan mobilnya dengan kecepatan biasa. Tiba-tiba mobil itu mogok di salah satu terowongan yang mengarah ke kota. Orang itu pun turun dari mobilnya untuk memperbaiki kerusakan yang ada pada salah satu rodanya. Dan ketika ia berdiri di belakang mobilnya untuk menurunkan roda cadangan, datanglah sebuah mobil dengan kecepatan tinggi dan menabraknya dari belakang. Dia langsung jatuh dengan luka-luka yang sangat parah. Saya datang bersama kawan yang lain, bukan kawan saya yang pertama.

Kami membawanya di dalam mobil kami sambil menghubungi rumah sakit agar bersiap-siap menyambut kedatangannya.
Ia masih muda usia dan religius. Hal itu terlihat dari penampilannya. Ketika kami membawanya, kami mendengarnya bergumam. Namun karena kami buru-buru saat membawanya, maka kami tidak bisa membedakan dengan jelas apa yang dia ucapkan.
Akan tetapi, ketika kami meletakkannya di mobil dan berjalan, kami mendengar suaranya dengan jelas; dia membaca Al-Qur’an dengan suara yang merdu.

Subhanallah! Anda jangan mengatakan bahwa pemuda ini berlumuran darah dan tulang-tulangnya patah, tetapi tampaknya dia sudah di ambang kematian, namun dia terus membaca Al-Qur’an dengan suara yang merdu. Selama hidup, saya belum pernah mendengar bacaan semerdu itu. Saya sempat berkata didalam hati bahwa saya akan membimbingnya membaca syahadat seperti yang dilakukan kawan saya dulu. Apalagi saya merasa sudah punya pengalaman sebelumnya. Saya dan kawan saya mendengarkan suara yang merdu itu dengan seksama. Saya merasakan tubuh saya mulai gemetar dan juga tulang-tulang rusuk saya. Tiba-tiba suara itu terdiam. Saya menoleh kebelakang, ternyata dia mengangkat jari telunjuknya sambil membaca tasyahud (Syahadat), kemudian dia menundukan kepalanya.

Saya segera melompat kebelakang. Saya pegang tangannya, dan ternyata dia sudah meninggal dunia. Saya memandanginya cukup lama. Setitik airmata jatuh, tapi saya menyembunyikannya dari kawan saya. Saya menoleh kearahnya dan saya memberitahunya bahwa orang itu sudah meninggal dunia. Kawan saya langsung menangis, sedangkan saya sesenggukan dan airmata saya tidak berhenti mengalir. Pemandangan kami di dalam mobil itu menjadi sangat menyentuh. Saat kami tiba di rumah sakit, kami menceritakan kisah orang itu kepada semua orang yang kami jumpai. Banyak yang tersentuh dengan peristiwa kematiannya dan airmata mereka bercucuran.
Ada salah satu dari mereka, yang setelah
mendengar cerita kami langsung pergi mencium keningnya. Semua orang bersikeras untuk tidak pergi dari tempat itu sehingga mereka mengetahui kapan jenazahnya akan dishalati agar mereka bisa ikut menyalatinya.

Keesokan harinya masjid itu penuh sesak oleh jama’ah yang ingin menyalatinya. Saya menshalatinya bersama orang-orang islam lainnya.
Setelah itu, kami membawanya kemakam. Kami memasukannya kedalam liang kubur yang sempit dan mereka menghadapkan wajahnya kearah kiblat.
Bismillahi wa’ala millati rasulillah. Kami mulai menguruknya dengan tanah.
Doakanlah agar saudaramu diberi keteguhan, karena dia sedang ditanya. Dia menyambut hari-hari akhirat yang pertama, sementara saya seakan-akan menyambut hari-hari dunia yang pertama.

Saya bertaubat dari apa yang pernah saya perbuat.
Mudah-mudahan Allah berkenan memaafkan dosa-dosa saya di masa lalu, meneguhkan hati saya selalu taat kepadanya, menutup hidup saya dalam kebaikan (khusnul khatimah) dan menjadikan kuburan saya dan kuburan setiap muslim sebagai bagian dari taman surga.
——————-
kisah nyata ini diambil dari az-Zaman Al-Qadim I,
Abdul Malik Al-Qasim.
(Copas) 
Share:

RADIO DAKWAH

Recent Posts

Pages