NABI DITOLAK ORANG KAFIR, NDAK EMOSI, KOK…

3 Jenis Gratifikasi yang Harus Ditolak dan Beberapa yang Tidak Harus  Dilaporkan oleh Karyawan
Sobat, anda berdakwah lalu ditolak itu adalah satu hal yang wajar, anda bukan korban pertama namun demikianlah dinamika dakwah sepanjang masa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengalami hal yang serupa bahkan lebih parah, demikian pula dengan nabi nabi sebelumnya.

Pada tahun keenam hijriah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak menunaikan ibadah umrah bersama para sahabatnya. DIperkirakan beliau membawa sekitar 1.400 orang sahabat dengan berbagai perlengkapan perang untuk mempertahan diri.

Kehadiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama pasukan segitu banyak menyebabkan orang-orang Quraisy kebakaran kumis. Betapa tidak, kemarin, enam tahun silam, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar meninggalkan kota Makkah hanya ditemani oleh seorang sahabat, yaitu Abu Bakar radhiallahu ‘anhu, sedangkan kini beliau kembali dengan membawa pasukan besar.

Secara fsikologi, ini merupakan pukulan berat bagi orang-orang Quraisy, bagi mereka kedatangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kali ini mereka anggap sebagai show of power, yang dapat berdampak pada runtuhnya wibawa Quraisy yang selama ini berperan sebagai super power di negri arab.

Karenanya, dengan segala kekuatan dan daya yang dimiliki, Quraisy berusaha mempertahankan kedudukan sosialnya sebagai super power di negri arab. Mereka menolak kehadiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ke kota Makkah yang tanpa “kulo nuwun” terlebih dahulu kepada mereka. Quraisy ingin membuktikan kepada bangsa arab bahwa mereka tetap memiliki power untuk memimpin dan mempertahankan mahkota “super powernya”.

Negoisasi antara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan delegasi Quraisy terus terjadi, hingga akhirnya dicapai kesepakatan bahwa :

1. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama seluruh sahabatnya kembali ke Madinah dan menunda umrahnya hingga tahun depan.

2. Setiap penduduk Makkah yang melarikan diri ke kota Madinah harus dikembalikan ke Quraisy dengan suka rela, walaupun dia adalah orang Iaslam. Sedangkan setiap penduduk Madinah yang elarikan diri ke Makkah tidak wajib dikembalikan ke Madinah, walau di adalah orang Islam.
Dua poin ini sekilas bentuk kekalahan dan kehinaan bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Tak ayal lagi para sahabat geram dan merasa terhina dengan kesepakatan ini, sampai-sampai sahabat Umar bin Al Khatthab radhiallahu ‘anhu berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَسْنَا عَلَى حَقٍّ وَهُمْ عَلَى بَاطِلٍ قَالَ « بَلَى ». قَالَ أَلَيْسَ قَتْلاَنَا فِى الْجَنَّةِ وَقَتْلاَهُمْ فِى النَّارِ قَالَ « بَلَى ». قَالَ فَفِيمَ نُعْطِى الدَّنِيَّةَ فِى دِينِنَا وَنَرْجِعُ وَلَمَّا يَحْكُمِ اللَّهُ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ فَقَالَ « يَا ابْنَ الْخَطَّابِ إِنِّى رَسُولُ اللَّهِ وَلَنْ يُضَيِّعَنِى اللَّهُ أَبَدًا

“Wahai Rasulullah, bukankah kita di atas kebenaran sedangkan mereka di atas kebatilan. ? Beliau menjawab: Tentu. Lalu sahabat Umar kembali berkata: Bukankah orang yang terbunuh dari kita akan masuk surga sedangkan korban dari mereka pasti masuk neraka? beliau menjawab: Tentu. Selanjutnya sahabat Umar berkata: Bila demikia, mengapa kita rela menerima kehinaan dalam urusan kebenaran (agama) kita, sedangkan Allah belum memberikan keputusan-Nya antara kita dan mereka (belum terjadi peperangan) ? beliau menjawab: Wahai putra Al Khatthab, sesungguhnya aku adalah utusan Allah, dan selamanya Allah tiada mungkin menyia-nyiakan aku.

Merasa belum puas, sahabat Umar radhiallahu ‘anhu mendatangi sahabat Abu Bakar radhiallahu ‘anhu untuk menumpahkan kekecewaannya, dan terjadilah komunikasi seperti di atas anatara mereka berdua.” (Bukhari & Muslim)

Ya, dalam kondisi penuh dengan kekecewaan dan sakit hati seperti ini sangatlah berat untuk menggunakan nalar sehat, apalagi hanya bermodalkan iman semata. Kebanyakan orang akan hanyut dalam amarah, kekecewaan dan ambisi membalas, apalagi bila merasa mampu dan kuat. Namun tentu sekedar perasaan mampu dan kekecewaan tidaklah cukup untuk menghadai masalah besar dan dalam kondisi susah seperti ini. Sepatutnya dalam kondisi seperti ini, ilmu dan iman kepada pertolongan Allah haruslah lebih di dahulukan.

Langkah yang diambil oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menerima persyaratan Quraisy ternyata terbukti efektif untuk mengakhiri perseteruan dengan Quraisy. Karena diantara poin kesepakatan antara mereka ialah kedua belah pihak berkomitmen untuk tidak lagi saling mengganggu dan memberi kebebasan kepada seluruh kabilah untuk bergabung dengan siapapun dari kedua kelompok ini.

Poin kesepakatan ini menjadi kredit poin penting dan sekaligus titik balik dari perseteruan antara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan orang-orang Quraisy. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapat keleluasaan untuk mendakwahi kabilah kabilah lain, tanpa gangguan yang berarti dari Quraisy. Dan sebaliknya qabilah lain mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk berinteraksi dan mengenal Islam lebih dekat, hingga akhirnya banyak dari mereka masuk Islam. Berbagai qabilah yang sebelumnya mendukung Quraisy, kini berbalik arah dan masuk Islam, sampaipun berbagai qabilah yang ada di sekitar Makkah.

Qabilah berbondong bondong menyatakan keislamannya, hingga akhirnya Quraisy terkucilkan dan kehilangan dukungan dari banyak qabilah, dan akhirnya kekuatan Quraisypun melemah. Kondisi inilah yang Allah Ta’ala sebutkan sebagai pertolongan Allah Ta’ala dan sekaligus kemenangan kaum Muslimin. Allah berfirman :

إِذَا جَاء نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ {1} وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا

“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong.” (An Nasher 1&2)

Pada kisah ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi pelajaran bahwa mundur selangkah bukan berarti kekalahan selamanya. Sebagaimana diantara strategi yang sepatutnya kita terapkan dalam mewujudkan kemenangan ialah merontokkan kekuatan penopang dan basis dukungan yang dimiliki oleh lawan.

Walaupun kala itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memiliki pasukan yang kuat dan tangguh, namun beliau memilih untuk mundur selangkah, guna menempuh jalur lunak, yaitu dengan mengikis dukungan lawan, sebelum benar-benar berkonfrontasi degan musuh utamanya. Secara kalkulasi kala itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama pasukannya mampu melawan Quraisy dan mengalahkan mereka, namun tentu saja membutuhkan waktu panjang, biaya besar, korban jiwa yang banyak dan… dan …

Namun dengan mundur selangkah, beliau berhasil mengikis basis dukungan Quraisy, sehingga setelah dirasa waktunya tepat beliau mengumumkan peperangan terbuka, dan berterus terang hendak menyerang kota Makkah tanpa kawatir akan dihadang oleh qabilah loyalis Quraisy yang sebelumnya betebaran di sepanjang jalan menuju kota Makkah.

Belumkah tiba saatnya anda meneladani strategi dakwah dan perjuangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas? Mengapa kita begitu bernafsu dengan berbagai kegiatan yang bernuansa show of power ?

Tidakkah akan lebih bijak bila dakwah dengan cara gerilya, dari masjid masjid kampung terus digiatkan, dari rumah ke rumah dilipat gandakan, dari instansi ke instansi lain terus disemarakkan, hingga suatu saat nanti, bila telah kondusif maka acara yang beraroma show of power dapat dilaksanakan tanpa ada kekawatiran akan ada gangguan yang perlu dikawatirkan. Toh, tanpa kegiatan yang bernuansa show of power dakwah anda tetap berjalan dengan lancar. Dengan demikian gengsi sebagian orang yang selama ini merasa sebagai “raja hutan”, atau sebagai super power di tengah ummat Islam, dapat dikikis atau taringnya dijadikan tumpul dan aumanya dibuat merdu sehingga tidak lagi menakutkan.

Mengapa ada kesan bahwa bila kegiatan yang bernuansa show of power ditolak, berarti dakwah berhenti dan berakhir? Apalagi kehormatan dakwah tercoreng? Mengapa para punggawa dakwah lupa sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

من تواضع لله رفعه الله

“SIapapun yang merendahkan dirinya karena Allah, niscaya Allah meninggikan derajatnya.” (Abu Nuim dan lainnya)

Sobat, ingat, dan sekali lagi ingat, anda hidup di tengah tengah saudara anda sendiri sesama ummat Islam, sejauh apapun perbedaan anda dengan mereka toh mereka tetap saudara anda sesama ummat yang bersyahadat :
لا إله إلا الله ومحمد رسول الله

Sobat, mari kita semua menjadi perekat di tengah tengah Ummat Islam, dan jangan sampai kita menjadi pemecah di tengah tengah saudara kita. Ummat kita yang sudah terpecah jangan ditambah pecah, kalaupun sebagian saudara kita bersikap lancang dan melampaui batas, bukan berarti itu alasan untuk bersikap yang serupa

Dan kalau anda berkata: negara kita negara hukum, kita tempuh saja jalur hukum, kita gugat, kita perkarakan, kita memiliki para pungawa peradilan dan lainnya, maka dengar pesan khalifah Umar bin Al Khatthab tentang penyelesaian masalah melalui jalur hukum:

رُدُّوا الْخُصُومَ حَتَّى يَصْطَلِحُوا ، فَإِنَّ فَصْلَ الْقَضَاءِ يُورِثُ بَيْنَ الْقَوْمِ الضَّغَائِنَ.

“Upayakan agar kedua orang yang bersengketa menempuh jalur perdamaian, karena menyelesaikan persengketaan melalui jalur hukum pasti menyisakan dendam dan kebencian antara keduanya.” (Abdurrazzaq, Ibnu Abi Syaibah dan lainya)

Ini pesan beliau padahal peradilan di zaman beliau peradilan Islam dan benar-benar adil, bagaimana halnya dengan peradilan zaman kita yang seperti ini?

Lalu solusinya bagaimana dong? Ya, kembali lagi solusinya sabar, dan sabar, dan terus sabar.

Maaf saudaraku, status ini mungkin terlalu panjang untuk anda baca, namun maafkan saudaramu ini, yang sedang dihantui oleh kemungkinan adanya “tikus tikus penyusup” yang sengaja menghendaki adanya gesekan dan benturan di tengah-tengah ummat Islam.

Muhammad Arifin Badri,  حفظه الله تعالى 
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RADIO DAKWAH

Recent Posts

Pages